Sampai di bengkel Harun sarapan. Sementara Ilham lanjut memperbaiki mesin motor pelanggannya yang kemarin sore diantar dan belum selesai sampai sekarang. Kepala motor itu hancur. Lampu dan kapnya mesti diganti dengan suku cadang yang baru.
Zuhur tiba Harun salat jama'ah di masjid Agung. Bakda zuhur ia temui gurunya itu. Langsung saja dipeluk pak imam karena bahagia dan rindu akan Harun. Keluar dari masjid Harun tidak langsung kembali ke bengkel, ia ingin membeli nasi dan lauk untuk makan siang. Harun singgah di rumah makan. Ayah Hilwa tidak ada di warung. Hanya ibunya.
"Ustadz Harun yang hafal al-Qur'an itu kan? Wah iya, masya Allah. Silakan duduk, Ustadz." Ibu Hilwa kegirangan dengan kedatangan Harun.
"Heheh, iya ibuk. Terima kasih."
"Saya itu kenal sama ustadz pas hari ujian tiga puluh juz ustadz itu. Udah lah ustadz pun hafal Al-Qur'an, suara ustadz pun merdu pula."
"Hehehe terima kasih ibuk. Ini saya mau beli nasi dan lauknya ayam satu ikan lelenya dua. Dibungkus ya, Buk."
"Wah, baik, Ustadz. Ada lagi, Ustadz?"
"Itu saja, Ibuk."
Ibu Hilwa amat senang kedatangan Harun. Senang karena ia tahu orang baik di depannya itu telah hafal Al-Qur'an tiga puluh juz. Tak dapat ia bayangkan bagaimana sulitnya bisa hafal al-Quran yang cukup tebal. Bahkan dia sendiri satu lembar pun tidak bisa hafal. Ibu Hilwa membungkus sesuai dengan yang Harun pesan.
"Ini untuk, Ustadz."
"Ini duitnya, Buk."
"Udah, Ustadz. Anggap saja ini hadiah untuk, Ustadz. Saya senang sekali dengan kedatangan, Ustadz. Saya menganggap, Ustadz adalah tamu saya, bukan pelanggan."
"Masya Allah, terima kasih ibuk. Semoga makin melimpah dan berkah rezekinya ya, Buk."
"Aaamiin."
Setelah Harun pergi, Silsil menelpon Hilwa mengabari kedatangan Harun. Putri kecilnya sedang tidur, sementara ia sedang membaca buku, luar biasanya girangnya Hilwa mendapat telepon dari Silsil.
"Makasih ya, Sil. Terbaik emang kau ni!"
Keesokan harinya Hilwa pun mulai masuk kerja. Dia bawa putri kecilnya dan ia ayun di kamar dalam warung itu. Kalau ia sudah bekerja, ia pasti salat jama'ah asar dan magrib di masjid Agung.
Selepas asar dilihatnya Harun di parkiran itu. Sengaja ia tunggu Harun di parkiran.
Dia datang mendekat,
"Assalamualaikum bang, Harun."
"Wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." terkejut, kaget dan bergetar kakinya melihat Hilwa tiba-tiba di hadapannya.
"Ini untuk, Abang." Hilwa memberikan buku fiqih wanita pada Harun. Berdebar hatinya dan bergetar tubuhnya menerima buku itu. Kemudian Hilwa mengambil nasi dan lauk dalam plastik yang ada di tangan Silsil.
"Ini untuk makan malam nanti, Bang." bertimbulan keringat dingin di tangannya menerima semua itu.
"Te..te..terima kasih ya, Dek."
"Iya, sama-sama, Bang. Nomor, Abang nggak aktif?"
"Aktif, Dek."
"Udah baca pesan yang Hilwa kirim?"
"Udah, Dek."
"Owh kirain gak aktif. Ya udah kami pamit duluan yaya, Bang."
"Ya, Dek."
Hilwa dan Silsil pergi, Harun masih duduk di atas motor GL Pro-nya, tak kuasa ia memutar kunci motor itu ke kanan. Keluar keringat dingin di telapak tangan dan lengannya.
***