HAYALISM : Antusiasm

Pipo Vernandes
Chapter #1

KOPI WARUNG

Merinding Adalah Kebenaran 

“Penyesalan terbesar bukan terletak pada ketakutan yang tidak terjadi, tapi pada ketidakberanian untuk melangkah.” 

Kata-kata itu selalu terngiang, kerap menghantui jejak langkah seorang pria. Hidup yang ia rasakan seperti pertaruhan dengan dua sisi, menang atau kalah. Tidak ada win-win solution, seri, imbang, atau remis. Hitam dan putih itu nyata beda, abu-abu hanyalah kata untuk menghibur dirinya yang tidak berani untuk menjadi salah satunya. 

Ia mencium wangi daging dengan lemak yang meleleh di atas wajan pemanggang induksi, aroma itu membuai hidungnya dan memenuhi sebuah ruangan apartemen. Ia tambahkan garam, lada, dan sebutir bawang putih untuk menambah kaya aroma yang terbawa oleh asap dari wajannya. 

Mulutnya tak sabar dimasukkan daging yang sedang dimatangkan, pink berganti menjadi keabuan dan menggelap dengan garis hitam yang menjadi penanda daging sudah siap disantap. Berewok dan kumis tipisnya yang menyambung seperti garis pada lapangan sepakbola, terlihat dari mangkok stainless yang berisikan nasi di hadapannya. Garis itu naik turun, mengikuti gerakkan mulutnya yang meniup-niup saat panas dari daging menginjak lidahnya. 

Ponselnya berdering, ia segera basuh indra perasanya itu dengan seteguk kola dingin. Ia dekati dan melihat nomor yang menghubunginya adalah nomor baru yang tidak ada di daftar kontaknya. 

Ia menjawab panggilan tersebut dengan menyapa. Sejenak tak ada jawaban, hening beberapa detik dan sapaan itu dibalas oleh seorang wanita. Suara wanita itu terdengar lembut dengan nada bicara yang terdengar akrab di telinga, tak asing rasanya, pikiran pria itu pun menerka. 

“Din... Ini JJ.”  

Suara ceria terdengar di ujung sana. Terkaannya betul dan tentu membuatnya kaget. Spontan ia tarik ponsel dari telinganya dan melihat layar ponselnya sembari berpikir. Air mukanya berubah seakan tak percaya. Ia pastikan lagi apakah benar yang ia duga dengan bertanya hal yang sama sampai tiga kali, “Ini JJ? Jani Felicia?” 

“Bener Kakak Dino... JJ yang dulu di panti.” 

Merinding sekujur tubuhnya, Dino merasa seperti ada kulkas yang terbuka di belakang tengkuknya, dingin seketika menjalar ke seluruh anggota badannya, hal itu membuatnya harus menggosok lengan untuk mengurangi rasa merindingnya. Dan, itu adalah sebuah penanda, bahwa apa yang ia dengar adalah sebuah kebenaran. 

Saling bertukar kabar adalah hal yang wajar, kala dua insan yang lama tidak menjalin komunikasi merajut lagi hal yang lama terputus. Rasa rindu yang tercampur nostalgia menjadi bahan bakar untuk mereka berbicara.  

 “Udah lama banget, udah 15 tahun ya, J?” tanya Dino sambil berjalan menuju balkon tempat tinggalnya di lantai 33. Ia nyalakan sebatang rokok dan mengisapnya perlahan sembari melihat warna oranye yang sangat pekat di langit sore kali ini, dan dihiasi oleh awan yang membuatnya semakin berwarna. Asap rokoknya terbawa angin dan terburai di langit kota. Sesekali pandangannya menatap ramainya Kota Belago (pengucapan “Be” pada Belago seperti mengucapkan kata Bengkok bukan kata Bengkak) di Sabtu sore ini, hilir mudik manusia dan kendaraan membuat hidup suasana ibukota negara Waya ini. 

Sejatinya, 15 tahun adalah waktu yang lama untuk 2 insan manusia tidak berkomunikasi secara langsung, dan akan terjadi kecanggungan ketika memulainya lagi. Tapi juga ada yang bisa langsung bercerita banyak, seolah mereka telah saling terikat dan saling memahami, seperti Dino dan JJ. 

Dino adalah seseorang yang memiliki banyak pengikut. Ia adalah mantan “Raja” dari platform Hayalism. Keberhasilannya menjuarai perlombaan yang diadakan platform itu, membuat namanya menjadi tinggi. Seluruh negeri mengenalnya dan semua orang membicarakannya. Setelah kemeriahan yang ia dapat, mendadak ia menghilang. Dan kini ia menjelma menjadi salah satu bagian dari perusahaan Hayalism itu sendiri. 

“Eh, Din, gua sekarang di Belago juga nih, ketemu yuk!” 

“Lu gak tanya dulu, gua kosong apa gak gitu?” 

“Ye... itu kan kayak di hayal lu, Din!” 

“Hehe. Kok, lu tahu sih? 

“Siapa orang di negeri ini yang gak nonton itu? Video hayal lu itu udah jutaan orang yang nonton, Din.” 

"Hahaha. Ayo! Kapan mau ketemunya dan di mana?” Dino memainkan rokok yang menyala di tangannya dengan bersandar pada pagar balkon apartemen. Ia begitu menikmati suara lembut yang ia dengar melalui speaker ponselnya. Terbayang wajah JJ yang sedang berbicara, membawanya masuk ke memori masa kecilnya. 

“Besok sore ya, di Kopi Warung.” 

... 


Ba... Ti... Ta... 

Keluar dari mobil sedan Matsuda merah, Dino turun dengan kaos hitam berbalut celana dan jaket Jin, serta sepatu bot kulit hitam dengan benang kuning. Tubuhnya tinggi dengan pipinya yang sedikit bulat dan rambut ikal pendek yang tak rapi tersisir. Alisnya tebal dengan bekas luka kecil pada sudut kanan mata kanannya.  

Dino masuk ke dalam sebuah kafe yang selalu ia ceritakan dalam video hayalnya, video yang menjadikannya seorang juara. Kafe ini memang merupakan tempat favoritnya untuk melepaskan penatnya setelah bekerja.  

Membuka pintu kafe, matanya langsung menyisir area sekitarnya. Tak lama, ia sudah tentukan satu titik fokus matanya berada, pada seorang perempuan yang melambaikan tangan ke arahnya. Mulut perempuan itu tersenyum dengan wajah yang semringah. Sama persis! Dino melihat JJ yang tak beda dengan apa yang ia lihat di sosial media. Wajahnya masih melekat senyum yang dulu selalu menemani. Ia berdiri menyambut Dino yang menghampirinya. Matanya menatap Dino dengan senyum yang keluar dari bibir tipisnya. Rambut hitamnya tergerai dan bergelombang yang menutupi sebagian punggungnya. Ia mengenakan gincu natural dan riasan tipis di pipi tirusnya. Dahinya yang sedikit lebar sudah terlihat sejak ia masih kecil. Hidungnya tidak terlalu menonjol bertengger di samping matanya yang bulat dengan alisnya yang tebal. JJ mengenakan kaus pink terang dengan celana jin, Dino tertegun melihatnya. Dengan menarik napas panjang dan menghabiskan udara di paru-parunya lalu Dino melangkah maju dengan yakin. 

“Dino....” 

“JJ....” 

Wajah mereka mengisyaratkan bahagia dengan mata yang bertemu langsung dan tangan mereka yang bersalaman. Dengan tinggi yang sama dengan bahu Dino, JJ sedikit mendongak melihat wajah laki-laki yang dulu selalu mengisi harinya. Berdiam diri dengan tangan yang masih berjabat, keduanya saling memandang tanpa berkata. 

Rona wajah JJ membuat Dino teringat dengan semua yang terjadi belasan tahun silam, kala mereka masih berada di bawah satu atap tempat mereka bernaung. Haru langsung JJ rasakan, dengan sedikit merapatkan bibirnya, ia mencoba tak masuk lebih dalam, emosinya terasa terguncang. JJ memandang Dino dengan tatapan penuh rindu. Lama sekali mereka tak pernah bertatap muka lagi setelah ia meninggalkan Dino. Senyumannya diiringi dengan sedikit getar pada bibirnya dan mata yang berkaca-berkaca. 

Mereka terpisah di usia 10 tahun, perubahan terlihat dari fisik mereka, Dino kecil kini menjelma menjadi pria dengan bulu yang menghiasi wajahnya, sedangkan JJ yang sudah bisa menghias diri dengan tampilan minimalis. Semua memori masa kecil yang mereka rasakan cukup dalam, membuat mereka tak susah untuk mengenali satu sama lain. 

Duduk dan saling berhadapan, mata mereka terus bertemu. Pandangan Dino teralihkan ketika melihat makanan dan minuman yang terletak di hadapannya.  

“Wah, udah pesan makanan lu J?  

“Hehe. Iya nih, lapar gua, maaf ya duluan makannya.” 

“Gak apa-apa, J. Oh, iya, gua senang dan sedih sekarang, karena bisa lihat lu secara langsung lagi.” 

“Udah lama banget ya, Din?” 

“Iya, kangen banget gua, J. Eh, lu kok bisa tahu nomor gua, dapat dari mana?”  

“Gua dapat dari Ella, ingat gak lu?” 

"Hm..., tetangga kontrakan dulu kali ya? HRD di Waya Service System?” jawab Dino dengan menatap ke atas sembari mengingat. 

“Iya, betul, dia di perusahaan gua sekarang dan dekat gua sama dia. Jadi, dulu kan viral waktu lu jadi juara Hayalism. Nah, Ella ini kan kenal sama lu, dia cerita kalau lu itu mantan karyawannya dia, jadi gua minta nomor lu deh.” 

“Wah..., udah 2 tahun lalu dong, J?” 

“Iya, Din. Maaf ya gua baru bisa hubungin sekarang. Lu gak main sosmed ya Din?” 

“Gak apa-apa. Ada kok, gua ada Igram dan gua follow lu, udah dari lama.” 

Lihat selengkapnya