Penglihatan Farida tak bermasalah memang Yos yang tadi menyelinap ke kamar Surya.
"Lainkali pastikan di luar tak ada yang melihatmu jika kamu masuk ke kamar,"
"Ya, Om," angguk Yos yang memang memanggil Om pada Surya jika hanya berdua.
"Bagaimana?" Surya menatap Yos.
Lelaki tiga puluh tahun itu mengeluarkan beberapa tablet dari saku kemejanya. "Obat pengganti ini mengandung zat pelemah syaraf,"
"Ya sudah kamu simpan tiga tablet seakan aku sudah meminumnya,"
Segera Yos melaksanakan perintah dari Surya dan meletakkan sisa tujuh tablet di atas meja.
"Baik, Om saya permisi dulu," pamit Yos lalu keluar kamar.
"Ya,"
*
Di kamar Farida gelisah mengingat perdebatan antara Yos dan Vina.
Terngiang kembali perdebatan keduanya.
"Non Vina aku memang baru dua tahun bergabung dengan keluargamu, tapi aku cukup mendapat kepercayaan dari Pak Surya, jangan lupa itu. Dan rencanamu bersama Sandi untuk meminta pak Surya istirahat saja memimpin perusahaan supaya dialihkan ke kamu cuma mimpi di siang bolong ..." tertawa ringan Yos.
"Awas saja kalau sampai kamu lapor Papa kalau aku ingin ambil alih perusahaan yang Papa pimpin, kusuruh orang mencelakai Farida!"
Kalau saja Farida tak mendengar sendiri ucapan Vina mungkin dia tak akan percaya. Selama ini Vina terlihat mengasihinya, begitu pun dirinya sangat menyayangi Vina. Sudah menganggap Vina kakak kandung sendiri. Tapi nyatanya gadis putri dari ibu Fitri istri tua ayahnya yang tak bisa memberikan anak pada suaminya karena rahimnya telah diangkat itu, diam-diam menyimpan api dalam sekam pada dirinya.