Hanya menunggu hari untuk Mbak Firda melahirkan dan artinya kita berdua resmi menjadi orang tua.
" gw selalu berdoa buat keluarga lu, keluarga kecil bahagiamu"
" thanks Kak Ness, gw juga berdoa semoga kelak lu juga mendapat dan merasakan kehangatan keluarga lu sendiri"
" amin, makasih... Jaga terus ya, gw bakal jenguk keponakan gw nanti"
" thanks Kak Ness" kataku.
Telepon tertutup, aku menghela nafas. Tak pernah kusadari selama kehamilan Mbak Firda, aku benar-benar melupakan Nerissa yang sudah memiliki tempat tersendiri di hati. Rupanya memang benar ia memiliki tahta miliknya sendiri. Kalau boleh jujur aku masih belum bisa menghilangkan rasa padanya, masih berat. Tapi aku adalah laki-laki sekaligus seorang suami yang memiliki tanggung jawab sebagai kepala rumah tangga. Tanggung jawabku jauh lebih besar daripada hanya sekedar rasa di hati. Meskipun begitu, sulit memang jika menyangkut urusan hati tapi aku tetap harus bersyukur dengan hidup yang sudah kujalani.
" belanja kebutuhan buat bayi doang??" tanya Rena.
" iya Ren" jawab Mbak Firda.
Ia meminta tolong Rena ikut membantu berbelanja kebutuhan.
" ada yang bisa saya bantu mas??" sapa pegawai toko.
" aah... Saya butuh yang itu, itu, itu, itu" kataku menunjuk barang-barang dan kuminta Mbak Firda untuk duduk saja karena aku takut dia lelah.
" beneran mas??"
" gak mungkin saya bohong! Kamu takut saya gak bisa bayar?"
" bukan begitu mas, maafin saya... Maksud saya apakah ini tidak terlalu banyak?" kata karyawan itu lalu masuk ruangan.
Kemudian muncullah seorang wanita yang kuyakin ia pemilik toko disini. Terlihat begitu berpengalaman nan bijak.
" bapak mau bikin panti asuhan butuh segini banyaknya??" tanya wanita paruh baya itu.
" enggak, ini untuk anak saya"
" emang anak bapak berapa??"