Hay... Kak ness

Firmansyah Slamet
Chapter #130

End Of The Line


Hampir satu tahun kehidupanku Dengan Rena berjalan sangat menyenangkan dan membahagiakan, seperti sebuah mimpi indah tak terlukiskan kata-kata. Suka duka kurasakan sebagai seorang suami dari Rena. Seperti kata Mbak Firda didalam mimpi yang masih kuingat betul. Jalanku masih sangat panjang untuk bertemu dan jalanan terjal yang akanku lalui. Apakah jalan terjal baru saja terjadi antara aku dan Nerissa adalah awal?.

Aku tak bisa berpendapat karena bisa jadi jalan lebih terjal dan menguras emosi menunggu untuk dilalui.


Memikirkan perkataan disini membuatku haus dan tak fokus akan pekerjaan didepan. Salah satu duka yang kurasakan kali ini bukan dari Rena, melainkan pada dunia yang tengah mengalami awal pandemi hingga 1 tahun lamanya. Entah konspirasi global atau hanya kebetulan saja tiap 100 tahun selalu ada penyakit mematikan menghampiri bumi bahkan Nusantara. Banyak manusia mulai tertular penyakit ini. Membuat pemerintah melakukan peraturan untuk tetap di rumah serta membatasi kegiatan secara menyeluruh. Dan hal ini berakibat langsung pada bengkel.


Aku harus mengurusi bengkel ini seorang diri, aku memilih memutar rolling para pekerja agar kami tak terlalu lama berkumpul. Dengan pekerjaan yang menumpuk untuk kendaraan niaga yang tak berhenti, tidak seperti kendaraan pribadi. Syukurlah aku tak merasa sakit seperti lainnya. Hal ini tetap aku manfaatkan agar dapur di rumah tetap mengepulkan aroma makanan.

Aku sangat-sangat bersyukur masih bisa bekerja walaupun sendiri.

Tiba-tiba terlintas dipikiranku mengenai Nerissa sebagai garda depan pertahanan saat ini. Apakah ia akan baik-baik saja menjadi pahlawan saat ini. Tanganku bergetar hebat saat pahlawan dalam kesehatan di Nusantara telah gugur. Pikiran buruk tentangnya mulai terlintas, takut apa yang kukhawatirkan benar-benar terjadi. Dan kini aku tak bisa berpikir jernih, hingga kuputuskan menghentikan pekerjaan karena ini menyangkut keselamatan diri sendiri.


Saat itulah aku mendengar deru mesin Dengan cara mengendalikan yang begitu kukenali, siapa lagi jika bukan Nerissa. Awalnya aku khawatir tapi kali ini berubah menjadi emosi ketika ia tak menuruti permintaanku. Ia kembali lagi setelah sekian lama pergi dari hidupku!.

Terlihat ia menghampiri, raut aneh diwajahynya tak bisa kuartikan.


" Maaf, kita tidak saling mengenal" kataku.


" Satu tahun ini gw tahan apa yang harusnya gw sampaikan"


" Maaf, kesempatan lu sudah berakhir satu tahun yang lalu" tanganku memegang handle Pintu, ingin segera menutup gerbang bengkel, " Gw harap lu belajar untuk tidak menyia nyiakan kesempatan"


Nerissa menahanku, raut wajah sedihnya mulai ia perlihatkan. Ada yang ia tahan di matanya.


Lihat selengkapnya