HARUN HILWA

Daud Farma
Chapter #6

Dia Telah Kembali

Harun membawa termos kecil yang berisi air panas. Harun memakai jaket hitam, celana jeans hitam, dan peci putih. Sampai di masjid Agung iqamat pun dikumandangkan. ⁣

⁣Harun masih ada wudhu dan langsung masuk ke dalam masjid Agung. Dia letakkan termos itu di bagian pojok sebelah kanan yang nanti ia akan duduk dan menghafal di situ. Kemudian Harun pun ikut salat jama'ah isya. ⁣

Imam salat isya kali ini jugalah pemilik suara paling merdu itu, yang tadi magrib menjadi imam. Di rakaat pertama ia membaca juz ke dua surah al-Baqarah ayat seratus tujuh puluh tujuh sampai dengan ayat seratus delapan puluh delapan. Di rakaat kedua mulai dari ayat seratus delapan puluh sembilan sampai dengan ayat dua ratus dua. ⁣

Seusai salat Harun menyalami imam masjid Agung itu untuk meminta izin. Ia ingin di masjid sampai subuh. Sang imam mengizinkan, ia malah ikut senang ada anak muda seperti Harun yang punya niat baik dan gigih menghafal kitabullah. Pak imam sangat berharap banyak anak muda yang iktikaf di masjid seperti Harun untuk menghafal al-Qur'an.⁣

⁣Harun duduk di pojokan sebelah kanan. Malam ini ia targetkan hafal dua juz. Setelah subuh ia ingin tidur sampai pukul tujuh pagi. Dari tujuh pagi ia ingin menghafal juz tiga dan juz empat. Harun membaca sebanyak tujuh kali perhalaman, lalu ia pejamkan matanya. Hebatnya ia bisa mengulanginya setelah membaca tujuh kali. Begitu ia lakukan sampai dua juz.⁣

Sesudah ia sampai di ayat terakhir juz kedua, ia rebahan sambil memutar suaranya sendiri yang ia rekam dan suara Syeikh al-Ghamidi dengan memakai headset. Setelah cukup setengah jam rebahan ia duduk dan membuat kopi. ⁣

Jam sudah pukul satu lewat dua puluh lima menit. Suasana kosong, sunyi, sepi, hanya dia sendiri di dalam masjid Agung. Dia ke teras depan, melihat jalan raya. Kota sepi, hanya sesekali saja ada roda empat yang lewat. ⁣

⁣Pukul dua pagi datang imam masjid yang tadi salat isya untuk tahajud. Dia mendapati Harun sedang memamakai headset, ia tahu Harun sedang mengulang hafalannya. ⁣

Sesudah selesai ia dengarkan suara syeikh Al-Ghamidi. Ia coba mengulangi juz satu sampai juz dua. Di juz satu masih ada salah lima ayat, kadang ia masih tertukar menyebutkannya. ⁣

Di juz dua ia salah delapan ayat. Lalu ia pun membaca ulang sekali lagi sampai juz dua dengan melihat al-Qur'an. Dia fokus pada kesalahannya. Setelah itu ia memasangkan headset di telinganya. Dia dengarkan lagi suaranya syeikh Sa'ad Al-Ghamidi. Begitu selesai ia dengarkan ia ulangi lagi dengan menutup mata, namun ia masih salah di juz satu dua ayat dan juz dua empat ayat. Dia baca lagi dan ia dengarkan lagi, begitu ia lakukan sampai subuh.⁣

⁣Dua puluh menit sebelum subuh, gurunya datang dan menyapanya. Lalu pak imam salat dua rakaat. Datang tiga dan empat orang bapak-bapak dan mereka juga salat dua rakaat. Tidak lama kemudian adzan subuh pun dikumandangkan. Harun masih tetap lanjut mendengarkan lima ayat terakhir di juz kedua. ⁣

⁣Setelah adzan dikumandangkan mu'adzin, berdatangan lah jama'ah subuh. Tampaknya mereka adalah orang-orang yang istiqamah. Setelah qabliayh subuh, muadzin iqamat lalu guru Harun berdiri di depan sebagai imam salat subuh. ⁣

Di rakaat pertama ia membaca surah al-Waqi'ah juz ke dua puluh tujuh dari ayat satu sampi ayat tujuh puluh empat. Di rakaat kedua ayat tujuh puluh lima sampai selesai di ayat sembilan puluh enam.⁣

Setelah subuh, jama'ah dizikir dan berdo'a yang dipimpin imam. Lalu jama'ah subuh saling bersalaman. Harun menyalami gurunya. Pak Imam lanjut membaca al-Quran sampai terang-kira-kira rumput sudah mulai kelihatan. Kemudian Harun mencoba mengulangi bacaan gurunya ketika salat tadi, dan ia berhasil mengulangi sampai ayat kedua puluh empat dan ia mengulangi hafalannya yang dua juz itu sekali lagi sebelum ia memenuhi kebutuhan matanya. Hebatnya ia lancar tanpa salah satu ayat pun! ⁣

Harun bangkit dan melakukan takbir, lantas ia pun sujud syukur. ⁣

Setelah salam ia berdo'a,⁣

"Alhamdulillah. Terima kasih pada-Mu yang Maha Pengasih, Maha penyayang dan Maha Pengampun. Engkau telah membukakan pintu hatiku untuk menghafal kalam-Mu. Allahummarhamni bil-Qur'an, waj'alhu lii imaamii wannuura wahudau warahmah ya Rabbal 'alamin." Lalu ia pun mengembangkan sarung yang ia bawa, ia jadikan kedua tangannya menjadi bantalnya. Harun tidur setelah membaca do'a dalam keadaan miring ke kanan.⁣

Gadis cantik berbulu mata lentik itu sedang menghafal juz ke tujuh belas. Dia pun sudah lancar juz sebelas sampai lima belas yang dulu masih suka lupa di ingatannya. Selama di rumah ia bisa lebih fokus dan lebih banyak lagi menghafal. Sekarang hafalannya sudah bertambah dua juz. Sudah tujuh belas juz ia hafal.⁣

Cara bidadari Perapat Hilir itu berbeda dengan cara menghafalnya Harun. Dia lebih ke teknik menghafal yang banyak-banyak membaca ayat yang ingin ia hafalkan tanpa mendengarkan suara Syekh siapapun. Tapi kalau lagi mengerjakan sesuatu dan sambil mengulang hafalan, biasanya ia mendengarkan suaranya syekh Mishary.⁣

 Dan ia hanya mentargetkan satu hari satu rubu' dan di hari berikutnya ia tidak menghafal hafalan baru melainkan membaca ulang sampai benar-benar kuat dengan hafalannya. Setelah menghafal di pagi itu, ia membuka hp-nya, di sana ada nomor baru masuk dari nomor yang tidak tersimpan di hp-nya,⁣

"Assalamu'alikum dek, Hilwa. Apa kabar ni? Udah lama sekali nggak ada kabar. Abang dengar kabar dari kawan abang, adek udah wisuda dan lagi di kampung ya? Ni bang Fathan." Berdebar hati Hilwa membaca isi inbox tersebut. ⁣

Pesan itu masuk pukul sepuluh lima belas tadi malam, Hilwa telah tidur. Fathan Mubina nama lengkap laki-laki yang sudah jadi tentara itu. Dia sedang bertugas di Banda Aceh. Dia adalah senior Hilwa yang dulu hampir jadi pacarnya ketika Hilwa masih aliyah. Hilwa pernah suka pada lelaki itu. Tidak ada perempuan yang tidak ingin dicintai lelaki ganteng yang sekarang rambutnya pangkas cepak itu. ⁣

"Wa'alaikum salam, alhamdulillah sehat bang, Fathan. Iya betul, Hilwa sudah di kampung. Bang Fathan apa kabar?" balasnya lalu ia pun menonaktifkan hp-nya.⁣

Dia lanjut rutinitas berikutnya yang sudah biasa ia lakukan sejak semester tiga dulu ketika masih kuliah yaitu membaca buku. Kalau tidak membaca buku, ia merasa ada yang kurang dalam harinya.⁣

Pukul sembilan pagi ka Feli bangun tidur. Tadi malam setengah jam sebelum subuh ia tiba di Medan. Dia menginap di rumah sahabatnya di Pancingan. Sahabatnya sewaktu kuliah dulu yang sekarang membuka rumah makan di rumahnya. Setelah sarapan ia pun berangkat dengan sahabatnya itu ke Petisah. ⁣

Namanya Chika. Adapun warung nasi sudah ia amanahkan pada pekerjanya. Sejak subuh tadi ia sudah memasak dan menyiapkan segalanya. Feli telah mengabari Chika dari dua hari lalu. Sampai di di Petisah belanja jilbab dan gamis perempuan. Habis satu juta tujuh ratus ribu rupiah. Lalu ia ke Medan Central. ⁣

Feli memilih kemeja-kemeja yang bagus. Dia memilih empat warna: merah, hitam, biru dan putih. Masing-masing lima warna per kemeja. Lalu baju koko, dan kebanyakan pakaian perempuan. Dia punya tempat belanja langganan. Oleh sebab itu ia mendapatkan diskon tiga puluh persen.⁣

Habis empat juta tiga ratus di Central. Setelah membayar, Feli bilang ke Chika agar membawa barang belanjaannya duluan ke rumahnya, sementara ia ingin pergi ke Gramedia Gajah Mada. ⁣

Setibanya di sana, adzan zuhur pun berkumandang. Feli membayar ongkos pada ojek online. Kemudian ia pun naik ke lantai dua.⁣

"Mbak," katanya pada penjaga yang mondar-mandir dari tadi di sekitar rak-rak buku. Mbak itu menoleh padanya. ⁣

"Tolong mbak ambilkan semua judul buku yang ada di dalam foto ini ya, Mbak. Aku tidak tau letaknya di mana, aku habis belanja pakaian tadi. Masih capek kali kurasa. Tolong ya, Mbak." katanya menjelaskan dengan menunjukkan foto buku berdiri rapi di rak dari Harun itu.⁣

Segera saja mbak penjaga gramedia itu membuka kamera hp-nya dan memfoto layar hp Feli. Lalu ia pun memilih-milih satu-persatu judul buku tersebut. Sementara Feli duduk di atas kursi dekat kasir.⁣

Lihat selengkapnya