Matahari sudah menyembul dari persembunyian ketika Falisha membuka mata. Di balik selimut tebal, dirinya tersadar, masih belum mengenakan apa-apa. Kejadian semalam sontak melintas dalam ingatan. Untuk yang kedua kalinya, dia merasa bahagia karena ‘sentuhan’ sang suami. Namun, mengapa sikapnya masih sering kali kasar?
Tidak ingin memikirkan hal yang membuat sedih, Falisha menggeleng perlahan. Bagaimanapun, dia yakin bahwa Arka pasti akan melunak dan bisa mencintainya secara utuh.
Beberapa saat setelah berhasil mengumpulkan kesadaran, Falisha memutuskan untuk bangkit dari tempat tidur dan membersihkan badan. Perempuan itu keluar kamar dan mendapati Arka tengah sibuk di dapur. Tatapan Falisha tertuju ke meja makan dan sudah tersaji beberapa menu makanan di sana.
Mas Arka masak? Ini betulan atau cuma mimpi? Falisha menggumam dalam hati.
Sesaat setelahnya, Arka menyadari keberadaan Falisha dan menyapa sang istri. “Udah bangun? Maaf soal kemarin,” ucapnya datar.
Falisha mencoba mengukir senyum meski terasa canggung. “Fal yang harusnya minta maaf karena udah ganggu privacy Mas Arka,” balasnya dengan sadar diri.
“Uangnya kenapa masih utuh? Kenapa enggak dipakai?” selidik Arka saat menaruh masakan yang telah matang di meja. Rupanya, dia tidak memindahkan uang yang semalam ditinggalkan untuk Falisha.
Sebelum menjawab, perempuan itu sedikit menunduk. Rasa dalam hatinya masih saja berkecamuk. “Fal pakai uang sendiri buat belanja.”
“Enggak usah sok enggak butuh. Nanti ngadu sama keluarga kalau enggak pernah dikasih nafkah,” ketus Arka.
Perkataan macam apa? Falisha pikir, Arka tidak akan lagi bersikap atau berkata-kata tidak enak yang menyinggung perasaan, tetapi nyatanya?
“Habis ini aku ada urusan. Kalau mau ikut, sarapan dulu.”
Kalimat itu membuat Falisha refleks mendongak. “Mas Arka ajakin Fal keluar?”
“Apa kurang jelas?” Laki-laki itu duduk di salah satu bangku yang mengelilingi meja makan. Tidak ada sedikit pun senyum di wajahnya.
Jika saja bisa, banyak sekali protes yang ingin disampaikan Falisha kepada suaminya. Namun, melihat sikap yang kurang bersahabat, membuat perempuan itu urung berbicara dan hanya menuruti perkataan Arka dengan menduduki kursi di hadapan sang suami.
Suasana hangat dan menyenangkan yang selalu dibayangkan Falisha sebelum menikah dengan Arka, sungguh berbanding terbalik. Duduk berdua di meja makan pun, Falisha merasa tengah bersama orang asing yang tidak dikenal.
Tidak ada canda tawa di sana, dan Falisha tidak bisa bermanja-manja kepada suami seperti pasangan bahagia pada umumnya. Lalu, apa gunanya bulan madu? Falisha yang mengira akan dengan mudah mengambil hati Arka, menjadi kurang bersemangat, karena dalam hatinya mulai dilingkupi keraguan. Meski sudah selalu berusaha, Falisha tetap saja hanya manusia biasa yang memiliki batas kesabaran.