Kata orang, takdir dan nasib itu berbeda. Takdir adalah apa-apa yang sudah paten ditentukan Tuhan tanpa bisa kita ubah. Sementara nasib, adalah hal-hal yang masih bisa diupayakan oleh manusia. Aku bertanya-tanya mengenai jalan hidupku lagi, apakah hari-hari yang kulalui saat ini adalah takdir atau nasib? Apakah keberadaanku di pesantren adalah takdirku, sehingga sampai detik ini Master Don masih belum juga menemukanku?
Hitungan bulan sudah menginjak angka tiga sejak peristiwa kelam di rumah si bapak penyidik KPK. Dan yah, seperti yang kau lihat, aku masih hidup. Kau harus tahu bahwa ketika kau sudah berurusan dengan kelompok mafia, maka nyawa bukan lagi sesuatu yang berharga. Nyawa adalah hal yang murah yang bisa ditukar dengan batangan emas, patung berharga, lusinan senjata mematikan, atau kesetiaan. Di dunia bayangan tersebut, kesetiaan lebih berharga dari segalanya.
Ya, mungkin di mana-mana, sebuah loyalitas memang menjadi standar harga diri seseorang. Tak hanya di keluarga mafia, ternyata di pesantren pun diperlukan kesetiaan. Kukira awalnya semua orang yang ada di lingkup pesantren ini adalah orang-orang suci tanpa dosa---kecuali aku. Namun, kejadian yang cukup menghebohkan akhir-akhir ini membuatku berpikir ulang. Tidak ada manusia suci seperti itu setelah Muhammad. Semua orang punya dosanya sendiri-sendiri.
Kasus tersebut terkuak saat tiba-tiba seluruh staf pesantren dikumpulkan dalam sebuah rapat. Adam dan Bu Nyai langsung yang memimpin pertemuan tersebut. Aku, yang masih terhitung baru di sini, tahu dari yang lain bahwa rapat dadakan semacam ini menandakan ada sesuatu yang mendesak. Aku yang tak tahu sesuatu mendesak yang seperti apa, akhirnya tidak lagi banyak tanya. Lebih baik aku ikut saja.
Setelah salam, basa-basi pembukaan, Adam pun menyampaikan poin intinya.
"Sistem keamanan pesantren sedang diuji. Kita harus lebih memperketat lagi. Ada beberapa laporan dari santri yang kehilangan uang mereka. Jumlahnya cukup banyak dan bukan hanya satu dua santri saja yang mengadu." Adam mengembuskan napas berat setelah menyampaikan hal itu.
Kulihat, banyak staf yang saling berpandangan dengan raut wajah bertanya-tanya begitu tahu apa masalahnya.
"Tapi bukan cuma itu. Bendahara juga lapor kalau sudah tiga bulan terakhir, uang kas pondok jumlahnya sangat menurun secara signifikan. Seperti yang kita tahu, uang kas utama bersumber dari donatur pondok dan tiga persen keuntungan kantin serta koperasi. Memang jumlahnya tidak pernah tetap, tapi menurut bendahara, sudah tiga bulan ini uang kas tidak sesuai dengan hitungan jumlah donatur yang masuk dan penghasilan koperasi. Angkanya berselisih banyak sekali."
Sorot mata Bu Nyai yang selalu teduh, kini terlihat gusar dan menyiratkan kecemasan. Mendengar duduk permasalahannya, aku---yang seorang mantan kriminal---bisa menebak kalau pelakunya pastilah orang dalam. Mungkin dari santri atau justru pengurus sendiri? Yang jelas, tindakan seperti ini harus segera diusut tuntas.