Tanganku bergerak mengelus perut mbak Firda, ada sensai tersendiri yang kurasakan. Apa mungkin inilah suatu kebahagiaan? Aku harap demikian. Kutatap lekat wajah cantik Mbak Firda, membelai lembut dan memberi kecupan hangat.
" aku bahagia banget mbak, aku gak percaya kita bakal jadi orang tua"
" apa Kamu bener-bener siap mas?"
" siap gak siap, aku harus siap apalagi selalu bersamamu mbak"
Mbak Firda tersenyum.
" mas mau anak laki atau perempuan?"
" kamu tahu aku bukan pemilih mbak...."
Aku memeluknya hangat, sehangat berakhirnya musim dingin dan di hari pertama musim semi tatkala pucuk merah pepohonan nenunaskan daun-daun. Seperti itulah rasa cinta dan kasihku pada Mbak Firda saat ini.
" mas... "
" aku seneng banget mbak, tolong jaga kandungan ini ya... Ini rejeki buat kita"
" iya mas"
" oh ya aku berjanji mbak, aku janji apapun nanti yang akan kamu dan anak kita makan, aku jamin itu semua halal hasil dari keringatku mbak" kataku meyakinkan.
" Mas, boleh aku minta satu hal? " tanya Mbak Firda.
" apapun itu mbak, apapun itu" kataku.
" kan kita tuh udah hampir jadi orang tua, mas juga seorang kepala rumah tangga, juga seorang suami"
" ya terus?" tanyaku memotong tak sabar.
" mungkin aku lebih tua mas tapi aku istrimu mas, tugas istri menghormati dan menuruti suami... Jangan panggil mbak lagi ya"
" itu gampang mbak, nunggu waktu luang" kata gw.
" aku serius mas"
" tapi kan udah nempel mbak"
" aku minta gak sekali dua kali lho mas" aku menangkap nadanya mulai serius.
Aku menghela nafas,"ya... Iya deh mbak"
" hmm..." Mbak Firda sinis menatap.