Penghujung akhir tahun, tak banyak yang bisa kulakukan sebenarnya. Nerissa masih sulit iukendalikan, aku benar-benar ingin keadaan kembali membaik seperti sedia kala saat semua jawaban bodoh tak keluar dari mulut sialan ini.
Aku memilih beranjak, sebentar lagi jam Rena pulang dari tempatnya bekerja.
Hari ini aku akan menyusulnya di kantor, sudah cukup lama aku menunggunya sambil sesekali melihat motor bebek berwarna oranye dengan oli bocor memenuhi mesin. Cukup lama motor ini terdiam tanpa ada yang memakai termasuk aku sendiri. Motor penuh kenangan sejak kumiliki semasa SMP.
Mataku berkali-kali melihat pergelangan tangan seperti orang gila, padahal aku sendiri tak mengenakan jam tangan. Cukup lama aku menunggu Rena dan akhirnya setelah bergulat dengan HP, dia muncul. Kuajak dia menuju cafe terdekat.
" Ren... Gw minta maaf ya, buat kemarin" ucapku sore ini.
" iya, gw tahu perasaan lu... Kalo gw diposisi lu, gw juga punya pikiran yang sama. Kalo gw boleh jujur, ucapan lu memang buat gw sakit! Tapi gw seneng lo jujur akan perasaan, Gw juga minta maaf gw bentak sama diemin lu, Gw dulu selalu egois, mungkin sekarang saatnya buat elu yang egois, Gw gak apa-apa" kata Rena tersenyum lembut. Entah apa maksudnya, banyak hal yang tak bisa kumengerti dari gadis satu ini.
" enggak Ren... Gw gak mau egois seperti yang gw bilang kemarin" kataku.
" terus kalo gak mau egois, apa mau lu?? Lari?? " tanya Rena.
" entah Ren, gw gak tahu " jawabku lemah.
" kapan lu berangkat ke Australia? " tanya Rena menghela nafas panjang.
Aku cukup kaget darimana ia tahu rencanaku yang akan berangkat ke Australia tahun depan. Rupanya memang ia selalu tahu hampir tiap langkah yang akan kuambil.
" gw gak tahu ren, Mungkin secepatnya " kataku.
" sebelum berangkat lu harus bisa perjuangin apa yang ada di depan lu" kata Rena menatapku, tapi anehnya aku sama sekali tak punya keberanian untuk membalas tatapan Rena.
" entahlah Ren! Tapi gw ingin segera kesana" kataku.
" lu ke Australia ingin lari atau ada sesuatu? " tanya Rena curiga.
" entahlah Ren... Entah kenapa gw pingin kesana, Dan gw pikir lu mesti tahu kenapa gw ingin segera kesana " kataku bohong, sengaja mengelak pertanyaan Rena. Ada sesuatu yang harus kucari di Australia.
" iya gw tahu, lu cari tempat pelarian... Tapi jika lelah dengan pelarian lu, pulang! Gw disini selalu menunggu " kata Rena lembut menyentuh hati kecilku.
" thanks ya ren, lu memang orang spesial buat gw " kataku yang sebenarnya tak ada keinginan pulang setelah aku di sana sesuai rencana, tapi perkataan Rena bisa dengan mudahnya membuatku berpikir keras.
" Ren pulang yuk! " ajakku.
Sore itu aku mengantar Rena pulang.
" eh om, saya mau langsung pamit pulang" kataku sesampainya di rumahnya.
" kita ngopi ngopi dulu! Saya memaksa!!! " kata papa Rena sedikit menakutkan buatku. Padahal aslinya ialah pria yang menyukai humor receh. Entah kenapa kadang aku masih menyimpan ketakutan dengan gaya manusia yang satu ini.
Malam itu aku mengobrol banyak dengan Rena dan papanya!. Banyak yqng kita obrolkan, salah satunya tentang kedekatan keluarga!. Aku tahu arah pembicaraan itu, tapi aku hanya memilih untuk pura-pura bodoh dalam hal itu. Dan akhirnya obrolan itu harus diakhiri karena malam semakin larut!.
" ingat! Kalo lelah dengan pelarianmu Pulang" kata Rena.
" iya Ren!! Doakan gw nanti kalo sudah disana " balasku.
Kaki menendang kick starter, tapi motor ini sedikit susah menyala.
" Waktunya turun mesin tuh" ucap Rena melihat asap tipis keluar dari knalpot.
" Males ah gw... "