22.35 WIB – Rumah Ivan
BRUKKK
Kulemparkan kunci mobil di meja ruang tamu, dengan segera kubuka laptop dan langsung mengecek email yang dikirim Dion tadi siang. Kubuka setiap file satu-persatu, nampak deretan angka yang harus kuperiksa dengan teliti.
“Ivan, baru sampe rumah jam segini mandi dulu kek, makan dulu kek. Malah diem disini belum ganti baju pula “, ujar ibuku yang tiba-tiba muncul dari ruang kerjanya.
“Ivan, Mama lagi manggil kamu loh! “, sahut ibuku kembali.
“Iya Ma sebentar lagi sibuk ini “, jawabku sambil tak berpaling dari layar laptopku.
“Audit apa sih malem-malem gini Van?”, ga bisa besok aja di kantor?”, tanyanya sambil mencoba mengintip layar laptopku.
“Audit cashflow perusahaan Dion, kemarin Dion minta tolong aku ngerjain ini “, jawabku singkat.
Mataku sibuk menggeser trackpad laptop, mencoba menelusuri setiap angka yang tertera di tabel laporan tersebut. Hingga pada akhirnya mataku tertuju pada overhead gaji programmer yang tertulis di dalamnya. Ibuku hanya menggelengkan kepala lalu berlalu ke ruang kerjanya.
“Halo, Yon lo udah sampe rumah?”, tanyaku pada Dion di sebrang sana.
“Udah, gimana laporan yang gue kirim? Udah diterima?”, tanya Dion
“Overhead buat gaji programmer kok gede banget sih? Ada berapa orang karyawan lo?”, tanyaku.
“Anak buah si Ray itu, kalo ga salah ada 3 orang “, jawabnya.
“Setiap programmer 9 juta per bulan, dikali setahun udah 108 juta sendiri. Nanti besok gue kroscek ke temen gue di bank, jam segini temen gue udah tidur kayanya “, jawabku sambil terus membuka setiap file satu-persatu.
“Oke Van, tar besok kabarin gue lagi. Gue udah ngantuk nih, Sean udah ngajak tidur “, jawabnya.
Aku segera menutup ponselku dan merebahkan punggungku di sofa. Tak kusangka selama ini aku dibohongi Renata. Saat aku sudah mengambil keputusan untuk menikah dengan resiko orang tuaku tak akan setuju dengan statusnya. Saat itu aku yakin Renata adalah wanita dewasa yang tepat bagiku. Dia yang bisa mengobati segala traumaku untuk menikah saat usiaku sudah menginjak 35 tahun ini.
Argggh…brengsek si Ray, padahal aku baru saja bertemu dia di Bogor. Mengingat wajahnya saja aku mendadak muak. Kalau saja aku bertemu dengan mereka berdua kemarin, rupanya Tuhan masih menyelamatkan mereka.
“Nak, kamu gak mandi dulu? solat dulu? “, ibuku kembali muncul dengan wajah cemas.