Yang disebut Wati dengan pengambilan sumpah---yang cukup membuatku geli dengan istilahnya---tentu bukan aku mengucap sumpah dengan kitab suci berada di atas kepalaku. Memangnya mau dilantik jadi presiden?
Namun, aku juga tidak menyangka kalau yang namanya pengambilan sumpah itu adalah ritual sadis yang nyaris primitif. Malam inisiasi berlangsung dramatis, dengan semua anggota gangster berkumpul di aula besar bawah tanah. Mereka berjajar memanjang membentuk barikade di sisi kiri dan kanan ruangan, sehingga tercipta lorong di tengah-tengahnya. Sementara Master Don berada di ujung, duduk di singgasananya. Yang lebih aneh lagi, mereka semua mengenakan jubah hitam menjuntai, sama seperti yang juga aku kenakan. Kemudian, setelah aku dipanggil, aku pun masuk ke dalam aula itu dan diminta berjalan ke arah Master Don. Semua pandangan anggota gangster di sepanjang sisi kiri kanan tertuju padaku. Jujur saja, hal ini membuatku gugup sekali. Rasanya seperti sedang berjalan menuju altar pengorbanan.
Setelah sampai di hadapan Master Don, kekalutanku semakin bertambah. Kini, aku bisa melihat pria tua itu membawa sebilah pisau di tangannya yang berkilat-kilat tertimpa cahaya lampu. Baru saja aku menelan ludah dengan susah payah untuk mengendalikan jantung yang berdentam-dentam seperti mau lepas, Master Don sudah berpindah posisi. Sekarang, dia tepat berada di belakangku. Tangannya yang kasar menyibak rambut sepunggung yang malam ini kubiarkan tergerai. Dalam satu kedipan mata setelahnya, aku bisa merasakan pisau yang berkilat-kilat di tangannya tadi menggesek kulit di bawah tengkukku.
"Aw!" Aku reflek memekik. Bersamaan dengan itu, ada cairan yang terasa mengalir turun ke punggung.
Namun, Master Don tidak berhenti. Dia terus mengiris dagingku dengan pisau sialannya. Aku sudah menangis sekarang. Pengkor dengan sigap ikut maju ke tempat kami. Tangan kekarnya memiting tanganku yang bersiap untuk berontak. Rasa sakit dan perih luar biasa menjalari tubuhku, namun aku tak bisa melakukan apa-apa selain terisak. Aku ingat betul pesan Wati tadi sebelum aku memasuki aula.
"Mbak, ada aturan tidak tertulis di dalam sana saat pengambilan sumpah. Apa pun yang terjadi, jangan melawan dalam bentuk apa pun. Atau sesuatu yang buruk akan menimpa Mbak."
Itulah yang disebut pengambilan sumpah. Calon anggota harus bersumpah dengan daging dan darahnya sendiri, bahwa mereka akan setia pada Master Don apa pun yang terjadi, seumur hidup. Jika berkhianat, maka pengkhianatan itu juga harus ditebus dengan darah dan daging. Bisa darah dan daging si pengkhianat, atau orang-orang yang dekat dengannya.
"Selamat datang, Aileen. Selamat bergabung dengan kami. Darah dan dagingmu telah bersaksi bahwa kau akan loyal dan tidak berkhianat pada keluarga ini. Sekarang, kami semua adalah keluargamu. Beri penghormatan pada Aileen."
Aku terpana saat semua anggota gangster dan Master Don sendiri membungkukkan badan dalam-dalam seperti orang sedang rukuk padaku. Anehnya, sikap mereka itu seketika membuat rasa perih di tengkukku hilang.
Malam itu, Aileen telah lahir.
*
"Master Don memang masih tradisional," ucap Pengkor sambil mengangsurkan sebotol soft drink padaku. Kami baru saja berlatih beladiri. Sebelum dipercaya memegang pistol dan menjalankan tugas, Master Don meminta Pengkor untuk mematangkan ilmu beladiriku.
"Keluarga mafia lain sudah tidak ada yang melakukan ritual iris daging itu. Lihat, ini membuat luka parut yang mengurangi penampilan, kan?" Pengkor menunjukkan bekas lukanya yang letaknya sama seperti punyaku.