07.00 WIB – Bengkel Wastukencana
“Kang, udah dipasang belum blok silindernya?”, tanyaku pada montir yang baru saja tiba di bengkel Koh Leo. Sudah setengah jam aku menunggu di sini untuk mengambil mobilku.
“Udah sih Bos, tapi saya belum cek kelistrikannya. Mobil Bos dipegang sama Firman soalnya”, ujarnya sambil berjalan menuju ke arah mobilku yang masih teronggok di bengkel tersebut.
“Kalau gitu langsung tes aja deh, saya ada perlu nih”.
“Tunggu Koh Leo dateng ya Bos, bukan mobil pegangan saya nih”, ujarnya.
“Nanti saya telepon Koh Leo. Sekarang saya ambil dulu sebentar”, desakku.
“Ya udah, saya tes dulu mobilnya”, ujarnya sambil mengambil kunci mobilku di ruangan Koh Leo. Montir yang masih muda itu segera membawa mobilku untuk berkeliling sepanjang Jalan Wastukencana, sepertinya mobilku sudah tak ada masalah lagi. Akhirnya aku bisa membawa mobil ini ke Bogor hari ini.
“Gimana? Aman kan? udah di cek air radioator sama busi nya?”.
“Udah Bos. Air radiator udah saya isi, busi masih bagus tuh”, jawabnya sambil kembali membuka kap mesin.
“Berapa totalannya? Saya transfer sekarang nih”.
“Tanya Koh Leo aja Bos. Hari ini katanya ada acara keluarga, nanti sore baru dateng ke bengkel. Pake aja dulu mobilnya kalau emang perlu”, jawabnya.
“Oke saya bawa dulu ya, tolong tanya tagihannya sama Koh Leo”, ujarku sambil memasuki mobilku.
“Eh Bos tunggu. Ini ada barang-barang di jok belakang. Kemarin mobilnya dibersihin Firman”, ujarnya sembari memberikan sebuah kantung plastik padaku. Kuterima kantung tersebut, ternyata isinya adalah sebuah boneka Little Pony, sepasang sandal milik Kila dan botol minum milik Rania. Hatiku berdesir begitu melihat bungkusan itu, bayangan mereka bertiga kini berputar-putar di kepalaku. Segera kusimpan kantung tersebut di jok navigator seraya berlalu sambil menjalankan mobilku.
Aku membawa mobil ke arah jalan tol Pasteur, semoga saja jalanan masih sepi agar bisa tiba sesegera mungkin. Mataku lelah karena semalaman tak bisa tidur gara-gara Renata pergi dari apartemen. Percekcokan gara-gara persidangan, hancurnya karir serta hutang proyek benar-benar menguras emosiku. Ditambah lagi Radit mengabarkan bahwa ia akan membawa Mama ke Solo, lengkap sudah semua penderitaanku kali ini.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Mama Bogor calling
“Halo Ray, sudah sampai mana?”, tanya ibuku.
“Baru masuk tol Pasteur Ma. Mudah-mudahan cepet sampai ya”.
“Sama siapa Ray?”, tanyanya.
“Sendiri, Renata lagi ada urusan, ia gak bisa ikut”, ujarku berbohong.
“Bagaimana sidang kamu kemarin Ray?”.
Aku enggan menjawab pertanyaan yang satu ini. Sakit rasanya mengetahui bahwa gugatanku ditolak hakim. Sia-sia sudah usahaku mengajukan cerai dan membayar pengacara. Saat ini aku dan Rania masih terikat secara negara.
“Gugatannya ditolak Ma”, akhirnya aku mengatakan yang sebenarnya.
“Ditolak? Kamu masih sah jadi suami Rania dong?”.
“Iya Ma. Secara hukum kami masih suami-istri”.