Aku masih diam, beberapa hari setelah kejadian perkelahian di depan rumah Nerissa, masih saja ia membisu.
" Kenapa lu??" Tanya Rena.
" Mikir semalam gw makan apaan bisa diare hari ini" Kataku.
" bodoh kalo lu gak ingat"
" Bukan gak ingat ya ... Gw cuma mikir kok bisa kena diare, gw gak makan pedes pedes"
" Kali aja makanan lu kotor"
" Gw kan kebal, lu tahu gw udah biasa makan padahal tangan kotor... Lu tahu lah"
" Maka dari itu! Jangan sembarang kalo bisa, cuci tangan dulu yang bener!" Kata Rena mengingatkan dengan caranya yang khas.
Tiba-tiba perut kembali berbunyi, tanda-tanda isi perut akan segera keluar tak tertahankan. Aku segera menuju tempatnya membuang isi perut. Tak perlu kubagikan posisi favorit ketika melakukan hal ini. Karna memang aku juga tak mau menulis hal menjijikkan ini.
Selesai dengan urusan buang sial, gw kembali duduk di depan TV tanpa ada keinginan untuk menyalakan. Rokok dan kopi menjadi teman saat ini.
" Gak mungkin lu masih mikir kena diare" kata Rena dengan seenaknya mengambil alih kopi milikku.
" Sok tahu"
" Lu masih mikirin Nerissa"
Aku hanya memandangnya.
" Kann!!" Kata Rena tertawa dengan tebakannya yang benar.
" Hmmm"
" Lu itu gak pandai bohong, hafal banget gw sama muka lu"
Kembali kurebut kopi dan menyeruputnya, jadilah kami berbagi secangkir kopi.
" Lu gak tanya kenapa gw bisa se santai ini??" Tanya Rena.
Aku hanya menolehnya sejenak, ia bisa membaca isi pikiran otakku untuk saat ini.
" Gw tahu lu pasti bertanya-tanya kan??" Kata Rena.
Ia kembali menyeruput kopi.
" Gw sudah menemukan apa yang gw cari, jadi gw bisa santai"
Aku hanya merespon dengan menghisap rokok dalam dalam.
" Bagus lah, gw turut bahagia" kataku.
" Ya... What's belong to me, will simply find me" Rena begitu percaya diri.
" Gw gak mau kepo atau apapun itu, gw ingin tanya...."
" Ya... Lu benar, ada hubungannya sama lu" kata Rena membaca isi pikiranku.
" Dari dulu sampai sekarang lu selalu sandera gw untuk ikut di lingkaran setan masalah lu"