Waktu liburan hampir habis, aku memanfaatkan untuk menemui Nerissa di Surabaya sebelum kembali ke ibukota.
Masih dengan kejutan tak terduga, aku sudah duduk manis di teras tatkala ia baru saja pulang dari tempatnya berurusan. Aku mendapatkan obat kerinduan tatkala Nerissa datang dengan wajahnya yang menunjukkan kebahagiaan.
Peluk eratnya begitu hangat terasa, rasanya seperti berakhirnya musim dingin yang membekukan hati ini. Kunikmati tiap detiknya yang mengalir begitu saja. Saat ia melepas pelukan, kebahagiaan ini serasa ada di tempat lebih tinggi dari sekedar angan sepasang insan bisa menggapainya.
Air mata bahagianya mengalir tak terbendung.
"Gw kangen, Kak Ness …," kataku mengarahkan ibu jari mengusap air matanya.
Ia menuntunku masuk, memberi suguhan nikmat penggoda lambung yang keroncongan.
"Enak …?"
"Seperti biasanya …!" puji dariku, tak ingin jujur akan rasa makanan ini mengingat ia sama sekali tak pandai akan hal ini.
Tapi kebahagiaan hari ini tak akan luntur begitu saja hanya karena cita rasa masakan dari tangan sialan perempuan gila bernama Nerissa.
....
"Di Jakarta, ngapain aja?"
"Banyak sih, berburu cewek salah satunya …," kataku menggoda.
Langsung saja cubitan mendarat tanpa ampun.
"Bisa-bisanya, ya, lu, kek gini …!" Wajahnya begitu kesal.
"Gw cuma ingin cari perhatian lu, gw kangen, Kak Ness …," kataku.
Langsung saja Nerissa memelukku,"Gw, kangen …."
Ia membenamkan kepalanya di dadaku, pelukannya begitu erat. Ada sensasi dan rasa tersendiri karenanya.
Basah terasa di dada, kubiarkan saja ia melakukan apa yang ingin dilakukannya hingga ia lelah lalu melembut desahan nafasnya. Ia terlelap ….
.....
"Gw ketiduran ya …," tanya Nerissa.
"Gapapa, kok …," kataku membenarkan posisi duduk, pegal terasa setelah menjadi sandaran lelahnya.
"Kenapa nangis, Kak Ness?"
"Gapapa …."
"Temen lu, jahat, ya?"
Ia menggeleng.
"Tempat kerja lu?"
Ia mengangguk kemudian menceritakan kisah pilunya disana, kisah pilu itu sebenarnya sedih untuk profesinya tapi entah kenapa aku malah tertawa.
Nerissa menatap tajam, mungkin berpikir aku adalah psikopat. Tak ayal, cubitan mendarat mulus di perut!.
"Sakit, cok!" protesku.