Nadya terlelap di bahuku, film malam ini belun selesai kami tonton. Ia masih memgenakan handuk membalut tubuhnya. Memang kami Pernah memiliki hubungan spesial meskipun tanpa ada rasa, tapi dibaliknya? Rahasia dibaliknya hanya kami yang mengetahuinya. Nadya sempat mengisi hati disaat Nerissa tengah jauh jarak menuntut ilmu.
Kilas balik masa lalu melintas untuk mengingat-ingat saat bersamanya tatkala gejolak masa muda dan keingintahuan mengoyak akal logika. Sebagai muda-mudi kami bisa bebas melakukan apasaja, bebas dalam artian sebenarnya hingga diluar logika akal manusia seumuran kami saat itu.
Hingga film usai, aku baru tersadar bahwa kami sudah dewasa. Dan kebebasan itu makin menjadi ketika kami tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Resiko sudah kami perhitungkan dan kami bisa mendapatkan apa yang kami mau walau hanya kesenangan sesaat.
" hmm..." ia mengigau
Aku mengangkat tubuhnya menuju ranjang, melepas apa yang seharusnya dan menyelimutinya tak lupa mengecup keningnya mengucap selamat malam.
Aku merebahkan diri disampingnya, memikirkan apapun yang bisa dipikirkan. Entah bagaimana Nadya bisa kembali memasuki kembali kehidupanki dan tak pernah bosan berkutat di dalamnya. Apa yang pernah kami lakukan di masa muda kini kembali terulang seolah menjelma tanpa ada rasa dosa.
.....
Suara lembut membangunkanku, Nadya masih setia di pelukan.
" bangun sayang" kata nya begitu lembut menenangkan.
Aku tersenyum melihatnya pagi ini. "jam berapa nih?" tanyaku sedikit kaget dan gusar.
" ngapain?? Hari sabtu kok, santai aja" kata Nadya mengeratkan pelukan mencegahku beranjak.
Aku masih mencoba beranjak.
" mau kemana sih, temani kakak dong disini" Nadya menggoda.
" Macam gigolo gw jadinya"
" jelas dong, kan lu brondong gw"
Nadya menarik kepalaku dan mendaratkan bibir mengecup lembut. Perlahan-lahan kecupannya makin menggila hingga kami terbuai di pagi ini, pagi penuh dosa bagi kami.
....
Setelah 3 bulan aku mendapat cuti panjang alias ijin liburan dari Tiffany, kakak Nadya.
Aku bersyukur bisa mengistirahatkan diri dari hiruk pikuk ibukota. Aneh mungkin, tapi aku malah merindukan gadis bergigi jelek alias Rena. Sebagai hadiah aku membelikan sebuah RC kelas hobby untuknya. Melihatnya jingkrak-jingkrak membuatku merasa tenang. Apa aku juga mulai terbiasa dengan Rena?.
Apa aku terlalu mudah jatuh terlena pada wanita?.
Lebih baik aku segera pulang untuk merebahkan diri, lelah terasa kembali ke ruangan menyedihkan dan menyenangkan tercampur aduk menjadi kenangan.
Mata enggan terpejam meski tubuh didera lelah, sepertinya memang aku harus berkunjung ke makam terlebih dahulu.
Aku tendang kick starter dan aroma pembakaran mulai tercium, nyala mesin sedikit tersendat karena tak pernah di nyalakan. Tapi lama kelamaan putaran mesin mulai stabil beriringan dengan meningkatnya suhu kerja.