HAYALISM : Antusiasm

Pipo Vernandes
Chapter #8

RIILSM

Sanksi 

Your account has been suspended   

Tulisan itu berwarna merah dengan latar belakang hitam dan berkedip. Tulisan itu menyadarkan Dino. Pandangannya hitam pekat setelah tulisan itu menghilang dan ia merasakan matanya tertutup sesuatu. 

Dino meletakkan mesin Hayalism yang ia baru kenakan. Ia pejamkan mata dan merasakan pandangannya berbayang adegan yang baru terjadi di video hayalnya. Efek Psylofood yang sudah lama ia tak minum masih menyisakan efek yang belum bisa ia hindari, Dino belum sadar penuh setelah menggunakan mesin itu. Ia melihat report dari Hayal Streamnya yang sudah di tonton lebih dari 30 juta penonton, dengan video berdurasi hampir 4 jam, sepertinya ia akan viral lagi kali ini. Namun, ia tak peduli dengan konsekuensi yang akan ia terima. Semua ia lakukan demi memperbaiki hubungannya dengan JJ, namun ia membuat video yang terlalu panjang karena ia tak mampu menghentikannya seperti yang biasa ia lakukan. 

Di balik rasa pusing yang menghinggapi kepalanya, Dino mendengar ponselnya berbunyi. Namun, matanya tak bisa fokus untuk membaca nama peneleponnya. Ia mencoba memejamkan matanya berulang kali, berharap matanya fokus kembali. Tapi tulisannya seperti berbayang dan berlari dari tempatnya, tak dapat sama sekali ia baca. Tanpa banyak berpikir ia angkat dan menyapa seseorang yang berada diujung sambungan telepon. 

“Din....” Suara lembut itu terasa menenangkan di tengah pusing yang Dino rasakan. 

“Hah, JJ?” 

“Iya, Din...” 

Dino terdiam, ini sama sekali tak seperti yang ia bayangkan. Ia tarik ponselnya dan menatap lagi layarnya. Masih belum terbaca olehnya nama yang menghubunginya. Dengan gemetar ia coba tempelkan lagi ponsel itu di telinga kanannya. 

“Kak Dino....” 

Merinding seluruh tubuhnya ketika mendengarkan kata yang baru masuk ke telinganya. Bulu kuduknya berdiri yang membuatnya harus mengusap kedua lengannya. “JJ fix JJ ini,” batin Dino. Ia segera tempelkan lagi ponselnya tersebut di tempatnya mendengar. 

“Din..., kok diam sih? Gua minta maaf ya dengan kata-kata gua malam itu, gua gak mau kita berantem lagi.” 

“Hah?” Dino berdiam dengan mulut yang terbuka. “Kok dia minta maaf? Ini nyata gak sih?” batinnya coba menerka. Tatapannya memandang plafon apartemennya, dengan banyak tanda tanya menghiasinya. 

“Din... halo....” 

“Iya, iya J. Ini lu benaran kan, J?” 

“Benar, Din...,” ucap gadis itu begitu lembut. “Din, gua gak mau kita berantem lagi.” 

“Bentar, bentar. Gua bingung mana yang nyata mana yang bukan,” Dino berkata masih dengan perasaan yang masih tak percaya. 

“Benar... Kak Dino...” 

Dino merasakan lagi sekujur tubuhnya merinding seketika mendengar sapaan itu, hingga ia yakin jika ini adalah sesuatu yang nyata. 

“Din, gua lagi sama Ella nih, kita kecewa sama lu kok endingnya gantung begitu?” 

“Bukan ending itu, akun gua di suspended.” Dino menarik telepon dari telinganya, ia merasakan ada panggilan masuk. Dengan mata yang sudah mulai membaik ia coba membaca nama kontak yang menghubunginya, dan ternyata nama Rhino yang terpampang dengan jelas di layar ponselnya. Namun, Dino tak mengacuhkannya. “Sorry J, ngomong apa?” 

“Iya ini, kita nikmatin banget nonton video lu, walaupun itu sedih untuk gua. Kok lu bisa sih bikin kita bertiga berantem begitu?” 

Dino tertawa kecil. “Semua karena imajinasi....” 

“Haha. Pengkhayal ulung. Makasih ya Din, lu udah nunjukin gimana gua waktu kecil. Gua jadi sadar, cuma lu yang gua harapin ada di samping gua saat ini dan rasanya gak perlu gua ngomong kayak kemarin di telepon, ya walaupun semua gara-gara lu juga. Eh, tapi tadi lu gak ada, POV lu orang pertama sih, gak kayak biasanya lu pakai orang ketiga. Padahal tadinya gua pengen fotoin juga lu waktu kecil.” 

“Iya sih, semua begini karena kebodohan gua.” 

“Iya, Din. Lu emang bodoh, tapi masih pintaran lu daripada gua.” 

Dino tertawa keras. “Eh, di gua banyak J, foto kita kecil, bahkan yang foto berdua juga ada.... Tapi ini..., lu benar nih udah gak marah? “ 

“Sama kayak di hayal lu, benar banget! Kalau gua gak bisa marah sama lu dan tapi gua kecewa. Cuma... gua gak mau berlarut kayak cerita yang lu karang itu, gua juga udah lupa kita punya masalah apa." 

Dino tertawa kecil lagi sambil berkata, “Bener ya udah lupa...?” 

“Bener....” 

 “Ngomong-ngomong lu gak marah juga nanti bakal viral lagi, J?” 

"Gak tuh, Din, gua gak masalah dengan itu. Yang penting sekarang ada lu, dan gua gak sendiri kayak dulu lagi.” 

“Hm... gua mau ngomong dong sama Ella.” 

“Ngomong aja, loudspeaker kok ini.” 

“Ella, terima kasih ya La, berkat lu gua dan JJ bisa berdamai juga.” 

“Iya, gua juga senang ngelihat lu berdua udah gak saling ribut, dan asal lu tahu, semenjak lu berantem baru kali ini dia ketawa.” 

“Terima kasih sekali lagi La. Besok kita kongko yuk bertiga.” 

“Gak mau, gak mau, gua bukan anak nongkrong kayak hayal lu itu.” 

“Haha.” Panggilan Rhino masuk untuk kedua kalinya, tapi Dino masih tak berniat untuk mengangkatnya. “Kalau Ella gak mau, gimana kita berdua aja, J?” 

“Tanya dulu dong, gua kosong apa gak?” 

“Gak perlu! Lu gak bisa atau gak mau, akan gua paksa lu buat datang.” 

“Eh... tapi bentar dulu, gua minta maaf ya Din, soal omongan gua malam itu. Gua benaran gak mau lu pergi kayak permintaan bodoh gua itu.” 

“Kok jadi dibahas lagi, katanya udah lupa. Intinya kita saling memaafkan ya.” 

“Oke deh, Kak Dino... Eh, besok jemput dong, kayak lu jemput Ella di video hayal itu.” 

“Haha. Oke, besok dijemput ya, J.” 

Sambungan telepon itu terputus dengan menyisakan senyuman lebar di wajah Dino dan matanya yang bersinar. Ia berdiri menuju pagar balkonnya, dan membakar sebatang rokok. Matanya yang telah fokus memandang langit gelap dengan penuh warna-warni, terasa seperti memandang aurora di balik gedung yang menantang langit. Ingin ia teriak kencang dan melepaskan semua rasa yang ada di hatinya. Tapi rasanya dengan senyuman lebarnya semua terasa sudah cukup menyalurkan semua rasa bahagianya. 

Teleponnya berdering kembali, ia lihat bos besarnya begitu sabar menghubunginya hingga 3 kali. Setelah berpikir sejenak, Dino pun mengangkat telepon tersebut. 

“Halo,” ucap Dino sedikit ragu. 

“Dino, Dino, udah dilarang masih nekat. Tadi berhenti kenapa itu? Baru juga 4 jam.” 

“Disuspended, akun saya Pak. 

“Besok saya mau kamu ke ruangan saya ya, sore seperti biasa.” 

Dino mengiyakan permintaan Rhino dengan suaranya yang ceria. Tak ada lagi bebannya mengenai pekerjaannya, yang pasti ia sudah siap jika akan terdampak dari kegiatannya kali ini. Dino tak akan mengelak jika dia harus terkena sanksi, yang jelas ia besok akan bertemu dengan JJ kembali. Semua harapan yang pernah membuatnya takut untuk mengejarnya, sekarang datang sendiri. Dino merasa bangga dengan perjuangannya yang tak pernah menyerah, ia selalu merasa waktunya tak lagi panjang, hingga dia harus maksimal di setiap kesempatannya, ia selalu yakin waktunya akan tiba, waktunya untuk memetik buah hasil upayanya. 

... 

Tanpa Paksaan 

Di pagi hari, Dino merasa tubuhnya sangat ringan. Pikirannya terlepas dari semua beban yang pernah ia buat sendiri, dan kakinya melangkah tanpa ada yang menahan. Senyumnya ia lempar pada setiap orang yang bertatap muka dengannya. Tangannya sesekali menjentik-jentik seolah ada sebuah lagu bahagia yang sedang terputar di kepalanya. Matanya bersinar dengan cahaya yang terpancar juga dari wajahnya. Langkahnya penuh keyakinan dengan badan tegap, berderap kanan dan kiri secara bergantian. Tiba di ruangannya, Dino semringah mengingat suara yang memaafkannya semalam sambil ia menyalakan laptopnya. Siulnya mengusik heningnya suasana pagi yang tak berorang, dan bergema ke penjuru ruang. 

Pagi dengan matahari hangat menerpa dirinya, tapi hatinya jauh lebih hangat dari apa yang alam berikan padanya. Dunia seolah sedang tersenyum padanya, tangan semesta sedang memeluknya dengan embusan napas dunia yang sedang menurunkan berkahnya pada Dino.  

Ray tiba dengan sekantong tortilla di tangannya, ia menyapa Dino yang melihatnya membuka pintu.  

“Pak, kok gak ketiduran?” 

“Hahaha. Nonton juga Ray?” 

Viral begitu masa saya gak nonton. Timeline-nya hari ini ya Pak?” 

“Harusnya sih iya ya. Hahaha.“ 

“Tapi itu akun bapak langsung hilang ya? Padahal saya mau download terus potong-potongin jadi clip.” 

“Wah... kamu ini salah satu re-uploader ya?” 

“Iya, Pak. Tapi kan beda platform, harusnya aman kan Pak?” 

“Beda platform juga tetap salah, Ray. Semua terkait hak cipta.” 

“Iya sih. Pak, Tapi itu akunnya beneran hilang?” 

Dino mengangguk pelan. Pikirannya saat ini sudah tidak pada akun yang hilang itu. Rasa bahagianya mengalihkan pikirannya.    

Tidak lama Julie datang dengan matanya yang menghadap ke atas seperti berpikir dengan mulutnya yang berkomat-kamit, ia pasti selalu seperti itu. 

“Nabrak, hey nabrak. Lihat ke depan kalau jalan,“ celetuk Ray. 

Julie tak menjawab, ia hanya menaikkan kedua alisnya dua kali sambil menatap Ray dan lanjut tersenyum.  

“Selamat Pagi Ges!” Tak lama Stella masuk dengan semangat yang selalu sama setiap paginya. 

Mereka sudah siap bekerja dengan memandang laptop yang menyala, tanpa melakukan apa pun. Ray bertanya pada Dino, apa agenda mereka setelah konsep mereka disetujui, karena sesuai jobdesk mereka hanya akan membuat konsep untuk produk baru itu. 

 Dengan penuh keyakinan Dino berkata, “Hari ini bebas! Yang penting kalian tenang kayak biasa, biar gak ganggu ruangan lain.” 

“Yuhu.....” Stella spontan berteriak. 

“Stella....” semua orang memandang Stella dengan wajah seolah mau menerkamnya. 

Semua saling sibuk dengan pekerjaan yang tak ada hubungannya dengan perusahaan. Ray terlihat sibuk membaca data yang tak tahu gunanya untuk apa. Dengan mata yang tajam ia membuka 2 buah tab yang berisikan angka-angka. Julie sangat sibuk dengan papan ketiknya, sebentar dia mengetik lalu menatap kosong ke atas dan melanjutkan ketikannya. Berulang selalu begitu, seperti tak ada lelahnya. Sedangkan Stella, ia sibuk menggambar dengan drawing padnya, sebuah gambar abstrak yang Dino tak mengerti artinya. 

Sebuah pesan masuk yang membuat Dino segera memeriksanya. Sebuah pesan dengan 1 kalimat yang terdiri 5 kata, memang sangat pendek, tapi hal itu dapat membuat Dino mematung dengan jantung yang mulai berdetak kencang dan merinding serentak ia rasakan di sekujur badan. 

“Semangat ya kerjanya, Kakak Dino!” 

“Bisa berhenti gak dengan kata (kakak) itu?” 

Lihat selengkapnya