"Oke, makasih udah sempetin dateng. Maaf banget udah ganggu waktu kamu."
Falisha mengerjapkan mata ketika sayup-sayup mendengar ucapan suaminya yang entah sedang berbicara dengan siapa. Perempuan itu hendak bangkit dari posisi tidur, tetapi gerakannya terhenti akibat pening di kepala. Jemarinya merasakan sesuatu menempel pada kening yang bahkan tidak Falisha tahu sejak kapan berada di sana.
"Syukurlah kalau kamu udah bangun."
Falisha melihat ke arah pintu kamar dan melihat Arkatama masuk membawa nampan berisi secangkir susu beserta piring kecil berisi dua lapis roti tawar yang sudah dioles selai cokelat kacang.
"Makan dulu sebelum minum obat. Aku buatin susu biar lebih kenyang." Arkatama berkata dingin setelah meletakkan nampan tersebut di atas nakas.
Laki-laki itu melihat Falisha yang kesulitan bangun karena rasa sakit kepala yang mendera. Tanpa diminta, dia membantu Falisha bangun perlahan.
"Fal kenapa, Mas?"
Perempuan itu merasa bingung. Pasalnya, yang Falisha ingat terakhir kali adalah momen ketika Arkatama pergi meninggalkan apartemen dan muncullah Arsya beberapa saat setelahnya. Namun, kenapa yang terlihat kini justru Arka? Di mana Arsya?
"Enggak inget, kalau kamu pingsan?" Arka meraih secangkir susu yang tadi dibawa dan mengangsurkannya ke arah Falisha. Dilihatnya sang istri yang sontak menggeleng. "Untungnya aku punya temen dokter di sini, jadi aku panggil dia buat cek kondisi kamu."
Falisha menyesap susunya perlahan. Dalam hati sedikit bersyukur. Karena mendadak sakit, Arkatama menjadi lebih perhatian. Namun, apa iya, Falisha harus sakit dulu supaya bisa mendapat perhatian dari suaminya?
"Nanti sore Mama sama Papa dateng. Awas kamu kalau sampai ngadu macem-macem soal Sabrina!"
Seketika Falisha tersedak. Baru saja dia berpikir tentang sikap Arka yang dirasa mulai berubah, ternyata sama saja.
"Minumnya pelan-pelan!" Arka memelankan nada bicaranya sembari menepuk-nepuk bahu Falisha.
Bagaimana tidak? Sebagai istri yang memang mencintai sang suami, Falisha sungguh berharap Arka bisa membuka hati untuknya, membuat dirinya merasa nyaman setiap kali berada di samping lelaki tersebut.
Namun, kenyataan justru di luar dugaan. Jika boleh jujur, Falisha mulai lelah menghadapi sikap ketus Arka. Terlebih, laki-laki itu masih saja menganggap seakan-akan Sabrina adalah segalanya, tanpa pernah berpikir bahwa dia sudah memiliki seorang istri yang harus dijaga hatinya.
"Fal enggak akan ngadu apa-apa kalau Mas Arka mau janji ...." Falisha memberanikan diri berkata. Sayangnya, kalimat itu harus menggantung di udara ketika tatap matanya beradu dengan kedua netra Arka yang menatapnya dingin.
"Janji apa?" selidik Arka.