He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #9

Direkrut

Amy berjalan dengan enggan menuju ruang guru. Ia masih ragu dengan jawaban yang akan ia berikan.

Seminggu yang lalu, Mrs.Larry memanggilnya. Dengan cepat Amy berlari menghadap guru konseling itu. Sebenarnya ia heran, ia merasa tak melakukan suatu kesalahan pun.

"Anda memanggil saya, Mrs.Larry?" tanya Amy setelah ketukan pintunya dijawab oleh Mrs. Larry.

"Ya, duduklah Amy!" perintah guru berkacamata kotak itu. Penampilannya begitu anggun. Rambut di sanggul, memakai blouse putih yang dibalut blazer hijau tua dengan rok span selutut dengan warna senada. Orang yang pertama kali melihatnya tak akan mengira perempuan ini sudah menginjak umur 45 tahun.

"Amy... kau tahu sekolah kita memiliki reputasi baik di bidang olahraga, terutama basket," ucap Mrs. Larry dengan kedua tangan di meja dan mata coklatnya menatap Amy lekat.

"Ya, Ma'am." Amy mengangguk.

Siapa yang tak tahu prestasi tim basket SMA Elang? Sekolah ini menjadi juara Liga Basket Nasional (LBN) tingkat SMA selama 3 kali berturut-turut. Hal ini terutama sejak M dan Jimmi bergabung di tim basket sekolah. Tim basket SMA Elang berhasil menyingkirkan juara bertahan LBN yang di pegang oleh tim SMA Naga. SMA Naga adalah tim kuat yang berhasil menahan piala LBN mendekam di lemari piala mereka selama satu dekade.

"Keberhasilan itu bukan hanya berkat kerja keras para pemain, melainkan juga berkat perjuangan manajemen dan seluruh tim," ucap Mrs.Larry sambil berdiri, "kami membutuhkan manajer yang cakap."

"Martin manajer yang baik, Ma'am," celetuk Amy. Kelepasan.

" Tidak salah... tapi dia akan pindah ke luar kota." Mrs.Larry mendekati Amy dari belakang, memegang bahunya lalu berbisik. "Sekolah membutuhkanmu."

Amy menoleh melirik wajah Mrs.Larry seolah meminta kejelasan atas ucapannya barusan.

Mrs.Larry kembali duduk dan merapatkan jarinya di atas meja. "Aku dengar bahwa kau memiliki kemampuan dalam ilmu manajemen. Kau berpotensi menjadi seorang pemimpin dan cukup mahir dalam strategi. Walaupun terkadang... ceroboh. Tapi, pelatih Emil merekomendasikanmu." Mrs.Larry menarik wajahnya lebih dekat dengan Amy. "Apa kau bersedia?"

Amy tidak tahu arus mengatakan apa. Haruskah ia senang? Ia menarik napas panjang.

"Boleh saya mempertimbangkannya, Ma'am?" tanya Amy setelah ia merenung kilat.

"Baiklah... aku tunggu paling lambat minggu depan di sini. Kuharap jawabanmu tidak mengecewakan. Kami tak punya calon lain."

" Terima kasih."

Dan begitulah... Hari ini Mrs. Larry menunggu jawaban Amy. Amy sendiri tidak percaya diri untuk mengelola sebuah tim basket. Pengalamannya nihil.

Tok... tok...

Amy mengetuk pintu ruangan Mrs.Larry. Seseorang menyuruhnya masuk. Amy menggeser pintu masuk. Tampak ruangan bernuansa hijau itu masih sama seperti ia ke sini minggu lalu. Hanya saja bunga di vas yang ada di tepi meja itu sekarang berwarna putih. Minggu lalu vas itu berisi mawar merah.

Mrs.Larry mempersilakan Amy duduk.

"Jadi, bagaimana Amy?" tanya Mrs. Larry dengan tatapan tajam dari balik kacamata kotaknya.

" Iya, mom. Aku bersedia," jawab Amy. Setelah memikirkan semua keuntungan yang akan didapat dari menjadi manajer tim basket Amy memang memutuskan untuk mencobanya.

Lihat selengkapnya