Cerita Renata
12. 30 WIB - Hotel Radisson
BRAKKKKKK
“ITU DIA SI PEREMPUAN JALANG”
Pintu kamar President suite ini didobrak oleh sekelompok pria yang mengenakan baju Reserse. Seorang wanita terlihat di antara pria tersebut sambil memakiku.
“DAVIIIID, DI MANA KAU!!!”
“Kurang ajar kamu perempuan tak tau diri, penggoda suami orang. Sudah berapa banyak lelaki beristri yang kamu tiduri???”, teriak wanita itu sambil menjambak rambutku.
“Apa-apaan ini? ”, teriak David yang keluar dari kamar mandi hanya dengan menggunakan handuknya.
“Tenang Bu Tania. Tolong jangan main hakim sendiri, serahkan pada kami”, lerai seorang petugas wanita menarik badannya yang terus menjambakku.
“Aaaaaarrrrgggghhh, dasar kamu wanita murahan, biar binasa kamu di neraka”, jeritnya sambil mencakar wajahku.
“Lepaskan, apa-apaan ini”, jeritku sambil melindungi wajahku yang berdarah karena cakaran kukunya.
“Saudara Iriyanto David? Ini buku nikah saudara dengan Ibu Tania Wihelmina?”, tanya seorang petugas pria sambil memperlihatkan buku nikah David dan wanita itu.
David terlihat masih syok dengan kehadiran petugas dan beberapa wartawan yang merekam kejadian tersebut dengan ponselnya. Ia masih berdiri mematung sambil menggenggam erat handuk di badannya.
“Keluaaaaar, apa-apaan ini. Enyahkan ponsel itu, keluar kalian semua!!!!”, jeritku sambil menangis histeris.
“Kamu yang keluar wanita murahan. Akui saja kalau kamu sudah jadi simpanan David sudah lama. Hari ini aku buat kamu membusuk di penjara”, jeritnya dengan wajah merah padam.
“Boleh lihat KTP dan buku nikahnya Bu?”, tanya seorang petugas wanita menarik badanku.
Tanganku bergetar dan pikiranku langsung kosong seketika. Buku nikah yang mana? Apa aku punya? KTP? Ada di mana KTP milikku. Aku hanya menangis sambil menutupi wajahku yang terus disorot oleh seorang petugas di depanku.
“Ini tas saudari?”.
“Iya Pak”, jawabku sambil tertunduk.
“Saudari Renata Rahardjo? Menginap di sini membawa buku nikah?”.
“Tidak Pak”, jawabku sambil terisak.
“Ada hubungan apa dengan Bapak Iryanto David?”, selidiknya.
“Tidak ada apa-apa Pak”, jawabku terus menangis.
“Kok bisa Saudari yang tidak memiliki ikatan pernikahan berada dalam suatu ruangan tertutup berduaan?”.
“Saya dijebak Pak”, jawabku terus menunduk.
“Omong kosong Renata, kamu wanita murahan. Tangkap saja mereka berdua Pak”, jerit wanita tersebut.
“Saudara David, mohon kenakan pakaian Anda. Saudari Renata silakan ikut kami ke kantor polisi. Tempat ini akan kami olah TKP. Semua barang bukti berupa pakaian, selimut, sprei akan kami amankan”, seru petugas seraya mengenakan sarung tangan dan memungut pakaian dalamku yang tergeletak di lantai. David kembali memasuki kamar mandi sementara aku digiring oleh petugas wanita keluar kamar hotel.
Semua pasang mata menatapku dengan sinis begitu aku keluar menyusuri koridor hotel. Beberapa petugas hotel berbisik-bisik, tak sedikit pegawai yang berpapasan menangkap moment memalukan ini dengan kamera ponselnya. Kututupi wajahku dengan selimut yang diberikan seorang petugas wanita, sungguh harga diriku sudah diinjak-injak.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Ponsel di dalam tasku berbunyi begitu aku masuk ke dalam mobil polisi.
“Bu Renata silakan angkat dulu ponselnya “, ujar petugas yang duduk di sampingku. Kulihat sebuah kontak tak dikenal menghubungi, dengan lemas terpaksa kuangkat panggilannya.
“Halo”
Cerita Rania
13.00 – Rumah Damai
“Halo, apaaaaaa? Astagfirullah “, jeritku saat aku menerima panggilan siang ini.
“Rania ada apa?”, tanya Pradipta yang ikut terkejut melihatku histeris.
“Mas, saya harus pulang sekarang. Saya harus ke rumah sakit “, jeritku. Tanganku sibuk mencari kontak Nadine sambil bergetar.
“Tenang Rania, minum dulu. Kamu mau pulang naik apa?”.
“Naik taksi Mas. Saya gak bisa cerita sekarang, sudah ditunggu Mas”, jeritku.
Pradipta langsung menyodorkanku segelas air minum, ia mencoba menenangkan agar aku berhenti histeris.
“Simpan ponselmu Rania, minum dulu ya. Biar saya yang order taksinya”, ujarnya sambil membuka layar ponsel dan menanyakan alamat yang akan kutuju.
“Mau kemana Ran?”.
“Rumah sakit ini Mas “, jawabku sambil memberikan alamat yang tertera di ponsel.
“Oke Ran, sudah saya pesan. Drivernya 10 menit lagi sampai. Kamu tenang ya Ran”.
Bip Bip Bip Bip Bip Bip
Ponsel Pradipta berbunyi, sepertinya driver tersebut menghubunginya.
“Halo”
Cerita Dion
13.20 WIB – Kantor Dion
“Halo, ada apa Nad?”.
“Dion, cepet pulang sekarang “, teriak Nadine di sebrang sana.
“Ada apa sih? Gak bisa Nad, aku lagi meeting bareng Ivan dan Tante Maya”, balasku.
“Aduuuh penting ini. Barusan Rania telfon sambil nangis-nangis. Ivan mana? Aku mau ngomong sama Ivan!”, perintahnya. Dengan bingung kusodorkan ponselku pada Ivan yang sedang berbicara dengan Ibunya.
“Van, Nadine mau ngomong sama lo”, ujarku. Ivan menerima ponselku dengan wajah kebingungan.
“Halo Nad, ada apa?”.
“Apa???, Innalillahi. Gue sama Dion ke rumah sakit sekarang”, tutupnya sambil meletakkan ponselku di meja.
“Yon cabut sekarang. Maaf Tante Wiwi, meeting bisa dilanjut besok pagi? Ada urusan penting, kami harus ke rumah sakit”, ujarnya sambil berbicara pada sahabat Tante Maya.
“Ada apa Ivan? Kok mau ke rumah sakit segala?”, tanya Tante Maya ikut terkejut melihat reaksinya.
“Nanti Ivan cerita Ma. Dion buruan cabut. Pakai mobil gue”, perintahnya sambil berlalu.
Aku masih syok melihat kepanikan Ivan, segera saja aku pamit dan berlari mengikuti Ivan yang berlari sambil membuka pintu ruangan.
BRUKKK
Cerita Renata
14.00 WIB – RS Parahyangan Padalarang
BRUKKK
Petugas Reserse itu membanting pintu mobil untuk mengantarku ke rumah sakit yang letaknya 20 KM dari Kota Bandung. Kejadian penggerebekan di hotel sudah membuatku lemas tak berdaya, ditambah lagi aku mendengar kabar Ray kecelakaan di Tol Padalarang. Seketika saja duniaku serasa runtuh, seakan tak percaya dengan kejadian hari ini. Petugas Reserse memberikanku waktu selama 1 jam sebelum menggiringku ke Polres Bandung.
Kususuri selasar rumah sakit seraya berlari mencari ruangan IGD. Mataku sudah tak kuasa menahan tangis. Petugas medis terlihat lalu lalang dengan segala kesibukannya, segera kucari petunjuk ruang IGD di RS tersebut.
“IGD di sebelah mana suster?”, tanyaku pada seorang suster yang melintas.
“Tinggal belok kiri Bu”, jawabnya sambil menujukkan arah padaku.
Aku langsung berlari ke arah yang ia tunjuk, lututku sudah lemas tak mampu lagi berjalan, namun aku harus melihat kondisi Rayendra di dalam.
“Ibu keluarga siapa?”, tanya seorang suster.
“Rayendra Saputra, saya dapat kabar bahwa ia kecelakaan dan dibawa petugas tol ke sini”.
“Oh yang kecelakaan di Tol Padalarang ya, sebelah sini Bu”, ajaknya sambil berjalan tergopoh-gopoh menunjukan ranjang pasien.
“Raaaaayyyyyyy “, seketika aku menjerit begitu melihat kondisi Ray yang mengenaskan. Kepalanya memar dan pelipis kanannya berdarah. Terlihat suster sedang memasang alat di dada Rayendra. Tak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutku. Aku terus berteriak histeris sambil duduk bersimpuh di lantai ruangan IGD tersebut.
“Dokter, tolong selamatkan suami saya Suster tolong selamatkan Ray “, jeritku sambil terus berteriak, petugas Reserse membantuku berdiri sambil memeluk tubuhku.
“Dooook, tolong Doook”, jeritku sambil terus menangis.
Cerita Rania
14.30 WIB – RS Kasih Bunda Bintaro
“Doook, anak saya gak apa-apa kan Dok?”, jeritku begitu tiba di RS yang diberitahu ibuku. Di depanku Kian sedang terbaring lemas.
“Anaknya kenapa Bu?”, tanya dokter tersebut sembari menempelkan steteskop di dadanya.
“Jatuh dari tangga Dok. Barusan saya lagi masak, Kian main sendiri lalu saya dengar suara dia jatuh Dok”, jawab Ibuku sambil menangis.