Harta Tahta Renata

Ratih widiastuty
Chapter #83

Siapkah Kau Jatuh Cinta

3 bulan kemudian…

10.00 WIB – Rumah Damai

“Pagi Rania, apa kabarmu hari ini?”, sapa Pradipta dengan senyum khasnya.

“Pagi Mas Dipta, saya merasa jauh lebih baik”, ujar Rania membalas senyumannya. Matanya selalu berbinar melihat sosok pria bermata teduh itu.

“Alhamdulillah. Bagaimana kondisi anak-anak?”, tanyanya.

“Sudah beberapa minggu mereka bisa tertawa lagi Mas. Alhamdulillah banyak sahabat yang sayang sama mereka”.

“Syukurlah. Rania, hari ini adalah hari terakhir pendampingan. Saya baca dari setiap jurnal harian kamu, banyak sekali perubahan. Kamu sudah bersahabat dengan masa lalu, dan tak lagi cemas akan masa depan”.

“Saya seperti berada di posisi Mas Dipta sekarang. Kini saya belajar untuk mengobati rasa kehilangan. Sama-sama belajar berdamai dengan kesepian”.

Pradipta melepaskan kacamatanya, tatapan mereka berdua saling beradu. Ada suatu kesamaan cerita diantara mereka berdua, sama-sama kehilangan yang meninggalkan bekas luka.

“Kamu akan baik-baik saja Ran. Oya kamu mau minum apa? Teh atau kopi?”, tawarnya sembari beranjak ke pojok ruangan.

“Kopi boleh Mas”, ujar Rania.

Pradipta menoleh seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan.

“Kamu yakin Ran, gak kangen sama rasa teh manis lagi?”.

“Secangkir teh manis hanya cerita masa lalu, tidak ada salahnya untuk mencoba suatu yang baru”, jawab Rania.

Pradipta menghampiri Rania sembari memberikan secangkir kopi panas yang baru saja ia racik. Rania menerimanya lalu mencicipinya perlahan. Ini adalah kali pertama ia meminum kopi, terasa getir di lidah, aromanya menusuk hidung membuat perutnya sedikit mual. Namun lama-lama ia mulai terbiasa dengan rasa kopi yang meninggalkan bekas pahit di lidahnya.

“Kopi itu seperti hidup Ran, awalnya memang pahit bahkan bikin perut mual. Tapi lama-lama kita akan terbiasa, semakin pahit semakin candu kita dibuatnya”.

“Hahaha hidup saya udah pahit Mas, gak perlu kopi juga udah bikin mual”, ujar Rania terbahak sambil kembali menghirup kopinya.

“Tapi pahitnya hidup membuatmu kuat, saya bangga melihat kamu Rania”.

“Saya masih belum pulih seutuhnya Mas. Masih trauma dengan perselingkuhan yang Ray lakukan pada saya”.

“Jangan dilawan perasaan takut itu. Beri ruang dan jeda pada perasaanmu, biarkan ia menguap dengan sendirinya. Suatu saat nanti, hati kamu akan menemukan cinta yang baru”,

Senyuman pria itu kembali membuat Rania tersipu. Semua yang dilontarkan dari mulut Pradipta seakan memiliki magis untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya.

“Kamu harus belajar jatuh cinta lagi Ran”.

Rania langsung terbelalak mendengar anjuran Pradipta, kepalanya menggeleng keras.

“Belajar jatuh cinta pada dirimu sendiri, berterima kasih pada wanita tangguh yang kau lihat di cermin. Jika kamu sudah bisa mencintai diri sendiri, maka kamu bisa mencintai orang lain”.

“Terima kasih Mas. Semua saran Mas Dipta selalu saya ingat. Boleh saya konsul lagi kapan-kapan?”.

“Kapan saja Rania. Jangan sungkan hubungi saya, ajak anak-anak main kemari juga boleh”, jawab Pradipta.

“Baik Mas, saya gak bisa lama-lama. Terima kasih sekali lagi”, ujar Rania sambil meletakkan cangkir dan beranjak dari duduknya”.

“Rania “.

“Iya Mas”.

“Titip peluk saya untuk anak-anak ya”.

Rania tersenyum lalu mengangguk. Dalam hatinya ia bersyukur ada banyak orang yang menyayangi anak-anaknya. Rania keluar dari ruangan Pradipta seraya berpamitan dengan Tiwi, wanita muda itu memeluk Rania sambil memberikan dukungan. Langkah kakinya menyusuri rumah asri yang penuh dengan kenangan, rumah damai yang senantiasa memberikan pemulihan dan kekuatan.

Kakinya berhenti di depan mobil sedan sport berwarna merah yang sedari tadi menunggunya di parkiran. Seorang pria tampak tersenyum sambil menyapa dari balik kemudinya.

“Gimana konselingnya? Udah beres?”, tanya Ivan

“Udah, barusan cuma pamitan kok sama Mas Dipta dan Mbak Tiwi”, jawab Rania sambil menutup pintu mobil tersebut.

“Merasa lebih baik Ran?”, tanyanya sembari menghidupkan mesin mobilnya dan melaju ke jalan raya.

“Alhamdulillah. Harus dilatih untuk terus bersyukur Van. Oya anak-anak gimana?”, tanya Rania sambil melirik lelaki di sebelahnya.

Lihat selengkapnya