Tangannya begitu erat menggenggam, sensasi halus nan lembut masih terasa. Dingin angin malam begitu menusuk meskipun langkah kaki engan untuk berhenti, terlebih melihat senyum terpancarkan dari seorang Nerissa Arviana.
Kami berhenti menelusuri bibir pantai dan memilih duduk ditempat yang telah disediakan.
" gw jadi inget waktu lu praktek dan lu bela belain nyamperin gw kesini"
" oh ya??" tanyaku sambil membuka botol bir.
" gak mungkin dong lu lupa"
" gw gak lupa, saking banyaknya kenang bareng lu... Gw harus obrak abrik lagi memori di ingatan gw yamg isinya cuma lu doang" kataku menggombal.
" gombal lu! Sumpah gw eneg denger lu gombal, kasih nasi kek"
" jadi lu laper?" tanyaku.
" alhamdulillah lu sadar"
" hei! Agama ente apa?"
" elu ya cekokin gw pake islam, ajak gw mualaf dong" kata Nerissa.
" maaf, saya bukan pak ustad" kataku beranjak mengajaknya mencari makanan.
....
" kenyang banget gw"
" enak sate babinya?" tanyaku.
Nerissa melotot, ia mual.
" harusnya gw ya, bukan elu" kataku.
" kan haram bodoh, ngapa lu ngajak makan sate babi?"
" siapa bilang, kalo gak ada makanan lain boleh kok" kataku berkelit.
" banyak ya asu!" kata Nerissa.
Aku tertawa memilih merokok menghadap jendela.
" tumben lu gak marah?" tanyaku.
" gw tahu rasanya stress"
Ia mengeluarkan sebungkus rokok menthol di tasnya.
" sejak kapan lu ikutan ngerokok?" tanyaku.
" sejak lu ancurin vape gw" katanya sambil menyulut korek.
Aku menarik rokoknya dan membuang ke asbak.