08.00 WIB – Kantor Pusat Hardja Sukses Group
Bip Bip Bip Bip Bip
“Halo Pak Saragih, maaf barusan saya lagi naek ojek. Ada kabar apa dari hasil sidang?”, tanyaku sambil terburu-buru memasuki kantor Pak Hardian.
“Barusan agenda pembuktian, Mas Fadli sudah memberikan kesaksian”, jawabnya.
“Lancar dong agenda sidangnya”, jawabku sambil terengah-engah sambil menaiki tangga untuk menuju lantai 3.
“Pak Ray, kenapa dari awal gak cerita sama saya tentang persoalan yang sebenarnya. Kredibilitas saya sebagai advokat tercoreng gara-gara kesaksian Mas Fadli barusan”, ujarnya dengan nada kecewa.
“Loh kok, tercoreng apanya? Saya kan sudah ikuti saran Bapak”.
“Pertama, Bapak bilang bahwa kalian sudah pisah rumah sejak lama dan kedua pihak sudah sepakat bercerai. Kedua, Bapak menyangkal dalam replik ada wanita lain. Yang ketiga, saya diberitahu Mas Fadli di luar ruangan sidang bahwa Bapak sudah nikah siri”.
“Sudah lah Pak, apapun itu yang penting proses cerai saya selesai. Saya sudah jatuhkan talak berarti secara agama sudah sah bukan suami istri dong. Wajar kalau saya nikah lagi”.
“Anda memang sah bercerai secara agama, tapi Anda hidup di negara yang memiliki landasan hukum. Dalam UU Perkawinan tidak mengakui adanya pernikahan siri, barang siapa pria yang terikat perkawinan dan melakukan zina (overspel), maka akan dikenakan pasal perzinahan. Ancamannya kurungan penjara maksimal 9 bulan Bung!”
“Sudah lah Pak, kan lazim nikah siri. Bukan karena gak menaati hukum, daripada zina lebih baik disahkan secara agama dulu Pak”, jawabku geram.
“Bung, Anda sedang berbicara dengan advokat. Kredibilitas saya tercoreng jika membela klien yang jelas-jelas melanggar hukum. Kalau saya tau sejak awal, saya akan sarankan Bapak untuk sedikit lebih bersabar sampai proses sidang selesai. Ah ini sudah kawin lagi, bikin runyam saja”, omelnya dengan logat khas batak.
“Ya sudah Pak, agenda berikutnya tinggal putusan kan, begitu ketok palu saya segera lunasi jasa advokasi Bapak. Sekarang saya mau meeting, nanti besok saya hubungi”, tutupku sambil buru-buru mematikan ponsel.
Kuseka keringatku yang menetes karena berlari menaiki tangga sambil mendengar omelan Pak Saragih barusan. Tak kuhiraukan lagi semua perkataan orang-orang tentang statusku, saat ini duniaku sudah jungkir-balik. Nasib perusahaan yang kubangun sudah di ujung tanduk, proyek berkurang karena hubunganku sudah tak baik dengan Dion, dan yang paling melukai hatiku adalah kerinduanku pada Kila dan Kica yang belum juga terobati. Rania sudah melancarkan serangannya dengan menghasut orang-orang agar membenciku.
“Pak Ray, sudah ditunggu di ruangan meeting tuh”, ujar Nanda di balik meja kerjanya.
“Oke, saya masuk dulu”, jawabku.
“Mbak Renata gak ikut? Tumben gak barengan “, celetuk Nanda dengan gaya nyinyirnya. Kuyakin biang gosip di grup ini pasti berasal dari mulutnya. Tak kuhiraukan pertanyaan Nanda barusan, segera saja aku masuk ke ruangan meeting dimana para direksi sudah menungguku.
“Ray, timana wae atuh? Geus telat deui*”, ujar Pak Hardian sambil memandangku dengan wajah kesal.
“Maaf Pak tadi saya naik Ojol, susah dapet driver”, jawabku sambil duduk di salah satu kursi yang kosong.
“Gimana nih RENTZ, sudah dapet investor belum? Sudah satu minggu belum ada kabar dari kamu”, tanya Pak Hardian