HASANA (Jalan Hijrah sang Gadis Mafia)

Ayu Fitri Septina
Chapter #19

19 - Negeri yang Aman

"Apa kamu menyesal ada bersamaku di sini sekarang, Na?" Nada suara Bang Hasan terdengar lemah.

Aku telah sampai di akhir kisah kelam yang kulalui selama enam tahun ini. Namun, pertanyaan Bang Hasan tidak mampu kujawab. Apakah aku menyesal meninggalkan kehidupan lamaku? Apakah perasaan muak dengan semua misi itu hanya sementara saja? Apa aku terlalu cepat mengambil keputusan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus berputar-putar di dalam otak tanpa bisa kutemukan jawabannya.

Yang pasti, jika malam itu aku memutuskan kembali, saat ini aku paling tidak sedang mendekam di ruang tahanan negara. Sehari setelah kejadian percobaan pembunuhan yang gagal di rumah bapak penyidik, beritanya langsung menggegerkan penjuru negeri dagelan. Dua rekanku berhasil dibekuk karena ada saksi mata yang melihat mobil mereka melaju tak lama setelah kejadian. Hal ini sedikit banyak membuatku bersyukur dan berpikir bahwa meminta tolong Bang Hasan bukanlah sebuah kesalahan.

Jika pun aku kembali, mungkin Master Don tidak akan memaklumi alasanku sampai gagal menjalankan misi. Di balik berita itu, ada satu hal yang membuatku lega. Bapak penyidik selamat. Peluruku hanya menyasar bahu, bukan jantung seperti setiap kali aku mengarahkan pistol pada buruanku. Orang baik itu telah menghancurkan rekor dan reputasi yang kubangun selama enam tahun. Baru kali ini aku gagal dan meleset menembak calon korban.

"Berita itu membuat semua orang geram, Na, apalagi para santri. Pak Kyai sampai menggelar salat hajat bersama untuk mendoakan bapak penyidik dan para pemimpin yang baik di negeri ini. Hukum di negeri kita benar-benar kacau," gumam Bang Hasan. Dia masih terlihat syok karena mengetahui bahwa dalang di balik peristiwa besar itu adalah aku. Adik kandungnya.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku. Kamu menyesal ada di sini sekarang?" Kini nada Bang Hasan berubah tegas.

Aku menggeleng lemah. "Tidak, Bang."

Desah napas berat berembus ya dari mulut Bang Hasan. Dia kembali meneguk botol air mineralnya dengan lebih dulu mengucap basmallah sebelum kembali menceramahiku.

"Kamu membenci Allah dan takdir-Nya, tapi pernahkah kamu berpikir kalau ini memang rencana Allah agar kamu menemukan-Nya kembali, Na?"

Aku menggeleng lagi. Tidak mengerti maksud Bang Hasan dan sama sekali tidak pernah berpikir demikian.

"Allah tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batasnya. Allah memberimu ujian seberat ini karena tahu kalau kamu bisa mengatasinya. Akui saja bahwa di lubuk hatimu, kamu tahu perbuatanmu selama ini salah. Meski kamu mengaku puas dengan apa yang kamu lakukan, apa kamu bahagia selama enam tahun terakhir?"

Pertanyaan Bang Hasan bagaikan belati yang menusuk dadaku. Entah kenapa, rasanya menyakitkan. Sakit karena aku tidak bisa menyangkal pertanyaan itu. Dia benar. Jika definisi bahagia adalah dari kemudahan hidup di dunia, mungkin aku bisa dikatakan bahagia. Tapi jika diukur dari ketenangan hati, maka hal itu sangat jauh dariku. Aku tidak pernah berani mengakui itu. Aku menutupinya dengan kesempurnaan hidup berupa kemewahan.

"Na, malam itu kamu dihadapkan pada dua pilihan. Allah membiarkanmu memilihnya, menentukan takdir hidupmu selanjutnya. Apakah kamu akan kembali pada Master Don, atau kamu mengikuti hatimu yang memberontak? Dan sekarang kamu ada di sini bersamaku. Kamu mengikuti kata hatimu. Itu adalah bukti bahwa nuranimu tahu kalau hal yang selama ini kamu lakukan adalah kesalahan.

Kamu bahkan terang-terangan menghubungiku untuk ikut ke pesantren, yang mana kamu tahu persis bahwa itu akan membawamu pada Allah, Dzat yang selama ini kamu benci. Ini adalah bagian dari rencana-Nya agar kamu bisa kembali menemukan-Nya. Seperti yang tadi kubilang."

Aku mencerna perlahan-lahan apa yang dikatakan Bang Hasan. Apa benar ucapannya itu? Apa keputusan yang kuambil tidak berdasar pada keadaanku yang terdesak dan ketakutanku pada Master Don saja?

"Na ..." Bang Hasan kembali bersuara. "Terkadang untuk menemukan setitik cahaya, seseorang harus lebih dulu berjalan di lorong yang gelap gulita."

Lihat selengkapnya