07.30 WIB – Pasar Modern BSD
“Pagi Mbak Rania, pesanan saya 20 box Brownies Tiramisu dibawa kan?”, sapa Cik Lily saat aku baru saja menginjakkan kaki sambil menenteng kantung berisikan Brownies pesanannya.
“Pagi Cik, bawa dong. Kalau ada yang mau pesan nanti dropship aja, saya kirim pake Ojol ya”, jawabku sambil mengeluarkan kotak Brownies satu-persatu.
“Aih kemasan baru ya Mbak. Cakep banget sekarang, pasti makin laris Browniesnya. Anak saya seneng banget tuh bisa ikut jual kue sehat kaya gini, belum banyak yang jual loh Mbak”, ujarnya sambil mengamati kemasan Brownies-ku yang baru.
“Alhamdulillah Cik. Makasih ya udah bantu larisin kue saya, sebentar lagi saya mau daftar jadi mitra resto online & mitra catering yang berbasis web”, jawabku.
“Nah kan, bisa lebih enak masarinnya. Saya aja puluhan tahun cuma jualan di pasar, rejeki ada aja. Apalagi kalau masih muda dan ngerti teknologi, harusnya jangkauannya bisa lebih luas lagi “.
“Iya, saya juga lagi belajar, tolong kasih ilmunya ya Cik “.
“Siap Mbak, belajar terus kuncinya. Jangan pernah cepat puas. Sudah saya terima 20 Box Brownies Tiramisu, totalnya jadi sejuta tiga ratus ribu ya”, ujarnya sembari menghitung uang seratus ribuan.
“Alhamdulillah, makasih banyak Cik. Nanti kalau kurang saya kirim dari rumah aja ya”, jawabku sambil menerima uang dari tangannya.
“Mbak nih sekalian, kue Panda buat anak-anak”, ujarnya sambil buru-buru memasukkan kue kesukaan anakku ke dalam plastik .
“Eh gak usah Cik, saya gak beli hari ini”, tolakku dengan halus.
“Gak apa-apa, buat anak-anak di rumah. Ayo ambil”, bujuknya.
“Aduh Cik, nanti rugi kalau terus kasih gratis sebanyak ini buat saya”, jawabku tak enak, antara harus menerima atau menolak.
“Mbak Rania, rejeki itu ibarat ayam. Kalau kita mau dapet ayam, trus kita kejar sekencang-kencangnya dia pasti akan lari. Kalau kita kasih dia beras, maka ia akan datang sendiri. Paham kan maksud saya?”, ujarnya dengan bijak.
Aku hanya terdiam sambil mencerna maksud perkataanya Cik Lily barusan.
“Dengan berbagi gak akan bikin kamu rugi. Semakin banyak memberi akan semakin banyak rejeki yang kamu dapat. Kuncinya ikhlas dan serahkan sama Yang Di Atas”.
“Masyaallah, terima kasih udah ngingetin saya. Semoga sukses terus ya Cik”, sahutku sambil menerima kue pemberiannya.
Aku pamit sambil terus mengucap syukur dalam hati. Begitu murahnya Allah telah memberiku rejeki pagi ini, selain browniesku laris terjual, ada orang baik yang selalu mengingatkan akan kebaikan. Sekantung kue Panda ini mungkin tidak ternilai harganya, tapi bagi anakku ini suatu hal yang luar biasa.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Rumah Damai Calling
“Pagi Ibu Rania. Saya Tiwi mau menginformasikan ada jadwal konseling dengan Bapak Dipta jam 14.00 siang ini ya”, ujar asisten tersebut.
“Pagi Mbak Tiwi. Insyaallah bisa Mbak”, jawabku.
“Oya Pak Dipta juga minta kedua putrinya ikut serta. Katanya mau ada assessment untuk anaknya”.
“Waduh, ada assessment juga ya. Anak-anak saya pemalu, saya gak yakin mereka mau cerita kalau ditanya-tanya gitu Mbak”, jawabku cemas.
“Gak apa-apa kok Bu. Pak Dipta sudah terbiasa menangani anak-anak. Bukan seperti tes atau interview kok, nanti mereka kami ajak bermain di sini”.
“Baik Mbak Tiwi, saya ajak anak-anak deh nanti siang. Terima kasih ya informasinya”, tutupku sambil mengakhiri panggilan telepon dan bergegas untuk pulang.
13.55 WIB – Rumah Damai
“Mama, kita ngapain sih ke sini?”, tanya Kila yang masih memakai seragam sekolah dengan kebingungan.
“Ini rumah siapa Ma? Bagus banget rumahnya”, sambung Kica tak kalah penasaran.
“Ini rumah Om Psikolog”, jawabku.
“Psikolog itu apa?”, tanya Kila.
“Psikolog itu profesi, seperti Dokter gitu Kak”, jawabku sekenanya.
“Oh Dokter. Jadi Psikolog itu Dokter?”.
“Bukaaan, Psikolog bukan Dokter, tapi dia bisa bantu kita kalau perasaan kita sedang tidak nyaman”, jawabku dengan bahasa sederhana agar mudah dimengerti.
“Terus kita ngapain di dalam? Disuntik?”, tanya Kica dengan polos.