HARUN HILWA

Daud Farma
Chapter #8

Dijenguk Bidadari

Sampai di sana mereka menanyakan ruang Harun, lalu masuk ke ruangannya setelah mendapat izin dari dokter.⁣

"Harun, kenapa lah kau siksa kali dirimu macam ni? Nggak kin bisa sebulan satu lembar aja kau hafalkan al-Qur'an, Run? Kenapa terlalu memaksakan diri, Dek?" Siti menangis. Dia tempelkan mukanya di tangan harun. Harun belum sadarkan diri. Jantungnya masih berfungsi. Kemudian Ilham mengabari Makwo-nya di Salim Pinim,⁣

"Harun sakit, Makwo Sekarang kami di RSUD. SAHUDIN." serak suara Ilham.⁣

"Innalillah. Betulnya kau ni, Ham? Sakit apa dia? Jangan kau buat aku takut, Ham. Udah meninggal atau masih sakit?" Pecah tangis makwo-nya. Dia sudah tidak tahu lagi bagaimana mengabari makwo-nya itu.⁣

 Tadinya Ilham ingin mengundang makwo-nya ke rumahnya dengan maksud bertandang. Tapi itu tampak seperti kekanak-kanakan jika akhirnya makwo-nya pun tahu sebenarnya Harun sedang sakit. Lagipula sudah tentu yang pertama dicari makwo-nya adalah Harun setelah tiba di rumahnya. Sehingga sebab itulah ia tidak bisa berbohong.⁣

"Kuharap, Makwo segera kemari. Harun sedang diinfus, belum sadar sampai sekarang." Makin pecah tangis makwo-nya. Ibu-ibu tetangga datang ke rumah Harun,⁣

"Kenapa kau menangis, Dah?" tanya tetangganya pada ibu paruh baya yang punya nama lengkap Paridah itu.⁣

"Harun-ku meninggal." makin jadi-jadi tangisnya. ⁣

Ibu Harun adalah penganut jika disampaikan berita orang sakit padanya yang sesungguhnya atau pun berbohong, dia tetap mengambil kesimpulan negatif berita tersebut bahwa yang bersangkutan telah meninggal. Jika dia mendapat telepon ada sahabat, sepupu apalagi anaknya yang sakit, dia percaya bahwa orang yang menelepon sedang berbohong, sebenarnya anaknya telah meninggal, menurutnya. Karena demikian yang biasa terjadi di desanya Salim Pinim. ⁣

Ibu-ibu dan bapak-bapak pun kumpul di depan teras rumah Harun. Mereka saling bertanya apa yang tengah terjadi. Akhirnya salah seorang coba menelepon ke Ilham.⁣

"Ilham, cobak dulu kau katakan sejujur-jujurnya, Harun sakit atau meninggal? Jangan kau tutup-tutupi lagi. Kami di sini sudah kumpul, ibunya menangis keras. Bukan ibunya saja, ibu-ibu yang mendengar ibunya menangis juga ikut menangis. Jangan kan ibu-ibu, aku pun selaku bapak-bapak dah mau netes air mataku ni. Kau bilang lah yang sebetulnya terjadi, Ham. Kalau udah meninggal kami tunggu jenazahnya dibawa ambulan kemari."⁣

"Begini, Bambkhu, dari awal aku udah paham apa yang akan terjadi. Jujur atau nggak klen pasti dah salah sangka,"⁣

"Usah kau panjangkan cakapmu, Ham, kau bilang aja sekarang!" Bambkhu-nya marah pada Ilham.⁣

"Harun hanya sakit, Bambhku. Tapi dia belum sadarkan diri." ⁣

"Alhamdulillah. Okeh-okeh, nanti kami jenguk ke sana." Volume telepon itu sengaja dikeraskan karena semuanya penasaran mendengarnya langsung dari Ilham. ⁣

Setelah mendengar penjelasan Ilham, semuanya diam, senyap, ibunya Harun juga diam, lalu tiba-tiba,⁣

"Alhamdulillah..." suara yang terdengar serentak. Semuanya yang sempat meneteskan air mata menyeka matanya sambil senyum-senyum.⁣

Malam itu juga ayah, ibu, Sari، dan Bambku Harun datang ke RSUD. H. SAHUDIN dengan dua motor. Sari bersama Bambku, ayah dan ibu Harun di motor satunya lagi. ⁣

Sampai di sana ibunya mendapati Harun sudah siuman. Ibunya langsung memeluk Harun. Air matanya masih mengalir.⁣

"Harun baik-baik ja, Mak. Hanya pening sikit ja tadi kurasa." ⁣

"Sehari semalam kau kerja sama abangmu rupanya, Run? Kurus kali kau mamak lihat?" Makin terisak ibunya melihat badan Harun kerempeng. Mendengar ucapan makwo, tampaknya Siti ingin mengklarifikasi,⁣

"Harun udah lima Hari libur, Makwo. Dia fokus menghafal Al-Qur'an."⁣

"Betulnya kau bilang tu, Siti?"⁣

"Iya, Makwo. Dia sehari semalam di masjid Agung, makan pagi dan siang aja dia ambil di bengkel. Malam baru dia balik ke rumah untuk mandi dan ambil bekal, Makwo."⁣

"Allahu Akbar Laa hawla wala quwata illah billah. Makwo pikir kerja lah adekmu, Ti. Kalau menghafal Al-Qur'an kenapa pula kek gitu kali? Setahu Makwo orang hafal Al-Quran nggak lah terus kek gini jadinya?"⁣

"Dia empat juz sehari, Makwo." sahut Ilham dari samping.⁣

"Yang betul aja lah kau ni, Run?"⁣

"Masih kek dulu rupanya kencangnya kepalamu menghafal, Nakku? Cobak dulu mamak tes hafalanmu kalau gitu."⁣

"Makwo, dia masih sakit. Nanti lah kalau dia dah pulih." Siti melarang. ⁣

"Nggapapa, Harun siap mamak tanya." sahut Harun.⁣

"Hah, cobak dulu kau carikan Makwo Al-Qur'an di rumah sakit ni, Ham. Kau pinjam dulu Al-Qur'an di rumah sakit ni."⁣

"Ada kin di rumah sakit Al-Quran, Makwo?" Siti tidak yakin.⁣

"Yeh, kan rumah sakit muslim kin ni? Kenapa pula nggak ada? Cak dulu kau pinjam Ilham." Ilham hendak melangkah tapi dilarang Harun.⁣

"Nggak usah bang. Pake Al-Qur'an di hp Harun aja, Mak. Tapi mamak harus ada wudhu."⁣

"Sejak kapan pula pegang hp harus wudhu?"⁣

"Di layar ini sedang aku buka aplikasi Al-Quran, jadi saat ini hp-ku jadi Al-Qur'an, Mak." ⁣

"Hum kek gitu kin. Untung mamak masih ada wudhu tadi dari rumah. Nah mamak tanya juz berapa ni, Run?"⁣

"Juz satu sampai juz dua puluh, Mak."⁣

"Humm okeh. Kalau mamak yang tes nggak mau mamak yang awal-awal, karena pasti kau ingat, mamak coba yang tengah-tengah aja. Coba kau bacakan juz kedelapan belas surah al-Mukminun ayat ke tiga puluh enam sampai empat puluh dua." kata mamaknya. Harun membaca ta'awudz dan basmalah dengan fasih, lalu membaca al-Fatihah kemudian membacakan ayat yang ibunya sebutkan.⁣

"Masya Allah, macam Harun mamak yang dulu mamak lihat. Betulnya kau ni, Run?"⁣

"Alhamdulillah, Mak."⁣

"Sekarang cobak kau bacakan juz ke dua belas surah Hud dari ayat seratus satu sampai ke seratus tujuh." Segera Harun membacakan ayat tersebut tanpa salah.⁣

"MasyaAllah, pas macam Harun mamak yang dulu. Kek mana ceritanya kau balik kek dulu lagi, Run? Senangnya mamak, Run."⁣

Harun hanya tersenyum, ia tidak perlu menjawab pujian ibunya.⁣

Pukul satu malam ibu Harun, Siti dan Sari pulang ke Pulo Latong. Sementara ayahnya, Bambkhu dan Ilham menetap di rumah sakit menjaga Harun. Paginya pukul delapan tiga puluh mereka balik ke pulau Latong dan istirahat. Ibu Harun, Siti dan Sari gantian menjaga Harun. Mereka membawakan bekal Harun. Ikan bakar dan sup ayam.⁣

⁣ Pukul sepuluh pagi Silsil datang bersama ibunya berobat ke RSUD. H. SAHUDIN. Sejak tadi malam ibunya tidak enak badan. Suhu badan ibunya tidak normal. ⁣

"Kak, Siti?" sapa Silsil pada Siti yang berpaspasan di ruang tunggu, Siti sehabis balik dari kamar kecil.⁣

"Silsil?"⁣

"Kakak sama siapa, Ka?"⁣

"Ini lagi jagain si Harun adek kakak."⁣

"Udah lama kak?" ⁣

"Tadi malam kira-kira abis magrib atau abis isya. Kakak nggak begitu ingat. Silsil sama ibuk ada apa?"⁣

"Owh ini ibuk demam, Kak. Ya udah kak, kami masuk duluan ya, Kak."

"Ya semoga lekas membaik ibunya, Sil."⁣

"Aamiin."⁣

Setelah berobat dan mengantar ibunya pulang ke desa Tebuluh, Silsil segera ke Rumah Makan Hilwa. ⁣

"Hilwa belum datang, Mak?" ibu Hilwa sedang menata makanan. ⁣

"Belum, bentar lagi paling." Silsil mengambil HP dari tas mungilnya yang selalu ia bawa kemana pun. Tuan putri desa Perapat Hilir itu sedang bersiap-siap hendak pergi ke Rumah Makan ayahnya. Sedang memasang pentul di jilbabnya, tiba-tiba Hp-nya berdering,⁣

Lihat selengkapnya