Harta Tahta Renata

Ratih widiastuty
Chapter #50

Perjanjian (Cerita Dion)

10.45 WIB – Kantor Dion

PING

Rayendra

“Bro, gue udah OTW ke Jakarta”

Sebaris pesan Whatsapp masuk ke ponselku, isinya dari Ray yang mengabarkan bahwa ia sedang menuju kemari. Kepalaku berdenyut melihat isi pesannya, di kepalaku penuh dengan sejuta tanda tanya tentang kebohongan yang Ray lakukan kepadaku. Dahulu Ray adalah pria yang baik, ceria, dan sederhana. Seorang suami dan ayah yang sayang pada keluarga. Seiring berjalanan waktu, ambisinya untuk menggapai mimpi mulai tumbuh.

Perjalanan karir Rayendra tak selalu mulus. Sesungguhnya ia memiliki potensi yang bisa tergali jika bertemu dengan partner yang galak sepertiku. Perlu seseorang yang keras agar bisa menggiringnya ke arah yang benar. Namun sayangnya ketika ia memilih untuk membangun sendiri usahanya, terkadang ia lepas kendali dan hilang arah. Desakan ekonomi terkadang membuat Ray harus menghalalkan segala cara, mulai dari menerima proyek yang sebenarnya diluar kesanggupan, hingga menggelapkan uang perusahaan yang tak jelas kemana rimbanya.

Bip Bip Bip Bip Bip Bip

Ivan calling

“Halo Yon, gimana si Ray jadi dateng?”, tanya Ivan di seberang sana.

“Jadi. Lagi di jalan menuju kemari katanya “.

“Aduh, klien gue minta meeting dadakan ini. Gue ga bisa cabut Bro “.

“Gak apa-apa Van, biar gue yang tangani si Ray sendirian”.

“Gak bisa gitu lah, gue juga pengen hajar tuh orang”.

Easy bro, let me handle this, Okay?”, jawabku menenangkan Ivan. Ada untungnya Ivan tak datang, dendam kesumatnya bisa mengacaukan segala rencanaku pada Rayendra, batinku berkata.

“Kalau udah beres meeting-nya langsung dateng aja lah Van, sapa tau masih keburu hajar nih orang “, gurauku pada Ivan yang masih menggebu-gebu.

“Gak usah lo suruh juga gue langsung meluncur kesana. Tunggu gue ya bro “, tutup Ivan mengakhiri panggilannya.

Kubuka laci meja kerjaku, terdapat sebuah map berwana merah beserta secarik surat yang baru saja ku print semalam. Kubaca lagi satu persatu isi surat yang kubuat tersebut, sekedar ingin memastikan tidak ada kata-kata yang keliru dalam isi suratku. Tak lupa aku langsung mengirimkan pesan pada seseorang, memastikan dirinya akan datang saat aku bertemu dengan Ray siang ini.

12.30 WIB

“Hey Bro, sepi amat kantor. Anak-anak pada kemana?”, tanya sesosok pria yang selama ini kucari batang hidungnya.

“Lagi meeting ketemu klien baru. Kapan sampe Ray “, tanyaku.

“Baru aja, untung jalanan lancar. Ini gue bawain coklat buat Sean”. Sahutnya sambil memberikan paperbag berwarna coklat padaku.

Thank you Ray, Sean seneng banget pasti “, jawabku sambil menerima pemberiannya. Mataku langsung tertuju pada cincin yang melingkar di jari manisnya, firasatku menjadi tak enak dibuatnya.

“Ray, duduk deh. Ada yang mau gue tanyain sama lo”.

“Siap Bro, soal kerjaan ya “, jawab Ray sambil menjatuhkan badannya pada kursi di hadapanku.

“Ada beberapa poin yang harus gue sampaikan dari dulu. Pertama, kinerja lo turun drastis Ray. Gue nilai lo ga fokus untuk ngerjain semua proyek. Kedua, lo gagal untuk memenuhi ekspektasi klien, dimana sebelumnya lo sudah mengiyakan semua yang mereka minta. Ketiga, lo ga transparan soal keuangan. Udah berkali-kali gue tagih laporan dan bukti print out rekening, tapi lo selalu menghindar. Sebenernya ada apa sih Ray?”.

Lelaki itu tertunduk dan menghela nafasnya perlahan. Tangannya bersidekap di dada, menandakan ia mencoba defensif atas seranganku barusan.

“Gini Bro, gue coba jawab satu persatu ya. Pertama, gue memang ga fokus karena rumah tangga gue berantakan, setiap sampe rumah gue gak bisa konsentrasi. Kedua, klien itu banyak permintaan, mereka selalu ganti fitur disaat gue udah nyaris selesaikan semua kerjaan. Dan yang terakhir, jujur gue memang ga teliti untuk tulis semua laporan, jadinya gue banyak skip”.

“Ray, kita semua punya masalah keluarga. Lo inget ga kalo rumah tangga gue sudah berada di ujung tanduk jauh sebelum lo. Gue dan Nadine sampe resmi bercerai dan gue ga bisa ketemu sama Sean selama setahun. Kurang susah apa hidup gue Ray? Lalu apa itu jadi alesan bikin perusahaan yang gue bangun runtuh?”.

“Iya bro, tapi kan gue beda kasusnya “, dalihnya membantah semua ucapanku.

“Beda apanya sih? Bukannya masalah kita tuh sama ya dari dulu. Gimana bejatnya kita main cewe cuma buat senang-senang. Gue lebih parah dari lo Bro, kurang drama apa gue harus diteror sama selingkuhan dan istri sekaligus. Belum lagi kejaran klien yang minta proyek cepet selesai, invoice ga cair selama beberapa bulan. Apa gue ngeluh sama lo Bro?”.

Ray hanya terdiam mendengar jawabanku. Sesekali tangannya memijat-mijat kening sambil memalingkan kepalanya ke jendela.

“Oke, gue akuin salah. Gue memang ga fokus sama kerjaan gara-gara banyak proyek yang gue ambil. Gue terlalu sibuk untuk cari duit buat memenuhi kebutuhan pribadi “.

Lihat selengkapnya