20.30 WIB – Rumah Dion
“Daddy, besok kamu yang anter aku ice skating ya “, rengek Sean yang membuyarkan konsentrasi saat aku sibuk berkutat dengan email yang dikirimkan Ivan padaku.
“Kamu sama Mommy aja les nya, Daddy masih sibuk “, jawabku.
“But you promise Dad “, ujarnya sambil merajuk.
“I promise, but after my business are done. Deal?”, sahutku sambil mencubit hidungnya.
“Yeah, fine. Always like that “, jawabnya sambil berlalu keluar kamarku dengan wajah kesal sambil membanting pintu.
Aku tak menggubris kekesalan Sean, saat ini laporan keuangan yang baru saja diaudit ini menyita perhatianku. Banyak aliran dana yang tak sesuai dengan rekening koran yang di print oleh Ivan. Yang paling mengejutkan lagi ada transaksi fantastis yang dilakukan oleh Ray pada rekening Om Yan tanpa sepengetahuanku.
Ivan mencurigai bahwa transaksi itu adalah akal-akalan Ray untuk berinvestasi di project Om Yan. Dikarenakan aku dan Ray merupakan konsultan bisnis untuk proyek tersebut, ia sengaja mengajak Renata untuk masuk ke dalam BOD dengan dalih uang investasi itu milik Hardja Sukses Grup.
“Sayang, kamu gak bisa anter Sean besok? Kamu udah dua minggu batalin janji terus. Anaknya ngambek tuh “, ujar Nadine yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
“Aduuuh, nanti deh Nad. Aku masih pusing sama laporan si Ray nih “, jawabku.
Seketika Nadine langsung menghampiri sambil memijat-mijat bahuku yang tegang. Jemarinya meremas-remas bahuku dengan lembut, sehingga otot-otot yang tegang mulai mengendur.
“Gimana hasilnya Yang? Apa kata Ivan? “, tanya Nadine sambil beralih memijat punggungku.
“Laporan Ray gak sinkron sama print out rekening koran. Setelah di audit banyak duit yang gak jelas dimana rimbanya “, jawabku kesal.
“Waduh, penggelapan dong namanya? Kamu mau lapor polisi? “, tanya Nadine sambil menghentikan pijatannya.
“Gak lah, sabar dulu. Aku kan harus konfirmasi sama si Ray. Bisa jadi dia cuma salah itung kan “
“Kamu mau minta konfirmasi sama si Ray? Ya sama aja kamu nanya maling, mana ada maling bakal ngaku “, ujar Nadine emosi. Pijatannya pun menjadi lebih keras dari sebelumnya.
“Aku kan ga bisa sembarangan nuduh ini penggelapan, kalo memang dia salah itung gimana? Sebagian hak dia memang ada di rekening ini juga kok. Meskipun dia harus akuin kalo dia ga transparan soal aliran dana kantor “, jawabku menenangkan Nadine.
“Orang salah masih aja dibela terus. Jelas-jelas dia udah gelapin dana perusahaan kamu, kerjaan gak ada yang beres gara-gara double job, selingkuh di Bandung, ninggalin bini sama anak-anaknya pula “, cerocos Nadine memuntahkan amarahnya. Pijatannya semakin keras, lebih tepat disebut pukulan kali ini.
“ Gak ada hubungannya sama selingkuh Nad, ini murni soal kerjaan. Udah tenang aja aku yang urus ya sayang. Kamu bikinin kopi gih “, bujukku agar Nadine berhenti meremas bahuku.
“Kurang ajar banget si Ray. Kamu tuh ya jangan terlalu baek jadi orang, mau aja serahin keuangan sama dia. Dia udah selingkuh masih aja dibela. Kasih pelajaran dong sekali-kali “, cecar Nadine sambil masih memuntahkan amarah.
“Iya aku kasih pelajaran besok. Mending kamu bikinin aku kopi dulu ya. Ok hunny, can you leave me now?”.
“ Aku ngantuk, mau nidurin Sean dulu!!! “, jawabnya ketus sambil beranjak ke ke luar kamar sambil membanting pintu.