Harta Tahta Renata

Ratih widiastuty
Chapter #42

I Say I Do (Cerita Renata)

15.20 WIB – Kantor Pusat Hardja Sukses Group

Kulirik lelaki yang tengah duduk di sebelahku sambil berkutat dengan laptopnya. Wajahnya tampak murung tak seperti biasa. Tadi siang kami baru saja meeting dengan Pak Hardian di sini, namun Pak Hardian tidak ceria seperti biasanya. Big boss itu banyak melemparkan pertanyaan tentang perkembangan aplikasi yang tengah berjalan. Biasanya ia tak banyak berkomentar dengan kinerja tim RENTZ, namun kali ini ia mencecar kami mulai dari hal teknis hingga keuangan.

Ray sudah menjelaskan dengan susah payah bahwa RENTZ tidak bisa berkembang apabila tidak memiliki budget marketing yang cukup. Pengajuan yang kubuat selalu dipangkas 50% setiap bulannya, bahkan Ray harus mengurangi jumlah karyawan gara-gara budget kami kian menipis.

Tok tok tok

“Permisi Pak Ray, ruangannya mau dipakai sama Pak Daniel “, ujar Nanda asisten Pak Hardian mengetuk pintu ruangan meeting yang kami pakai.

“Oh Iya silakan, saya juga sebentar lagi mau lanjut ke kantor Dago “, jawab Ray sambil merapikan dokumennya.

“Baik Pak, makasih sebelumnya “, jawab Nanda sambil berlalu.

“Mas, kita langsung balik ke RENTZ apa gimana? Pak Hardian ga akan manggil kita lagi kan?”, tanyaku.

“Udah lah balik aja. Aku udah pusing seharian ditanya-tanya progress terus. Gimana bisa ada kemajuan kalo dana aja terus dipangkas “, jawabnya ketus.

Belum sempat kami keluar ruangan, sesosok pria sudah masuk sambil membawa laptopnya. Nanda mengikuti dari belakang sambil membawakan setumpuk dokumen miliknya.

“Eh Pak Ray masih di sini? Tumben meeting-nya lama banget?”, tanyanya dengan ekspresi tak bersahabat.

“Belum Pak Daniel, meeting-nya aja baru mulai tadi siang kok”. jawab Ray sambil menggulung charger laptop dan memasukkan ke dalam tas nya.

“Gimana aplikasi RENTZ? Sudah banyak yang install belum tuh?”.

“Sudah 500 downloader Pak, lumayan banyak lah Pak “, jawab Ray.

Downloader banyak tapi belum bisa kasih revenue kan “.

“Gini Pak Daniel. Revenue kami bukan hanya dari keuntungan dari penjualan saja. Sumber dana kami selaku penggiat startup adalah dari traffic agar bisa mendapatkan iklan lalu mengejar valuasi bisnis. Jika suatu produk dirasa memiliki value, maka investor tidak akan segan untuk menyuntikan dana hingga IPO “, tutur Ray panjang lebar.

“Maaf nih Pak Ray, saya kan bukan anak milenial yah. Jujur saya ga main bisnis seperti itu, bagi kami pelaku bisnis di sektor riil sih yang pasti-pasti saja lah. Daripada bakar duit terus-terusan “, jawab Daniel dengan ketus.

Aku melirik ke arah Ray yang wajahnya mulai memerah menahan amarah. Langsung saja kutarik tangannya untuk segera keluar dari ruangan meeting. Ingin kubalas semua perkataan Pak Daniel namun percuma melawan Dirut di grup ini. Mengingat kami memang belum bisa menghasilkan revenue yang berarti, sudah menjadi resiko produk kami dianggap benalu bagi mereka.

“ Udah Mas gak usah ditanggepin lah, mereka orang tua yang gak ngerti bisnis kita “, ujarku sambil berjalan di selasar kantor.

“ Gimana ga nanggepin, dari tadi siang aku dicecar masalah revenue terus-terusan. Pak Hardian kan sudah paham kalo bisnis ini tidak meraup untung dari downloader. Kita main valuasi aja, biar ada investor baru yang beli saham kita “, jawabnya dengan emosi.

“Biasa lah Mas, kayanya Pak Bos lagi dikomporin sama Dirut lain, tuh yang tadi pasti salah satunya”.

“Iya memang. Dia gak suka sama aku sejak RENTZ berdiri “, jawabnya sambil memencet tombol lift yang akan membawa kami ke lobby.

Ketika pintu terbuka, kami langsung masuk ke dalam lift yang terdapat beberapa orang di dalamnya. Dua orang perempuan di sampingku mendadak saling bertatapan penuh arti. Perasaanku menjadi tak enak berdiri diantara mereka.

Begitu lift terbuka kami segera melangkahkan kaki berjalan di antara cubicle staf Hardja Sukses Grup. Sayup-sayup kudengar suara bisik-bisik wanita, begitu kulirik sumber suara tersebut mereka hanya menunduk sambil menyibukkan diri. Aku dan Ray berjalan menerobos tatapan mata yang menyorot tajam, sambil berusaha mengindahkan kasak kusuk mereka yang diam-diam membicarakan kami di belakang.

“Ssssst itu tuh baru pada keluar “

“Udah sering dateng berdua ya sekarang “

Lihat selengkapnya