16.30 WIB - Bintaro Xchange
Mataku sibuk menyisir setiap sudut mall di lantai 3. Rasanya sudah lama aku tidak menginjakkan kaki ke Tangsel, aku saja heran kenapa Sean memilih tempat les ice skating di sini. Kini kakiku sudah berada di arena ice skating, mataku sibuk mencari-cari Nadine yang sedang menungguku di foodcourt bersama Sean dan Rania. Setelah sibuk berkeliling, akhirnya mereka kutemukan juga.
“Daddy!!! Finally, you’re here “, jerit Sean sambil berlari memeluk diriku.
“Now you see. I keep my promise, right?”, jawabku sambil mengacak-acak kepala anak lelakiku.
“Daddy, can I play ice skating with Adam? He’s still practicing inside the rink”, pintanya sambil memelas.
“Sure, go ahead “, jawabku sambil membiarkan Sean berlari ke dalam arena ice skating.
“Sean udah manyun loh dari siang, dia gak tau kalo kamu yang jemput “, tutur Nadine.
Aku tertawa melihat Sean yang kegirangan karena aku jemput. Melihat tawa Sean adalah anugrah yang tak ternilai bagiku, berusaha menjadi ayah sekaligus suami yang baik adalah tekadku. Inilah harga yang harus kubayar akibat perbuatan bejatku di masa lalu.
“Hai Dion, apa kabar “, sapa seorang wanita berjilbab hitam yang tengah mengendong bayi yang kira-kira berumur 3 bulan tersenyum padaku.
“Halo Rania, Baik. Lo gimana?”, sapaku sambil menjabat tangan Rania.
“Baik Yon “, jawabnya singkat.
“Berusaha waras ya Ran “, timpal Nadine sambil melirik Rania. Rania membalas tatapan Nadine sambil tersenyum penuh makna.
“Gimana sidang lo kemarin Ran? Si Ray dateng?”.
“Enggak Yon, dia diwakilkan oleh pengacaranya. Malahan mereka kaget gue dateng ke pengadilan”.
“Good. Mereka pasti ga nyangka lo dateng. Si Ray pasti ngira proses cerai kalian berjalan singkat kalo lo ga dateng “, jawabku.
“Iya memang. Meskipun gue gak tau langkah selanjutnya apa lagi “, ujarnya.
“Hey, ada gue tenang aja. Nanti tiap weekend kita ketemu aja di sini, bawa anak-anak aja Ran, sekalian main sama Sean “, timpal Nadine sambil mengelus lengan Rania.
“Nah bener tuh, konsul sama Ibu Nadine aja. Dia udah jago kalo berurusan sama pengadilan “, sahutku menyindir Nadine. Istriku hanya mendelik sambil melemparkan tisu kearahku.
“Makanya jangan macem-macem sama istri, masih bagus cuma digugat cerai. Kalo dicabik-cabik pake gunting bisa ketemu di akhirat ntar “, celetuk Nadine dengan tatapan sinisnya.
“Gue ga ikutan yah, kalo kalian mau berantem mending gue mundur aja “, ujar Rania yang memperhatikan kelakuan kami berdua sambil menggelengkan kepalanya.
“Serius deh Ran, pokoknya misi kita sekarang bantuin lo buat mengahadapi Ray di pengadilan. Lo harus tau juga, kalo sebenernya Dion juga lagi pusing dengan keuangan yang dipegang Ray “, sahut Nadine.
“Keuangan apa? Uang yang dipegang Ray maksudnya? Emang kenapa Yon?”, tanya Rania sambil menepuk bayinya yang terbangun.
“Intinya gue mau menyelediki cashflow yang Ray pegang, dari Bulan Juli – Oktober 2019. Setelah ditelusuri ada duit ratusan juta yang lenyap gak tau kemana larinya”.
“Juli 2019? Gue sama Ray masih bareng tuh Yon. Tapi Demi Allah gue gak tau menahu soal duit ratusan juta. Yang gue tau malah dia punya invoice yang harusnya cair dengan nominal ratusan juta saat itu “. Tutur Rania.
“Ray punya project ga saat itu? Dia invest ke mana gitu?”.