Ibu pernah-bahkan mendekati sering-menceritakannya sebuah dongeng pengantar tidur dengan tuan putri yang bersemayam di dalamnya dan ketika itu pula senyum terus nyata pada wajahnya hingga kisah itu berakhir dengan bahagia. Dia akan selalu tersenyum ketika telinganya mampu menelisik setiap kata yang didengarkannya. Katanya tuan putri berparas manis yang jadi kesukaannya dan saat itu pula, tak hanya senyum secantik sabit yang terus ada, tapi deru napas antusiasnya terkadang terkekeh-kekeh menjadi alunan yang dibuatnya.
Ketika cuaca berganti menjadi musim penghujan, maka frekuensinya meminta sang ibu mendongeng menjadi lebih sering. Secara otomatis tangannya akan mematikan saklar lampu dan meminta ibu menyalakan lilin dengan aroma-aroma dongeng tuan putri yang dilafalkannya. Sekalipun tak pernah absen, tak pernah bosan.
Bukan.
Belum pernah bosan, tepatnya.
Belum.