HAYALISM : Antusiasm

Pipo Vernandes
Chapter #4

TITIK HITAM


Sisi JJ 

“Selesai!” Dino menutup ceritanya dengan tersenyum dan sedikit menunduk. 

“Yah... udah selesai. Tapi keren... ceritanya keren....” JJ bertepuk tangan masih dengan rokok yang terjepit di celah jari telunjuk dan jari tengahnya. 

“Sekarang lu gantian.” Dino mengarahkan ujung telunjuknya pada JJ. 

“Aduh... apa yang gua bisa ceritain ya haha?” 

“Apa aja lah, sekarang gantian gua mau merhatiin lu,” ucap Dino menyeringai. 

“Iya, iya, oke, oke. Pandangannya fokus ke gua ya!” JJ tersenyum dan berkata dengan kedua tangannya mengarahkan pandangan Dino ke dirinya. 

... 

JJ menangis melihat Dino mengejarnya di samping mobil, ia luapkan emosinya melalui derasnya air mata. Bertambah kencang, ketika ia melihat Dino yang terjatuh dan duduk di atas aspal. Dan ia menjadi lebih terpukul lagi kala tahu jika itu adalah kesempatannya terakhir kali ke panti bersama keluarganya, karena dirinya baru tahu jika mereka akan segera pindah ke Kota Goco.  

Setibanya di rumah, JJ lebih banyak mengurung diri dan menyendiri dengan kesedihan yang menemaninya. Andai ia bisa mengubah yang telah terjadi, ia pasti akan putuskan untuk kembali ke rumahnya bersama Dino dan Emily. Tapi kesedihannya tak ada arti, ia tak ingin terlarut jauh dengan rasa yang terus akan ia sesali. 

Di tempat baru, JJ menata ulang lagi hidupnya. Ia belajar untuk beradaptasi kembali, setelah beberapa minggu lalu ia berhasil melakukannya. Ia berhasil mendapatkan teman-teman yang dapat menerimanya dengan baik. Pembawaannya yang ceria dan murah senyum membuatnya tak sulit untuk bergaul, apalagi orang tuanya mempunyai ekonomi cukup baik yang membuatnya tak minder dengan lingkungannya. 

Waktu berjalan. Satu per satu keluarganya meninggalkannya. Mulai dari Akas, Ajong, hingga Ubak yang menjadi salah satu sumber kehidupan di keluarga ini. Sekarang tinggallah ia bersama Umak yang berjuang sendiri untuk menguliahkannya. Umak bekerja sebagai manajer di salah satu perusahaan telekomunikasi dengan penghasilan yang cukup untuk mengidupi mereka berdua hingga JJ lulus kuliah. 

..  

“Cepat banget, udah lulus kuliah, J,” tanya Dino dengan wajah heran. 

“Karena emang begitu aja ceritanya, Din.” 

“Berarti gak ada yang seru dong, J? Atau lu yang gak ingat ceritanya? 

“Jujur, ya... datar aja, gak ada yang kayak harus diperjuangkan gitu. Gua mau sesuatu, gua minta, terus di kasih. Bagi gua lebih menantang dan lebih terkenang waktu di panti, Din.” 

“Oh, oke..., jadi, sekarang lu di sini berdua sama Umak? Atau beliau masih di Goco?” 

“Umak juga udah gak ada, semuanya udah pergi,” jawab JJ sambil menekuk wajahnya. 

“Karena sakit ya, J?” 

“Iya, Akas sama Ubak kena stroke, kalau Ajong kena diabetes. Kalau Umak kemarin kanker, Din.” 

“Wah, lu ternyata udah ditinggal berkali-kali ya?” 

JJ hanya mengangguk pelan menatap Dino dengan mulut yang ia rapatkan. 

“Terus, lu main sosmed kenapa?” 

“Oh iya, gua lanjut ya.” 

... 

Semasa kuliah, JJ harus menerima fakta yang pahit bahwa Umak saat ini sedang mengidap kanker rahim. Kondisi ekonomi mereka merosot tajam setelah Umak memutuskan untuk berhenti bekerja, hingga keuangan mereka menjadi kurang baik ketika JJ lulus kuliah. Musibah yang mereka alami ini sangat terasa memukul kelarga itu, kondisi kesehatan Umak berangsur turun yang membuatnya tak mampu lagi untuk bangkit dari tempat tidur. Kondisi yang pahit membuat JJ harus menanggung beban itu sendiri. JJ yang baru lulus kuliah diharuskan segera menata kariernya agar dapat meringankan beban ibunda. Meskipun Umak bukan ibu kandungnya, tapi rasa yang sudah terjalin lama membuat mereka memiliki ikatan batin yang cukup kuat. JJ tak mempermasalahkan dirinya sebagai tulang punggung keluarga saat ini. Ia terus mencoba menebarkan banyak lamaran hingga diterima sebagai peserta development program di perusahaan Seminung yang berada di kota Belago. 

Lihat selengkapnya