Sampai di jembatan Pante Dona ia pun berhenti dan duduk di tepi mengarah ke air sungai kali Alas mengalir. Dia berujar sesuai dengan kata hatinya,
"Angin, embuskan lah angin lupa padaku, agar aku bisa melupakan Hilwa. Masuklah ke dalam hatiku, terbangkan lah kegundahanku bersama embusan napas kesedihanku. Air, bawalah embusan angin masa lalu ini sejauh kau mengalir. Aku tidak ingin terganggu oleh ingatan akan Hilwa. Sungguh aku mencintainya, namun kuharap aku bisa melupakannya. Senja, sebenarnya aku ingin kau terus di sini, namun kau selalu hanya singgah di sore hari. Melihat kebiasaanmu itu senja, aku jadi teringat cinta Hilwa kepadaku yang hanya sebentar saja. Kuharap kau tak segera pergi sore ini duhai jingga karena aku sedang suka-sukanya melihatmu dari sini. Awan, tahan, jangan lah kau menangis melihat kesedihanku saat ini, aku masih kuat meskipun air mataku tidak bisa kutahan. Sembilan tandang, terus lah kompak seperti itu untuk selamanya. Jangan meninggalkan saudaramu sendirian seperti aku yang sedang ditinggalkan Hilwa. Jembatan, biarlah kau jadi saksi di sini, bahwa aku pernah duduk sendiri hanya untuk mengingat Hilwa. Motorku, kau adalah motor yang telah membawaku pada roda waktu memeluk kenangan akan senyum Hilwa. Ya Allah, apakah Hilwa benar-benar mencintaiku?"
Tidak lama kemudian Harun beranjak dari sana. Waktu magrib hanya dua puluh menit lagi. Tiba di rumah ia segera mandi. Sehabis mandi ia ke masjid dan mengimami salat magrib. Rakaat pertama ia membaca surah Ar-Rahman dari awal sampai ayat empat puluh. Pada tsani rakaat kedua ia membaca ayat ke empat puluh satu sampai akhir.
Selesai do'a ia berdiri dan memegang mikrofon. Semua jama'ah menatap heran. Mereka ingin segera tahu apa yang ingin disampaikan imam baru mereka.
"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Mulai besok magrib, silakan serahkan anak-anak bapak-bapak dan ibuk-ibuk ke masjid untuk mengaji bersama saya. Saya Harun bin Syukri ingin mengajari adik-adik saya di desa Salim Pinim ini untuk menghafal Al-Qur'an dalam dua minggu, jika tidak mampu dua minggu maka dalam sebulan hingga seterusnya sampai mereka benar-benar hafal. Demikian pengumuman ini semoga dapat diterima dengan baik. Wassalamualaikum warahmataullahi wabarkatuh."
Keesokan magribnya berduyun-duyun yang datang menyerahkan anak mereka pada Harun. Setelah diserahkan, ayah dan ibunya pun pulang. Harun mendata semua muridnya. Ada tiga puluh anak. Dia hanya menerima tiga puluh orang saja. Kalau nanti sudah khatam satu orang, maka segera ia menerima satu orang murid baru lagi.
Harun juga menyeleksi umur anak. Dia tidak menerima usia anak yang umurnya di bawah lima tahun atau di atas sepuluh tahun. Harun juga menyeleksi murid yang sudah tamat iqra alias sudah bisa baca Al-Quran.