HASANA (Jalan Hijrah sang Gadis Mafia)

Ayu Fitri Septina
Chapter #27

27 - Mimpi-mimpi Buruk

"Si Nur itu, sudah kuduga sejak awal. Dia itu ndak amanah! Lihat saja, kalau belanja, apa-apanya pasti ndak pernah genep! Cuma selama ini aku ya, mbatin thok. Ternyata benar, kan, uang belanjanya dikorupsi!"

Kepergian Nur sontak membuat geger staf dapur. Mbak Wati bahkan tidak segan-segan merepet sepanjang hari, membahas keburukan Nur. Gibah yang sangat hangat di dapur itu tidak kunjung usai sampai berhari-hari lamanya. Tak hanya Nur, tapi Rizki juga ikut keluar dari pesantren. Aku baru tahu kalau keduanya adalah saudara sepupu. Kenyataan tersebut membuat gunjingan para pengurus semakin riuh.

Rizki adalah pengurus bagian santri yang dapat mengakses seluruh ruangan di pesantren. Divisinya juga diamanahi membawa kunci duplikat kamar-kamar asrama santri. Karena itu, dia punya akses yang sangat bebas keluar-masuk asrama dan gedung-gedung lainnya. Karena kedudukannya sebagai pengurus, tentu saja tidak ada yang curiga meski dia bebas keluar masuk ruangan.

Pak Kyai dan Bu Nyai sendiri tidak bisa mencegah kepergian pengurus senior yang sudah mengabdi pada pesantren sejak lama. Namun, mereka juga menyayangkan sikap kedua muda-mudi itu. Kini, pesantren kembali tenteram. Skandal serupa tidak pernah terdengar lagi hingga berbulan-bulan lamanya.

*

Menjadi buronan yang tidak jelas statusnya seperti ini ternyata tidak ada asik-asiknya. Maksudku, kalau jelas-jelas jadi buronan yang dikejar polisi, kau tidak perlu merasa lega dan cemas sekaligus. Tidak membingungkan. Pada kasusku, aku bahkan tidak tahu apakah saat ini statusku sudah merdeka dari Master Don atau masih diburu oleh mereka. Kalau masih dalam daftar buronan, tapi mengapa aku masih bertahan hidup sampai enam bulan lamanya?

Kenyataan ini membuat perasaanku berubah-ubah. Suatu waktu lega karena mungkin saja aku benar-benar telah bebas, tapi sewaktu-waktu juga cemas bukan main. Aku takut Master Don atau anak buahnya tiba-tiba muncul di saat aku benar-benar lengah dan tidak punya persiapan apa pun. Pikiran itu membuatku gelisah sekali akhir-akhir ini.

Insomniaku semakin parah. Belum bisa aku mengatasi azan dan ceramah-ceramah yang memekakkan telinga, kini harus ditambah dengan pikiran yang kacau balau. Aku sering terbangun di tengah tidur karena mimpi-mimpi aneh, bahkan mimpi buruk.

Mimpi-mimpiku terus berputar pada Master Don yang mengacungkan pistolnya tepat ke jantungku, kejadian dramatis di rumah bapak penyidik, bahkan hantu-hantu masa lalu sering kali kembali menghampiri dalam tidur. Haryo, preman-preman pasar yang merudapaksaku, terus-terusan datang entah apa sebabnya. Hal tersebut tentu membuat rasa traumaku yang selama ini mati-matian kututupi, terbuka lagi.

Pernah suatu hari, Bu Nyai bertanya prihatin karena mengira aku sedang sakit. Dia bilang wajahku pucat, kantung mataku parah, dan mataku memerah. Terlebih lagi, tubuhku menggigil tanpa sebab padahal saat itu aku sedang sibuk di dapur. Bukan tidak enak badan, tapi pikiran dan mentalku lah yang sedang dijajah. Kilasan-kilasan buruk yang pernah terjadi dalam hidupku, seperti film yang terekam dalam alam bawah sadarku. Saat aku tidur, otakku akan memutarnya secara otomatis, menjadi mimpi yang benar-benar buruk.

*

"InsyaAllah kamu sudah aman, Na, ikutlah pulang. Apa kamu tidak kangen Ibu?" Siang itu, Bang Hasan menemuiku di dapur dan mengajakku berdiskusi di kantor kepengurusan santri.

Lihat selengkapnya