“Mama betul-betul minta maaf, Falisha. Mama enggak pernah tahu kalau sikap Arka kurang baik ke kamu. Mama sama Papa sibuk sendiri sama bisnis kami sampai-sampai ... kurang memperhatikan apa yang terjadi dengan anak-anak Mama.”
Falisha melihat air mata menggenang di pelupuk mata mama mertuanya. Dia menggeleng samar sambil sesekali mencuri pandang ke arah Arsya. Pasalnya, laki-laki itu sudah berjanji kepada Falisha, tidak akan memberi tahu Salma maupun Wilis tentang sikap Arka yang kurang baik terhadapnya. Namun, apa yang terjadi? Arsya tetap memberi tahu mereka.
“Fal enggak apa-apa, Ma. Enggak ada yang perlu dikhawatirkan.”
Arsya bukannya tidak merasa bersalah, tetapi memang dia tidak mengadukan apa pun kepada Salma dan Wilis yang secara kebetulan, tadinya Salma ingin mengetahui bagaimana romantisnya Arka memperlakukan Falisha saat mereka sedang berdua saja. Sayangnya, satu kenyataan pahit justru harus mereka lihat.
“Gimana Mama enggak khawatir? Kamu sampai sakit begini, Nak.” Salma mengusap lembut surai panjang Falisha.
Perempuan itu meraih jemari mama mertua dan membawanya ke dalam genggaman. “Mungkin Fal kecapekan aja, Ma.”
“Bude ... apa Bude Mirna tahu tentang hal ini? Mama jadi enggak enak sama keluarga Bude Mirna,” aku Salma.
Falisha menggeleng samar. “Bude Mirna enggak perlu tahu, Ma. Fal enggak mau membebani Bude Mirna dengan pikiran negatif mengingat akhir-akhir ini, kesehatan Bude Mirna sedang kurang baik,” katanya. “Mama sama Papa juga enggak perlu khawatir. Mas Arka pasti bisa berubah dan akan lebih baik sama Fal,” tambahnya meyakinkan.
Meski niat Salma mengajak berbicara Falisha berdua saja di sudut ruang keluarga, tetap saja Arsya bisa mendengar pembicaraan mereka meski pelan. Dia terus memperhatikan sang kakak ipar dengan tatap heran. Hatinya terasa pedih melihat bagaimana Arka memperlakukan Falisha.
Diam-diam, tangan Arsya mengepal. Dia tidak terima perempuan yang dicintai terus disakiti. Tidak tahan, Arsya bangkit dan melangkah keluar dari apartemen.
“Kamu terlalu baik, Falisha.” Salma mengusap-usap lembut lengan Falisha.
Akhirnya, Falisha mendapat jawaban atas pertanyaan yang sempat berkecamuk dalam benaknya. Dia yang awalnya mengira bahwa seluruh keluarga Arka tidak bisa menerima kehadirannya, ternyata salah besar. Hanya Arka yang belum bisa sepenuhnya menerima kehadiran Falisha karena laki-laki itu lebih dulu menjalin hubungan dengan Sabrina.
Falisha sempat berpikir, jika memang Arka masih mencintai Sabrina begitu dalam, lantas kenapa dia menerima perjodohan? Kenapa dia tidak mengusahakan hubungannya dengan Sabrina agar direstui kedua orang tua?
Perhatian Falisha dan Salma sama-sama teralihkan ketika mendengar suara langkah kaki mendekat. Terlihat Arka yang membawa nampan berisi segelas air putih dan beberapa obat dari teman dokter yang tadi pagi datang untuk memeriksa kondisi Falisha.
“Minum dulu,” ucap Arka seraya meletakkan nampan yang dibawanya di meja, tepat di hadapan Falisha.
“Kamu bantu Falisha minum obatnya, ya. Mama mau ke kamar mandi sebentar.” Salma beranjak, kemudian menepuk bahu Arka dan berlalu begitu saja. Tidak ada senyum dan ramah-tamah terlihat di wajah wanita paruh baya tersebut. Dia masih kecewa terhadap Arka.
Arka menuruti titah sang Mama. Laki-laki itu duduk di samping Falisha dan membukakan bungkus obat, kemudian mengangsurkannya ke arah Falisha.
“Makasih, Mas.”