Perkelahian yang kulakukan menyisakan tuntutan ganti rugi dari pemilik karaoke. Aku mendapat jaminan dari Nadya. Tapi itu tak menyurutkan niat untuk kembali mencoba menghabisi Mike. Aku akan mencari di rumah sakit sepulang dari sini.
Ubun-ubun sedikit terasa nyeri setelah aku mencabut pecahan kaca. Darah mengalir tapi tak kuhiraukan. Nadya menculikku untuk pulang.
" Mau apa lu??" Tanyaku.
" Obatin lu"
" Gak, gak perlu"
" Nanti infeksi" kata Nadya.
" Bodo amat"
" Kena tetanus, mati lu"
" Baguslah..."
Aku mendengar raungan knalpot yang begitu kukenali. Pekerja Nadya membawa motorku yang diamankan kesini. Aku segera ambil tas selempang bersiap untuk kembali pergi. Tapi Nadya menahan dengan keras tak ingin melepas.
" Please jangan pergi" tahan Nadya.
" Gw cuma ingin pulang"
" Gw tahu gimana sifat lu"
" Nad"
Deru nafasnya mulai memburu, nyaring suara tangisnya terdengar. Ia menangis, aku tak bisa menilai apakah Nadya menangis betulan atau hanya sandiwara.
" Lu tahu gw gak pernah suka lihat lu berkelahi"
" Gw hanya mau pulang Nad" sergahku.
" Bohong!!"
Yap! Ia bisa membaca pergerakanku. Hanya ia yang bisa membaca pergerakanku dan bisa menipu dengan begitu mudah.
" Gw gak bisa jaga amanat istri lu, untuk jaga lu sebaik-baiknya"
Aku menghela nafas memutuskan untuk tetap tinggal dikediamannya malam ini. Ia membawa nama Mbak Firda untuk melumpuhkanku dan ajaibnya ia berhasil. Kini tugasku untuk membuat dirinya tenang. Malam ini aku uga harus memikirkan cara untuk menghabisi seorang Mike. Tapi pikiranku buntu karena Nadya. Dan malam ini juga aku harus menghabiskan waktu di penjara rumahnya bersama gelap malam menikmati dosa menunggu pagi menampakkan diri.
*****
Pagi menjelma menjadi penyesalan tak berkesudahan setelah menikmati indahnya menghabiskan malam dengan dosa. Dan dengan cara ini aku bisa lepas. Aku menunggu hingga malam untuk kembali beraksi.
Mike masih berani berkeliaran dengan luka, dia berada di sebuah cafe sederhana. Dan bodohnya ia masih bersama temannya kemarin. Maka tak perlu basa-basi lagi bagiku untuk menghajarnya.
Pukulan dan tendangan aku terima, begitu juga aku yang melancarkan serangan membuat cafe yang telah sepi karena larut malam itu menjadi arena pertarungan. Kursi dan meja berterbangan, beberapa warga melerai kami. Aku yang begitu kesetanan tak bisa berhenti begitu saja. Keamanan cafe turut mendapatkan bogem mentah dariku. Akhirnya aku tak berkutik setelah dilumpuhkan banyak warga.
Ada 5 orang yang menahanku di tanah agar tak bisa bergerak lagi. Tapi aku meronta untuk melepas diri.
" Panggil pak ustad!! Ada orang kesurupan!!" Teriak salah satu warga.