Hasrat Abu

Tiara Khapsari Puspa Negara
Chapter #15

Hasrat Tanpa Abu

"Aku...," ucapnya pelan, hampir bergumam.

Matanya menelisik ke arah meja yang biasa ia pakai untuk bekerja dan pandangannya terpaku ke sana selama beberapa menit. Dia merasa ada surat yang harus dibalasnya. Harus ditulisnya sekarang juga.

Anin menunduk,-membuat tetesan itu jatuh lagi-menatap buku catatannya sekilas dan kemudian pandangannya pindah kembali ke mejanya. Jawaban telah didapatkannya dan ekspresi keterkejutan itu tergurat jelas di wajahnya.

Dia masih tidak bisa percaya ini. Dia berhasil menelusuri masa lalunya, hanya dengan itu? Catatan itu? Secepat itu? Maka ketidak beranian apa yang sedang berteman dengannya selama ini?

Anin tertawa, menertawakan dirinya sendiri. Juga menangis, masih, menatap catatan itu yang sekarang dibawanya menuju meja. Dia harus menulis sebuah kabar, untuk pemuda itu.

Alamatnya? Langkahnya terhenti dengan pertanyaan dalam benaknya. Juga sesuatu di kakinya. Anin menunduk dan memungutnya. Amplop surat dari pemuda itu. Alamatnya terukir jelas di sana, begitu juga dengan senyum di wajah Anin. Dia menyeka air matanya. Lagi.

Anin menulis...

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Hai,

Aku Anindhita Prameswari, gadis yang menjeritkan kata angkuh tanpa tahu makna ketika kau langkahi rumahku dengan hajat untuk melamar dan aku malah menjamumu dengan tak layak.

Rasanya ini lilin pertama yang ku torehkan dengan canting untuk seorang pemuda. Jadi maaf, bila kata yang kutorehkan kaku. Itu sebabnya aku tak menghubungi dengan deret angka yang kau pahat di surat itu. Jika aku hubungkan gawai untuk memanggilmu, maka tertatih-tatihlah tata bahasaku yang jadi tak layak lagi. Mungkin kau perlu tahu kabar suratmu, surat itu sudah jadi barang yang terseok di tempat sampah.

Malam itu, suratmu menjadi sebuah mimpi buruk. Memanggil ketakutan dalam diriku hingga menyeruak, menjadikanku tergetar-getar dengan jantung tertatih-tatih berlari menghampiri malam yang ku punya dan ketakutan itu sama ketika aku menjerit di hari itu. Sebuah sebab yang membuat suratmu terseok di tempat sampah. Maafkan aku.

Kau ucapkan bahwa orang tuaku bacakan semua pesan di suratku itu. Soal kebingunganku, soal hajatku, soal hasrat abuku. Kau jadi tahu semua dan aku marah teramat sangat. Aku akan tulis dengan pesan sarkas bahwa sekalian saja kau tahu semua, segala-gala yang tertempel membentuk kisahku.

Lihat selengkapnya