Satu bulan di Australia sudah cukup untukku menenangkan diri. Tak ada kejadian berarti saat aku di sini, kecuali pernikahan bapak yang ... Entahlah... Tak ingin kubahas.
Dan waktunya aku kembali.
Dalam pesawat, tiba tiba pikiran tentang Nerissa kembali muncul. Rasanya menyesal menaiki pesawat pulang. Tapi aku harus tabah. Aku mulai tak sabar untuk berjumpa dengan Rena. Kenapa akhir-akhir ini aku begitu rindu dengan dirinya. Apalagi suaranya yang meneriakkan makian ketika ia tengah kesal.
Hingga pesawat mendarat, aku menemui dirinya yang menunggu.
" Akhirnya seorang Firmansyah Slamet pulang!" Masih terdengar ia kesal karena aku tak mengajaknya.
" Eits... Jangan panggil gw Slamet, nama gw sekarang konggretulesyen!!"
" Tai lu!"
" Kan bener..."
" Ngent*d!" Maki Rena.
Ia masih fokus pada jalanan tol, aku sempat was-was dan menawari untuk menyetir. Mengingat ia baru saja bisa menyetir mobil dan langsung turun di jalan tol.
" Kenapa sih lu gak mau ajak gw??"
" Lu belum ada paspor, ngurusinya lama banget Ren... Keburu gw bunuh diri"
" Apa hubungannya lu bunuh diri sama gw buat paspor??"
" Really nigga??" Heran gw.
Setelah keluar pintu tol, akhirnya aku bisa tidur nyenyak dalam mobil tua miliknya. Walau panas dan tak bisa meredam suara tapi aku tetap bisa tertidur pulas.
Ketika membuka mata, aku sudah sampai di rumahnya.
Lalu suara deru mobil merapat, ada mobil Mbak Vana yang datang bersamaan.
" gw yang ngasih tahu, ada yang mau diomongin penting" kata Rena.
" ogah, anterin gw pulang ren..." perintahku.
" penting, cuma sebentar kok" kata Rena.
" Lebih baik gw jalan kaki" kataku langsung keluar mobil.
Mbak Vana mengejarku, aku sudah tak peduli dan melanjutkan jalan kaki pulang ke rumah.
" Penting" ucap mbak Vana menahan bahuku.
Aku melepasnya dan masih terus berjalan.
" Ternyata lu masih pengecut ya tuan #&$(@//@- !!!" Ucap mbak Vana menantang.
Aku cukup kaget bagaimana ia bisa memanggil dengan cara yang paling kubenci, tangan sudah mengepal.
Mbak Vana duduk di depanku, menyerahkan tas. Aku jengkel melihat wajahnya, tapi aku bermusuhan dengan Nerissa rasanya tak etis jika memusuhi Mbak Vana karena Nerissa.
" Sudah cukup Nerissa buat gw sakit mbak" aku menolak permintaan Mbak Vana untuk hadir dipernikahan Nerissa.
Aku sudah menolak mentah-mentah dengan rasa sakit hati dibuatnya. Untuk apa juga aku menambah sakit?? Aku tidak peduli. Mbak Vana juga tak mau kalah untuk memohon, lama-lama aku mengiyakan dengan terpaksa. Akhirnya aku mau datang tanpa syarat, lalu mbak Vana pergi.
" lu kenapa sih Ren??" tanyaku.
" hei, jangan marah ke gw! Hobi lu marah-marah gak sembuh-sembuh!!" Rena yang malah gantian marah.
Aku menenangkan pikiran, lalu meminta antar Rena untuk pulang. Aku ingin istirahat agar lusa bisa hadir di pernikahan Nerissa.
Dan di hari H entah kenapa pagi ini aku sudah siap, setelan yang dibelikan Mbak Vana kemarin cocok banget. Insting wanita semacam Mbak Vana patut kuacungi jempol.
Ada perasaan aneh menyelimuti, aku menunggu lama. Akhirnya Rena datang dengan sebuah motor!!.
" kok pake ginian??"
" gw gak ada kendaraan lain nih..." kata Rena.
" ya usaha kek... Manja amat lu jadi orang"
" heh!! Udah untung gw bawa motor! Lu bawa apaan?? Sandal?? Lu mau ke gereja naik sandal?? Bangsad juga lu lama-lama!" Rena malah marah.
Akhirnya kami berangkat dengan motor matic dan ketika hampir tiba di gereja di kota, motor ini mogok.
" gw beliin lu motor kenapa gak dirawat ren... Lu kenapa sih??!! " Darah tinggi seperti akan kumat.
Rena menendang kakiku, sakit sekali.
" mogok gak bisa diprediksi!!"
Setelah perdebatan kami memilih menuntun menuju rumah Nadya untuk pinjam kendaraan Nadya. Aku menghubungi Nadya karena posisinya memang sedang tak di rumah.
" bawa BMW ini donk, biar keren gitu..." kata Rena ngelus-elus grill.
" ogah! " kataku.
" tapi gw mau naik BMW biar macam orang penting, lu jadi supir... Gw dibelakang jadi majikan" pinta Rena.
" ogah, gw ogah pake BMW" kataku.
" terus mau pakai apa?? Yang paling keren cuma BMW ini doang"
" siapa bilang??" tanyaku.
Aku membuka pintu garasi, kukeluarkan sport car milik mendiang papa Nadya. Meskipun jarang dipakai, mobil ini harus prima jika sewaktu waktu dipakai.
" gw baru tahu kalo Nadya punya ginian" kata Rena
" ini milik papanya, udah ditinggalin gitu aja... Yaudah gw rawat biar gak jadi bangkai, gw kasihan tiap tahun masa bayar pajak buat bangkai..."
" Kok lu lancang, main pakai"
" Bacot lu! Mendiang papanya aja gak rewel" Kataku.
" janc*k!"
Setelah berkendara dengan sedikit ngebut akhirnya kami sampai di Gereja. Aku parkirkan mobil di tempatnya, tiba-tiba ada mercedes biru nyelonong hampir menabrak mobil ini. Dia masih berani menunjukan batang hidungnya Di acara pernikahan Mike dan Nerissa.
Otomatis kaki menendang grill, tapi airbag gak muncul. Dia mungkin membuang airbag karena trauma. Dia tersenyum seolah-olah menghina kekalahanku. Aku langsung buka pintunya, menarik kerah bajunya siap dengan kepalan di tangan.