"Amazing!" Sifa berteriak girang. "Nilai kelompok kita paling bagus!" lanjutnya sembari menarik tangan Amy.
"Ini, kan, gegara Jimmi bantuin kita kemarin," ucap Lewis sembari membenarkan posisi tali tasnya di bahu.
Amy diam saja. Tidak mau berkomentar apalagi harus mengakui kehebatan Jimmi di depan teman-temannya. Bisa-bisa cowok itu makin besar kepala. Malah kalau Jimmi tahu soal ini, Amy yakin sohib kakaknya itu bakal minta imbalan darinya. Seperti minta dibuatkan makanan atau minta dipijat satu jam.
"Tugas berikutnya kita minta bantuannya lagi aja," ujar Sifa sambil tersenyum pada Amy.
"No way!" Amy buru-buru menggeleng.
"Kenapa? Dia beneran membantu kita," protes Sifa.
"Sulit," ucap Lewis pasrah. "Jimmi mana mau membuat kita menempuh jalan mudah."
"Kau mengenalnya, Lew!" seru Amy sembari melakukan tos yang begitu kompak dengan Lewis. "Moto Jimmi adalah kalau bisa menyusahkan orang, kenapa memudahkan mereka?"
"Bukan. Jimmi itu tipe yang bakal membiarkan kita bekerja keras sendiri. Dia hanya ingin kita mandiri," kata Lewis.
"Dih... kau masih saja membelanya," ujar Amy cemberut.
"Pokoknya kemarin adalah kesempatan yang langka." Lewis menoleh ke belakang mendengar ada yang memanggil namanya kemudian melambaikan tangan. "Ah, aku duluan, ya. Hari ini ada latihan basket," katanya kemudian berlalu dari hadapan Amy dan Sifa.
"Aku juga harus cepat pulang hari ini. Bye, Am!" Sifa berlari menuju gerbang sekolah yang hanya tinggal sepuluh meter setelah melambaikan tangan pada Amy.
Amy balas melambai kemudian berjalan lesu. Rumahnya dan Sifa memang berbeda arah.
Hari ini Amy pulang sendiri. M akan belanja. Pulang tanpa teman rasanya aneh juga. Sepi. Di luar gerbang sekolah Amy melihat Val, sahabatnya sejak SMP. Anaknya cantik dengan rambut panjang dan berponi. Banyak cowok yang mendekatinya, tapi ia enggan menyambut hati mereka.
"Val!" Amy melambaikan tangan padanya. Val tersenyum manis dan balas melambaikan tangan.
"Kemana kakakmu?" tanyanya melihat ke belakangku. Biasanya memang kakak beradik itu pulang bersama.
"Mm... dia mau belanja," jawab Amy.
"Kau mau pulang?"tanya Val. Amy hanya mengangguk. "Kita pulang bareng. Aku mau ke rumah nenek." Sedetik kemudian Val memeluk Amy. Amy balas memeluknya. Sejak terpisah kelas mereka memang jarang bertemu. Tercium bau tubuh Val yang wangi. Val emang benar-benar cewek. Tidak Amy.
Mereka melangkah melewati jalanan beraspal. Tiba-tiba Lewis berlari menabrak mereka . Cowok berambut ikal pendek itu meminta maaf dan kembali berlari.
"Kenapa dia?" tanya Val. Ia dan Amy bertatapan dan Amy mengangkat bahu.