Melihat darah segar mengalir dari kepala ketiga preman sialan yang tertembus peluruku, membuat lututku gemetar. Seketika aku langsung terduduk lemas, menjatuhkan pistolku, meski tidak juga kupungkiri ada kepuasan tersendiri di lubuk hati. Setan-setan ini sudah dapat balasannya. Sekarang mereka akan membusuk di neraka. Para pengawal yang ikut bersamaku segera mengurus jasad ketiganya.
Sementara, aku kembali ke markas, membersihkan diri dari percikan darah yang menempel di baju serta tubuhku. Setelah itu, aku segera merebahkan diri di tempat tidur dengan sejuta kekalutan. Aku benar-benar baru saja membunuh orang! Bukan hanya objek buatan seperti saat latihan. Gejolak batin kembali berperang hebat. Aku tahu ini salah, tapi di sisi lain aku menikmatinya. Bukankah orang-orang seperti mereka memang pantas mendapatkannya? Kemudian, lagi-lagi, entah setan atau hawa nafsu yang memotivasiku, tapi aku pada akhirnya memutuskan untuk terus berjalan di titian kelam ini.
Ya, aku sudah memutuskan. Untuk sekarang dan selamanya, aku bukan lagi Hasana. Akulah Aileen Romanova, sebuah nama dan kepribadian baru yang akan melekat di diriku. Nama yang disematkan langsung oleh Master Don, yang juga merupakan nama anak tunggalnya yang telah tiada. Di kemudian hari, aku tahu bahwa nama tersebut diambil dari salah satu pembunuh berantai yang berasal dari Amerika, Aileen Wuornos. Sempat mengguncang negeri Paman Sam, wanita yang bekerja sebagai penjaja seks komersil tersebut diduga membunuh tujuh pria sekaligus dalam kurun waktu satu tahun saja. Ya, aku rasa memang cuma bos mafia yang mau menamai anaknya dengan nama yang sama dengan pembunuh berantai.
*
"Kamu bisa menghilangkan bekas codet ini saja tanpa harus mengubah seluruh wajahmu, Nona." Salem berkata kalem padaku saat esok harinya dia berkunjung untuk memeriksa kondisi Master Don.
Kami berbincang di ruang biliar untuk membahas rencana operasi plastikku. Salem adalah dokter spesialis penyakit dalam yang masih sangat muda, kutaksir baru berumur tiga puluhan. Dia keturunan Arab dengan hidung khas yang sangat bangir, badan tinggi besar, kulit kecokelatan dan rambut ikal hitam serta alis yang tebal. Dilihat dari postur wajah dan tubuhnya, aku heran kenapa pria ini tidak memilih untuk jadi artis atau model saja daripada pusing-pusing mengurusi penyakit orang.
"Jadi kamu mau operasi di mana, Nona? Di sini atau di luar negeri? Sekalian jalan-jalan, boleh kan, Master? Saya ada rekan dokter bedah plastik hebat di Singapura. Langganan artis-artis," ujarnya sembari menatap penuh respek pada Master Don.
Master Don cuma terkekeh. "Terserah dia saja, Salem. Kau uruslah semuanya."
Kini, mata Salem yang menawan tertuju lurus padaku. Senyumnya merekah manis sekali, membuatku memutar bola mata. Cih! Laki-laki semuanya memang sama saja!