Kamu adalah bukti
Dari cantiknya paras dan hati
Kau jadi harmoni saat kubernyanyi
Tentang terang dan gelapnya hidup ini
Kaulah bentuk terindah
Dari baiknya Tuhan padaku
Waktu tak mengusaikan cantikmu
Kau wanita terhebat bagiku
Tolong kamu camkan itu
Virgoun – Bukti
Aku melajukan mobil dengan kecepatan 140 di jalan tol Jagorawi. Langit masih nampak gelap dan sepi, semakin kuinjak pedal gas mobilku sambil merasakan tiap tetesan air mata dari mataku. Masih kuingat setiap ucapanku pada Rania, kutahu semua kata-kataku telah menyakiti hatinya. Aku tak kuasa melihat tangisnya, aku bisa lihat segala penderitaannya. Wanita yang telah memberikanku tiga malaikat kecil ini harus aku tinggalkan. Wanita yang lugu, yang selama ini senantiasa sabar menghadapiku, serta ikhlas atas segala ujian hidupku. Rania, seorang malaikat yang Tuhan beri untuk menjaga anak-anakku.
Aku tak bisa terus menjalin hubungan ini bersamanya. Aku tak bisa membohonginya lebih lama lagi. Hatiku telah tertambat oleh Renata, meskipun aku berusaha melawan bayang-bayang Renata dari pikiranku. Percuma saja aku masih terikat dengan Rania jika Renata telah memiliki separuh hidupku. Rania tak pantas untukku.
Kuambil ponsel yang tergeletak di samping persneling mobil. Kuraih dan kuhubungi Dion, ia adalah rekan kerja sekaligus teman curhatku.
Tut Tut Tut Tut Tut Tut
“Halo Yon, gue lagi meluncur ke Bogor. Lo berangkat jam berapa? “, tanyaku pada Dion.
“Halo Bro, gue bentar lagi jalan. Tumben lo udah jalan, anak lo ga nyariin apa?”, ujar Dion di sebrang sana dengan suara parau. Ia pasti baru bangun tidur.
“Gue uda putusin Yon. Gue udah tinggalin semua “, ujarku dengan suara lemah.
“Apa? Ninggalin sapa?”, teriak Dion yang sepertinya terperanjat mendengar ucapanku.
“Gue udah ceraikan Rania”, jawabku singkat.
“Gila lo Ray, gak salah denger gue? Lo ceraian Rania? Bukannya lo udah mutusin ninggalin Renata? Elo gila ini sih, Rania baru lahiran Bro!!! “, cecarnya sambil memaki khas Dion.
“Udah lah Bro tar ceritanya, gue udah mau sampe nih. Gue tunggu di proyek “, sahutku sambil menutup teleponku.
Matahari mulai menampakkan dirinya di Jalan tol Ciawi. 20 menit lagi aku akan tiba di sebuah lahan milik Om Yan, beliau adalah Om nya Dion. Ia memiliki lahan kosong dan meminta kami untuk membuat skema bisnis dari aset yang ia miliki. Aku dan Dion menawarkan lahan tersebut menjadi tempat wisata, selain karena tempatnya sangat strategis, aku sudah banyak belajar tentang bisnis properti dari Pak Hardian. Penawaran proposalku ini pasti akan disetujui oleh Om Yan.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip