Hata-Hata Ni Dodo

Linggarjati Bratawati
Chapter #8

Chapter 8



“Jadi, Pak Unru itu Ayahnya Akarin?” tanya Obi memastikan. Untung saja, Arai dengan cepat menjelaskan soal hubungan Akarin dan Kakek. Dengan begitu, itu akan menutupi rahasiaku. Aku terus menatap tajam, ke Kakek, ia memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapanku.

“Mendengar Akarin dalam kesulitan, jadi bapak kesini,” jelas Kakek.

“Padahal tidak perlu sampai datang kesini,” Akarin merangkul Kakek Unru, mengelusnya dengan kasar. Ini pertama kali kulihat ia melakukannya, padahal sebelumnya wanita itu setengah mati menjaga jarak dan bersikap seperti anak anjing. Mungkin, ia terpaksa melakukannya agar terlihat meyakinkan.

“Sebelumnya, maafkan saya,” ujarku dengan bahasa yang formal.

“Tidak perlu, saya lega jika kamu baik-baik saja,” Kakek Unru tersenyum. Setelah itu, Aru dan lainnya pulang. Kakek sontak menghampiriku, bersikap seperti orang tua yang terlalu protektif pada anaknya.

“Sekarang katakan siapa yang melakukannya? Akan kukuliti dia satu persatu,” tekan Kakek.

“Aku baik-baik saja, lagi pula biar kuatasi sendiri,” ujarku sambil menyelimuti diriku.

Kakek menghela nafas, lalu berdecak,”Kamu terlalu memaksakan diri, Kakek merasa tidak berguna karena tidak melakukan apa-apa,” raut wajahnya terlihat frustasi. Kuberi pukulan kecil ke lengannya.

“Lihat? Aku masih bisa memukul Kakek, jadi aku masih baik-baik saja, jadi jangan khawatir," jelasku.

Kakek terkekeh, lalu mencubit kedua pipiku, “Aku sudah tahu, bahwa keras kepalamu itu diturunkan dariku,”

“Lepaskan Kek, kalo pipi tembem gimana?” protesku. Arai tertawa begitu juga Akarin. Momen seperti ini tidak pernah terjadi padaku di kehidupan pertamaku. Ini tidak terlalu buruk, aku merasa bahagia selama sesaat dan sedikit menyesal karena banyak melewatkan berbagai hal, salah satunya adalah menghabiskan waktu bersama keluarga.

Aku berhasil mendapatkan informasi lebih detail tentang Himam dari kenalanku. Himam adalah nama samaran, yang berarti pria itu disewa untuk menjadi orang lain. ia punya masalah keuangan, sehingga ia tidak menyelesaikan sekolahnya. Himam atau bernama asli Giran, memiliki catatan kriminal, diantaranya pernah dipenjara atas pencurian, dan pembunuhan.

Pria itu terbiasa bekerja di dunia malam, berkeliaran dengan identitas yang berbeda. Wajar saja, jika ia sulit ditangkap.

“Benar-benar orang mengerikan,” Aru terus menatap dokumen tentang latar belakang Giran.

“Kamu bisa mendapatkan informasi selengkap ini, sebelumnya pun begitu, kamu siapa sebenarnya?” tanya Obi terlihat curiga padaku. tentu saja itu wajar, siapapun tidak akan mengira bahwa siswi SMA Angkatan pertama, bisa berurusan dengan dunia gelap internet. Tidak hanya Obi, bahkan Aru dan Damar pun menatapku dengan cara yang sama.

“Sebenarnya aku pun penasaran, Kakak kenal orang-orang ini darimana?” Arai yang semula hanya fokus dengan komiknya kini perhatiannya tertuju padaku.

“Anggap saja ini semacam hobi, maksudku, awalnya aku penasaran dengan dunia seperti ini, tapi setelah kucoba, ternyata aku tidak bisa berhenti melakukannya,” jelasku sambil cengengesan.

“Sudahlah, kenapa kita harus curiga, ini Lesi loh, meski dia melakukan diluar nalar pun, bukannya itu wajar kalo dia yang melakukannya,” bela Damar. Aku merasa senang sekaligus kesal, karena pembelaannya rasanya seperti sedang menghinaku.

Obi dan Aru mengangguk, begitu pun dengan Arai, “Benar juga, ini Lesi, jika orang lain mungkin kita seharusnya waspada,” Obi membenarkan ucapan Damar.

“T-tunggu apa maksudnya itu? kalian baru mengejekku?” Aku protes.

“Mau gimana lagi, jika begitu adanya,” Arai melanjutkan membaca komik. Aku yang mendengarnya, hanya bisa cemberut.

 

 

Aku berada di sebuah gang yang dipenuhi oleh Bar. Sepanjang jalan, lampu-lampu dengan warna perpaduan merah dan ungu, menimbulkan suasana gelap. Bisa kucium aroma alkohol yang bercampur dengan parfum, menusuk hidungku dari orang-orang tergeletak dijalanan.

“Kamu yakin ini tempatnya?” tanya Obi memastikan sambil melihat pemandangan yang mungkin asing dimatanya. Begitu juga Damar, yang sedari tadi terus digoda oleh wanita untuk layanan khusus. Bagiku, mereka berdua seperti anak anjing yang tersesat.

“Aku benci tempat ini, aku heran kenapa orang-orang begitu suka mengunjungi tempat semacam ini,” keluh Damar sambil membenarkan kacamata tebal yang ia pinjam dari Obi.

Aku menatap ke arah Obi dan Damar, “Kan aku sudah bilang untuk tunggu bersama Arai dan yang lain, kalian sendiri kan yang memaksa mau ikut?”

“Tentu saja kan? Kami tidak bisa membiarkan seorang gadis SMA memasuki area terlarang,” protes Damar.

“Aku setuju, bisa saja ada pria-pria aneh mendekatimu,” timpal Obi. Aku mendelik sambil menghela nafas, justru aku lebih khawatir dengan mereka berdua ketimbang diriku. Ini bukan kali pertama aku datang kesini, sebelumnya aku pernah ke tempat ini bersama Miwa. Aku yang tidak bisa minum alkohol, hanya menemani Miwa untuk menemui mantan rekan kerjanya. Meski ujungnya, wanita itu teler juga.

“Ada yang bisa kubantu?” tanya resepsionis Bar. Ia memakai setelan Dress pendek berwarna hitam beludru, high heels dengan warna perak itu membuat wanita resepsionis tersebut terlihat anggun. Ditambah dengan rambut pirang yang terurai, menambah nilai kecantikannya.

“Aku mencari pria ini,” kutunjukkan foto Giran. Wanita itu tersenyum, “Giran ya, bisa tunjukkan kartu membernya?”

Kemudian kuberikan kartu member milikku padanya, wanita itu tidak curiga dan langsung mempersilahkanku masuk. Obi dan Damar mengikutiku dari belakang.

“Hei, jangan bilang kamu pernah kesini sebelumnya?” Obi menuntut penjelasan padaku.

“Aku akan jelaskan nanti, sekarang diam dan berhenti bertanya,” tegasku.

Ruangan kumasuki berbentuk persegi, dengan televisi yang memperlihatkan list lagu. Lalu aku duduk, menunggu kehadiran Giran. Tidak butuh waktu lama bagiku, ia pun datang.

“Maaf terlambat, jadi apa yang bisa kubantu?” tanya Giran. Setelah melihat wajahku, ia terlihat cemas. Bahkan berniat kabur, namun berhasil ditahan Damar. Untung saja, ruangan ini kedap suara. Aku bisa mengenalinya, hanya dalam sekali lihat.

“Apa kamu berniat balas dendam atas apa yang kau alami?” Giran terkekeh meremehkanku,”Kamu tidak bisa melakukannya, karena aku akan menyebarkan semua fotomu itu,”

Aku meminum jus yang sudah kupesan sebelumnya, lalu menoleh ke Giran sambil tersenyum, “Silahkan saja, dengan begitu kita bisa hancur bersama-sama, sayang sekali aku pun punya hal yang bisa menghancurkanmu,”

“Apa yang sebenarnya ingin kau katakan?”

“Giran, usia 30 tahun, pelaku pembunuhan dan pemerkosaan, tinggal di Distrik Janur bersama adik perempuan,” Aku berpura-pura mengingat-ingat sesuatu,” Ah kalo tidak salah namanya Nana, saat ini sedang dirawat di rumah sakit, benar begitu?”

Lihat selengkapnya