Hata-Hata Ni Dodo

Linggarjati Bratawati
Chapter #15

Chapter 15


POV Sita

 

Rumor itu semakin menyebar, melampaui harapanku. Orang-orang bisa dengan mudahnya menyebarkan sesuatu, menarik perhatian masyarakat pada pertunjukkan besar bernama skandal. Bagi mereka itu adalah sejenis hiburan, tapi bagi seorang idol itu mimpi buruk.

“Kita tidak bisa menahannya lebih lama lagi, sekarang apa jawabanmu?” tanya Manajer Felara sambil menggoyangkan gelas wine yang hampir habis.

Damar menemaniku, ia bersikeras meski aku sudah tegas menolaknya.

“Kami memutuskan tidak akan menggugurkannya,” ujar Damar mewakiliku.

“Apa kamu serius? Bagaimana mempertahankan karirmu, disaat kamu mengalami skandal seperti ini, seorang idol yang hamil itu dosa besar, penggemarmu bahkan belum tentu memaafkan itu,” tegas Manajer Felara. Apa yang ia katakan adalah benar, tapi membunuh bayiku, aku tidak bisa melakukannya.

Aku pun hanya menundukkan kepalaku, berharap pengampunannnya. Aku tidak lagi mempedulikan harga diriku, jika bisa menyelamatkan karir dan bayiku akan kulakukan.

“Saya mohon, bisakah anda pertimbangkan keputusan saya? Saya tidak bisa mengorbankan salah satunya,” ujarku dalam tangisan.

Manajer Felara terkekeh, lalu menghela nafas, “Kamu pikir saya akan bersimpati? Yang saya butuhkan disini adalah jawaban pastimu, saya tidak peduli dengan masalahmu, meski kamu menghilang, saya bisa mencari idol lain,”

Wanita itu lalu melemparkan sejumlah uang padaku, “Hanya ini satu-satunya belas kasihan yang bisa saya berikan padamu, sekarang pergilah, kontrakmu berakhir disini,”

Rasa sakit itu seketika menyobek dadaku, aku mulai kehilangan kendali atas diriku sendiri. 

“Saya mohon Manajer, saya tidak bisa berhenti begini saja, saya ingin tetap menjadi idol,” desakku pada Manajer Felara, sambil memegang kakiknya. Wanita itu menendangku, membuatku tersungkur. Damar sontak menghampiriku.

“Meski kamu merengek, itu tidak akan mengubah apapun, ini kesalahanmu yang tidak bisa menjaga tubuhmu dengan baik,” cecarnya.

Selama perjalanan aku hanya terdiam, pikiranku menjadi buntu. Damar mengenggam tanganku, semenjak mendengar ucapan Lesi yang jelas menohok untuknya. Pria itu mengubah sikapnya menjadi seperti semula, mungkin aku harus berterima kasih pada gadis itu.

“Semua akan baik-baik saja, aku disini bersamamu,” Damar menarikku dalam pelukannya. Rasanya benar-benar hangat, aku pun membalas pelukannya.

 

“Kapan kakak baik itu datang?” Kei terus mengajukan pertanyaan yang sama. Semenjak Lesi menolongnya, ia jadi begitu menggemarinya.

Suara benda yang dilempar terdengar, Ayahku membuat dapur menjadi lebih kacau, melemparkan teko yang sudah kuisi dengan air.

“Sudah kubilang aku tidak suka makanan ini? Keparat apa kamu hanya tidur dirumah seharian hah!” Pria itu mengamuk mengeluhkan hal kecil, padahal aku sudah membuatkan makanan untuknya, hanya karena tidak ada ayam goreng ia terus meracau tidak jelas. Ayahku menamparku berulang kali. Kei yang ketakutan bersembunyi di kamar.

“Bahkan uang yang Ayah berikan, ia pakai untuk bersenang-senang di luar,” Nova mengompori Ayah, sontak kemarahannya semakin membesar.

“Brengsek, tidak tahu diri, kamu sama saja seperti Ibumu,” teriak Ayah, entah sejak kapan sebatang kayu itu berada ditangannya, mengalun keras ke arahku. Aku melindungi perutku, dari pukulan itu.

Setelah puas memukuliku, Ayah pergi begitu saja, sepertinya ia akan mengunjungi rentenir dan meminjam uang lagi, lalu kemudian digunakannya untuk berjudi. Aku berharap bahwa ia tidak pernah kembali ke rumah ini.

Lihat selengkapnya