Hay... Kak ness

Firmansyah Slamet
Chapter #124

Part 102


Satu bulan di Australia sudah cukup untuk gw menenangkan diri. Tak ada kejadian berarti saat gw disini, kecuali pernikahan bapak gw yang ... Entahlah... Tak ingin gw bahas.

Dan waktunya gw kembali.


Dalam pesawat, tiba tiba pikiran tentang Nerissa kembali muncul. Rasanya menyesal menaiki pesawat pulang. Tapi gw harus tabah. Gw mulai tak sabar untuk berjumpa dg Rena. Kenapa akhir-akhir ini gw begitu rindu dengan dirinya. Apalagi suaranya yang meneriakkan makian ketika ia tengah kesal.

Hingga pesawat mendarat, gw menemui dirinya yang menunggu.


" Akhirnya seorang Firmansyah Slamet pulang!" Masih terdengar ia kesal karena gw tak mengajaknya.


" Eits... Jangan panggil gw Slamet, nama gw sekarang konggretulesyen!!"


" Tai lu!"


" Kan bener..."


" Ngent*d!" Maki Rena.


Ia masih fokus pada jalanan tol, gw sempat was was dan menawari untuk menyetir. Mengingat ia baru saja bisa menyetir mobil dan langsung turun di jalan tol.


" Kenapa sih lu gak mau ajak gw??"


" Lu belum ada paspor, ngurusinya lama banget Ren... Keburu gw bunuh diri"


" Apa hubungannya lu bunuh diri sama gw buat paspor??"


" Really nigga??" Heran gw.


Setelah keluar pintu tol, gw akhirnya bisa tidur nyenyak dalam mobil tua miliknya. Walau panas dan tak bisa meredam suara tapi gw tetap bisa tertidur pulas.

Ketika membuka mata, gw sudah sampai di rumahnya.


Lalu suara deru mobil merapat, ada mobil Mbak Vana yang datang bersamaan.


" gw yang ngasih tahu, ada yang mau diomongin penting" kata Rena


" ogah, anterin gw pulang ren..." perintah gw.


" penting, cuma sebentar kok" kata Rena.


" Lebih baik gw jalan kaki" kata gw langsung keluar mobil.


Mbak Vana mengejar gw, gw sudah tak peduli dan melanjutkan jalan kaki pulang ke rumah.


" Penting" ucap mbak Vana menahan bahu gw.


Gw melepasnya dan masih terus berjalan.


" Ternyata lu masih pengecut ya tuan #&$(@//@- !!!" Ucap mbak Vana menantang.


Gw cukup kaget bagaimana ia bisa memanggil gw dengan cara yang paling gw benci, tangan gw sudah mengepal.


Mbak Vana duduk didepan gw, menyerahkan tas. Gw jengkel melihat wajahnya, tapi gw bermusuhan dengan Nerissa rasanya tak etis jika gw memusuhi Mbak Vana karena Nerissa.


" Sudah cukup Nerissa buat gw sakit mbak" Gw menolak permintaan Mbak Vana untuk hadir dipernikahan Nerissa.


gw sudah menolak mentah mentah dengan rasa sakit hati dibuatnya. Untuk apa juga gw menambah sakit?? Gw tidak peduli. Mbak Vana juga tak mau kalah untuk memohon, lama lama gw mengiyakan dengan terpaksa. Akhirnya gw mau datang tanpa syarat, lalu mbak Vana pergi.


" lu kenapa sih Ren??" tanya gw


" hei, jangan marah ke gw! Hobi lu marah marah gak sembuh sembuh!!" Rena yg malah gantian marah


Gw menenangkan pikiran, lalu meminta antar Rena untuk pulang. Gw ingin istirahat agar lusa bisa hadir di pernikahan Nerissa.

Dan di hari H entah kenapa pagi ini gw sudah siap, setelan yang dibelikan Mbak Vana kemarin cocok banget. Insting wanita semacam Mbak Vana patut gw acungi jempol.

Ada perasaan aneh menyelimuti, gw menunggu lama. Akhirnya Rena datang dengan sebuah motor!!


" kok pake ginian??"


" gw gak ada kendaraan lain nih..." kata Rena.


" ya usaha kek... Manja amat lu jadi orang"


" heh!! Udah untung gw bawa motor! Lu bawa apaan?? Sandal?? Lu mau ke gereja naik sandal?? Bangsad juga lu lama lama!" Rena malah marah.


Akhirnya kami berangkat dengan motor matic dan ketika hampir tiba di gereja di kota, motor ini mogok.


" gw beliin lu motor kenapa gak dirawat ren... Lu kenapa sih??!! " Darah tinggi gw seperti akan kumat.


Rena menendang kaki gw, sakit sekali.


" mogok gak bisa diprediksi!!"


Setelah perdebatan kami memilih menuntun menuju rumah Nadya untuk pinjam kendaraan Nadya. Gw menelpon Nadya karena posisinya memang sedang tak di rumah.


" bawa BMW ini donk, biar keren gitu..." kata Rena ngelus elus grill


" ogah! " kata gw


" tapi gw mau naik BMW biar ke orang penting, lu jadi supir... Gw dibelakang jadi majikan" pinta Rena


" ogah, gw ogah pake BMW" kata gw


" terus mau pakai apa?? Yang paling keren cuma BMW ini doang"


" siapa bilang??" tanya gw


Gw membuka pintu garasi, gw keluarkan sport car milik mendiang papa Nadya. Meskipun jarang dipakai, mobil ini harus prima jika sewaktu waktu dipakai.


" gw baru tau kalo Nadya punya ginian" kata Rena


" ini milik papanya, udah ditinggalin gitu aja... Yaudah gw rawat biar gak jadi bangkai, gw kasihan tiap tahun masa bayar pajak buat bangkai..."


" Kok lu lancang, main pakai"


" Bacot lu! Mendiang papanya aja gak rewel" Kata gw


" janc*k!"


Setelah berkendara dengan sedikit ngebut akhirnya kami sampai di gereja. Gw parkirkan mobil di tempatnya, tiba tiba ada mercedes biru nyelonong hampir menabrak mobil ini. Dia masih berani menunjukan batang hidungnya Di acara pernikahan Mike dan Nerissa.


Gw tendang grill, tapi airbag gak muncul. Dia mungkin membuang airbag karena trauma. Dia tersenyum seolah olah menghina kekalahan gw. Gw langsung buka pintunya, menarik kerah bajunya siap dengan kepalan di tangan.


Lihat selengkapnya