HARU

Aram
Chapter #3

Dua

Bian bergegas masuk ke dalam kamarnya. Tidak peduli orang-orang yang heran melihatnya jalan tergesa-gesa.

“Duh, untung reflekku cepet.” Kata Bian sesampainya di kamar. Bian mengecek keadaan diluar sekali lagi untuk memastikan orang tadi tidak mengejarnya.

“Tapi kayaknya pernah lihat deh. Dimana ya? Keluarga pasien ya? Hmm, iya kali ya.” Sean tadi tidak memakai jas dokternya. Makanya, Bian lupa kalo mereka pernah ketemu gara-gara suatu insiden. Bian emang orang yang enggak terlalu peka terhadap keadaan sekitar. Apalagi dengan orang yang sama sekali tidak dikenal. Hidupnya selalu disibukkan dengan pekerjaan dan menjaga neneknya. Jadi, dia enggak pernah merasakan kehidupan bebas seperti anak-anak lain pada umumnya.

Sekarang pun Bian tidak mempunyai satupun pengunjung karena dia bahkan tidak mempunyai teman sama sekali. Ada sih, tapi cuma sekadar kenal. Bian begitu tertutup tentang dirinya sendiri.

“Ngapain ya?” tanya Bian kepada dirinya sendiri. Tinggal di rumah sakit tanpa melakukan apapun membuatnya sangat bosan. Bian mulai mengutak-atik hp-nya karena acara di tv tidak ada yang menarik menurutnya.

“Wah, ada wifi. Kalo gitu mending nonton drakor.” Bian keluar dari kamarnya mencari perawat di sekitar untuk menanyakan password wifi. Setelah mendapatkan passwordnya, Bian mencari tempat strategis untuk menonton. Karena ia merasa kesepian di kamar, jadi ia memilih untuk mencari tempat yang setidaknya masih ada orang yang berlalu-lalang. Ia menemukan sofa dekat dinding kaca yang mengarah ke pemandangan luar di lobi yang sedang kosong. Rumah sakit rasa hotel, pikir Bian. Bahkan ia berpikir untuk memindahkan sofa tersebut ke kamarnya dan menata ulang tata letak kamarnya tersebut.

Di lantai yang sama, Sean sehabis mengecek beberapa pasiennya mendengar suara tertawa yang lumayan keras di lobi. Dilihatnya seorang gadis yang dengan santainya duduk sambil menonton sesuatu di hp-nya. Gadis yang tidak lain adalah orang yang menendang bola ke kepalanya.

“Hei Dik, hidungmu berdarah!” tiba-tiba seseorang yang sedang lewat memberitahukan itu kepada Bian. Bian menoleh dan mengusapkan hidungnya menggunakan lengan baju. Ternyata benar, darah segar mulai mengalir lebih banyak.

“Terima kasih.” Bian meninggalkan hp-nya di sofa, buru-buru pergi ke kamarnya dengan kepala yang menghadap ke atas untuk menghentikan darah yang masih keluar.

Bruk!

“Kepalanya jangan diangkat nanti saluran pernapasanmu tersumbat. Tundukkan kepalamu, sumpal pakai ini.” Sean menghentikan langkah Bian dan memberikannya sebuah sapu tangan.

“Terima ka- loh, kamu?” perkataan Bian terhenti oleh sosok yang sekarang berada dihadapannya yaitu orang yang menjadi korban salah sasarannya tadi sore, “Kamu dokter?”

Lihat selengkapnya