Aku tengah berada di parkiran menunggunya, jarang sekali ia berada sampai malam di rumah sakit ini. Cukup lama aku menunggunya hingga ia keluar, wajah lelahnya tak bisa disembunyikan dan tetap begitu cantik di mataku.
" Mau makan dulu?" Tanyaku.
" Gw masak aja ya dirumah" katanya
Aku menelan ludah jika ia ingin memasak.
" Gw bantu ya" kataku menawarkan bantuan daripada tangan sialan itu mengacaukan banyak hal.
" Boleh"
Aku lega ia ingin dibantu, mengingat rasa masakannya yang tak karuan itu membuatku bergidik ngeri. Tak lupa kuambil bunga di kursi belakang untuknya.
" Thanks" goresan senyum indahnya terukir apik di wajahnya.
Senyumnya tak luntur dalam perjalanan pulang kami. Lagu lagu kembali memunculkan memori tatkala tiap lirik lagu kami nyanyikan. Tiap tarikan suaranya naik turun menembus kewarasan, layaknya kesejukan menyertai dalam musim semi.
" Lu mau ke Jakarta??" Tanya Nerissa
" Iya" aku masih fokus mengemudi
" Di Jakarta lu kerja apa sih?" Ia membuka tas kecilku untuk membuat isinya berantakan seperti biasanya.
" Aaa... Gw bingung sih"
" Gw serius"
Aku masih berpikir bagaimana cara mengatakan tentang pekerjaan yang seharusnya tak boleh dikatakan.
" Janji lu gak marah?"
" Haa??"
" Jadi gini Kak Ness, gw gak boleh kasih tahu pekerjaan gw sebenarnya"
" Maksudnya?"
" Nadya gak bolehin gw umbar tentang pekerjaan"
" Nadya??" Tanya Nerissa.
" Ah, Alice maksud gw" kataku menyadari bahwa hanya aku yang memanggil nama Alice dengan sebutan Nadya.