08.00 - Apartemen Renata
Tok Tok Tok
Derap langkah kakiku terdengar ke seluruh penjuru koridor apartemen di lantai 11. Hari ini hari Minggu, biasanya orang-orang sedang turun ke kolam renang atau keluar mencari sarapan. Aku berjalan dengan cepat menuju lobby, meninggalkan Ray yang masih tertidur pulas di kamarku.
Ivan
“Aku sudah di depan lobby “
Pesan dari Ivan yang mengabarkan bahwa ia telah tiba untuk menjemputku. Pagi ini aku bertekad untuk bertemu dengannya dan ingin mengakhiri semua. Begitu aku sudah tiba di luar lobby, mobil sedan merah BMW yang kukenal sudah menungguku disana.
“Tumbenan mau cari sarapan di luar, Yang. Tadinya aku mau bawain kamu sarapan sambil makan di kamar aja “, tanya Ivan yang datang dengan setelan kaos dan celana pendeknya.
“Lagi ada ibu di kamar, gak enak Van “, jawabku singkat.
“Ibu suka makanan apa? Daffa? Nanti kita beliin sekalian”, lanjutnya.
“Gak usah, mereka bisa masak sendiri kok”, jawabku lagi.
“Kenapa sih? Marah? tiba-tiba ngajak ketemu trus bete gitu mukanya?’, tanyanya keheranan sambil menoleh ke arahku.
“Enggak ada apa-apa. Cuma lagi bingung aja “, sahutku kehilangan akal untuk memulai pembicaraan.
“Lalu? Bingung kenapa? Masalah apa?”, tanyanya keheranan sambil sibuk memutar kemudinya.
Aku terdiam sambil menatap kaca jendela. Otakku sibuk mencari alasan untuk memutuskan hubungan dengan Ivan. Ia adalah pria yang baik, terlalu baik malahan. Sulit bagi diriku untuk mencari-cari kesalahannya.
“Kamu marah gara-gara pertemuan kemarin sama orangtuaku?”, tanyanya sambil menerka-nerka.
“Bisa jadi “, jawabku singkat. Kebetulan ini adalah alasan yang kuat.
“Maaf kalo ada ucapan mereka yang gak ngenakin kamu. Tapi mereka gak komentar buruk kok tentang kamu. Pertemuan malam itu cuma buat meyakinkan aku, kalau aku tuh serius sama kamu, Ren “, ujar Ivan sambil berusaha meyakinkanku.
“Gak ada yang bilang nyakitin. Aku cuma ngerasa tidak nyaman untuk bisa serius sama kamu saat ini. Status aku seorang wanita dengan 1 orang anak yang sudah dewasa. Di luar sana bahkan pria seumuran kamu pacaran sama perempuan seumuran Daffa “.
“Loh kok jadi masalahin umur. Awal pacaran kita gak masalahin ini kayanya. Kenapa sekarang tiba-tiba kamu bilang kalau umur jadi ganjalan buat kita?”, tanyanya keheranan dan suaranya mulai sengit.
“Ya jelas dong Van, kemarin tuh aku dibuat mati kutu sama Mama kamu tentang status aku yang notabene seorang ibu tunggal. Kamu tuh masih lajang, belum pernah menikah, sementara aku udah pernah nikah 2 kali. Apa kata orang-orang Van?”, ujarku sedikit emosi.