"Kau pikir siapa?" cowok itu duduk di sebelah Amy. Ia memperhatikan Amy dari atas sampai bawah.
"Lihat apa kau?" tanya Amy. Merasa risih dipandangi seperti itu. Sebenarnya Amy curiga jika M yang mengirim Jimmi untuk mengawasinya.
"Melihatmu," jawab cowok itu datar. Seolah itu adalah cara yang normal untuk melihat seseorang.
Amy memasukkan tangan ke saku jaketnya. Ia mulai khawatir. Bukan mengkhawatirkan Val, tapi mengkhawatirkan Jimmi, cowok yang sedang duduk di sebelahnya itu. Jimmi adalah sahabat karib M. Dia pasti menceritakan pertemuannya ini pada M. Ia akan ketahuan berbohong. Tapi Amyvtak mau membut kakaknya kecewa. M sudah mempercayainya.
"Sedang apa sendirian di sini?" Jimmi menarik tali leher jaket Amy dan memainkannya seperti anak kecil.
"Aku tidak sendiri, aku bersama Val," jawab Amy setenang mungkin.
"Bukankah dia sudah di antar Tata pulang?" Jimmi menaikkan sebelah alisnya.
"Masa?!" Amy hampir berteriak. "Gak mungkin. Dia bilang akan kembali ke sini, kok." Biar berkata begitu kentara sekali Amy cemas.
"Dia sudah pulang. Aku bertemu mereka di pertigaan," ucap Jimmi sambil menelengkan kepala ke arah yang dimaksud.
"Lalu... aku pulang dengan siapa?" Pertanyaan itu Amy maksudkan untuk dirinya sendiri.
"Denganku." Jimmi tersenyum pada Amy.
Amy merasa ada yang aneh dengan senyum Jimmi. Apa? Ah... hanya senyumnya lebih manis dari biasanya. Lagipula hari ini Jimmi mengenakan kacamata hitam yang menambah gayanya jadi keren. Keren? Amy tidak yakin itu kata yang tepat. Malam ini Jimmi lebih... ganteng? Sulit mengakuinya tapi itu benar. Atau mungkin cowok itu bermaksud menjahilinya.
"Tapi... aku harus pulang sekarang, Jimm." Ragu-ragu Amy mengatakannya.
"Apa? Dexter belum tampil," ujar Jimmi.
Amy tahu Dexter adalah band favoit Jimmi. Gak mungkin dia mau mengantarnya pulang sekarang. Gak mungkin juga kalau harus menunggu Dexter tampil. Ini sudah jam sembilan lebih tiga puluh tujuh menit. M akan marah kalau ia telat. Mau tidak mau Amy harus berani pulang sendiri. Maka ia berdiri dan melangkah menjauhi Jimmi.
"Hey... tunggu!" Jimmi menarik tangan Amy. "Aku antar."
Amy menaikkan alisnya sebelah. Apa telinganya tidak salah. Barusan Jimmi bilang apa? Cowok tinggi itu berdiri dan meyakinkan Amy bahwa gadis itu tidak salah dengar.
"Dextermu...?" tanya Amy.
"Aku bisa menontonnya lain kali, tapi berduaan di malam hari bersamamu belum tentu ada kesempatan seperti ini lagi, kan?" Jimmy tersenyum lagi ke arah Amy.
"Ish... kau bicara apa? Simpan saja kata-katamu untuk para gadis yang selalu berteriak memanggil namamu di pinggir lapangan basket!" seru Amy sedikit jengkel.