He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #5

Konser

Gadis itu terus berjalan menyusuri jalan desa yang gelap. Sesekali langit berkedip di atas kepalanya. Wajahnya melukiskan kekhawatiran. Ia terus memandangi jam tangan hitam yang ada di tangannya. Berulangkali ia menghapus air mata sebelum terjatuh dari pipi. Jam tangan itu menunjukkan tepat pukul 7 malam. Gerimis membasahi bumi.

Seberkas cahaya biru berkelebat di langit. Kemudian disusul oleh suara gemuruh yang mengerikan. Angin berembus dari arah barat. Pohon-pohon di tepi jalan bergoyang. Seorang pemuda berumur 19 tahun tengah berlari di bawah hujan. Meski ia nampak lelah dan kesakitan tapi kakinya terus dipaksakan untuk melangkah lebih cepat dan cepat. Sesekali ia meringis mmenahan sakit. Seragam sekolahnya begitu kusut dan kotor. Ia terus melangkah, sampai ujung matanya menangkap bayangan seseorang jauh di depannya.

"Amy?" gumamnya.

Ia terus mempercepat langkahnya mengejar seseorang di depan sana. Ketika ia berhasil meyakinkan dirinya bahwa orang itu memang orang yang ia cari, dia berteriak, "Amy!"

Gadis itu menghentikan langkahnya saat samar-samar seseorang memanggilnya. Ia menoleh ke kiri dan kanan. Tak ada siapapun. Hanya sekumpulan pohon bambu yang bergoyang serta ladang jagung yang menari.

Teriakan ke dua terdengar. Kali ini ia menoleh ke belakang. Matanya membulat. Tangannya gemetar memegang jam tangan retak itu. Sesaat ia mematung. Namun, buru-buru ia menghampiri sosok itu. Tak di pedulikannya angin yang membawa ribuan butir air menghujami wajahnya.

"M... kau tak apa-apa?" tanya gadis yang adalah Amy itu.

Ia segera memeluk erat kakaknya. Air matanya tumpah lagi. Ada perasaan senang karena ia tidak kehilangan cowok itu. Tapi ia juga khawatir dengan keadaannya.

Cowok yang dipanggil M itu mengelus lembut rambut adiknya. Ia tahu pasti Amy khawatir. Ia sempat pergi ke atap sekolah untuk menjemputnya. Tapi yang ia temui hamya seorang lainnya yang mengatakan Amy telah keluar beberapa saat yang lalu. Syukurlah ia sudah bertemu dengan adiknya saat ini.

"Apa yang terjadi?" tanya Amy tanpa melepaskan pelukannya.

"Akan kuceritakan di rumah nanti. Sekarang kita pulang."

Sepanjang perjalanan M memutar kembali apa yang terjadi tadi pagi di kepalanya. Sekelompok besar pelajar SMA Burhan menjaga pintu utama dan pintu samping sekolah. Lalu sebagian dari mereka masuk dan mulai merusak taman sekolah. Seseorang dari mereka memukul murid SMA Elang dan menanyakan keberadaan seseorang. Ketika M yang hendak dipukul, ia menghindar. Ini membuat orang itu berang dan berkali-kali menyerang. Tiba-tiba dari arah gerbang sekolah, beberapa orang berlari menghindari pukulan murid Burhan. Melihat itu M dan kawannya, Jimmi, segera menghindari kumpulan orang itu.

Namun, mereka malah terjebak di tengah perkelahian tak seimbang. Para siswa Burhan membekali diri mereka dengan balok, rantai, dan pisau lipat. Melihat itu, murid Elang berlari ke kelas dan melemparkan bangku serta meja untuk melawan mereka. M tidak tinggal diam meski dengan tangan kosong. Kekerasan tidak akan memberi solusi terbaik tapi jika tak berkelahi sekarang, ia bisa saja mati begitu mudah.

Ketika M menghadapi seseorang yang memegang rantai panjang, untaian rantai itu mengenai tangan kirinya hingga jam tangannya terlepas. Ia tak tahu apa yang terjadi, tapi tiba-tiba saja para penyerangnya mulai berkurang. Suara letusan senjata api berhasil menghentikan aksi tawuran itu.

"Jadi, tadi kakak dari kantor polisi?" tanya Amy yang memiliki rambut sebahu itu. Ia mengolesi tangan kiri M yang terlukadengan obat yang mengandung iodine.

"Ya. Hanya dimintai keterangan. Polisi akan mengusut tuntas siapa dan apa penyebab penyerangan ini."

"Ngomong-ngomong, kok polisi tahu, ya?"

"Salah satu guru kita menelepon kantor polisi begitu melihat banyak siswa asing di luar gerbang yang tidak mengijinkan siapapun masuk."

Lihat selengkapnya