Bibir Val yang sedari siang melengkung ke atas berbalik 180 derajat ketika ia sampai di rumah Amy. Ternyata bukan Amy yang mencalonkan diri, Amy hanya membantu Zack agar lolos seleksi pemilihan KM. Sepanjang sore itu Val hanya duduk manyun di sudut ruangan.
"Eh... Amy, kenapa kau mengundang cewek di pojok itu? Dari tadi dia cuma diam saja dan sama sekali gak membantu kita. Cuma nyempit-nyempitin ruang aja!" ujar Zack yang sedang menyalin konsep Lewis ke laptopnya.
"Heh!!! Dari awal memang aku tak berniat membantumu, tahu? Kalian menyebalkan!" Val berdiri dan langung pulang begitu saja karena ia kecewa harapannya tidak jadi kenyataan.
"Kenapa dia?" Lewis memperhatikan kepergian Val.
"Nanti juga Val baik lagi, kau juga sih, Zack. Ucapanmu agak keterlaluan," ucap Amy yang disertai pukulan ringan di pundak Zack.
"Tapi aku gak salah," Zack mendengus. Diambilnya sekaleng minuman di meja lalu ia buka. "Eh... aku mau tanya sesuatu padamu, Am."
Tanpa berpaling dari tumpukan kertas ditangannya Amy balik bertanya, "Apa?"
"Kenapa kau begitu baik mau membantuku?"
Amy sedikit kaget. Alasan sebenarnya ia membantu Zack adalah karena Olie juga ikut pemilihan KM. Ia tak mau Olie jadi KM. Entah kenapa, Amy jadi ingin mengalahkannya tapi ia tetap tak mau jadi KM. Begitu ia melihat nama Zack di bawah nama Olie, sebuah ide berkelebat di benaknya. Membantu Zack mungkin satu-satunya jalan. Beberapa nama lain diyakini Amy tak akan bisa mengalahkan kharisma Olie di sekolah. Zack adalah saingan berat Olie dan lagi Amy kenal dekat dengan Zack. Tawaran Amy untuk membantu Zack pun tidak ditolak oleh cowok yang jago basket itu. Tapi apa ia harus jujur pada Zack?
"Mmm... karena... ya, aku pikir kau bisa menggantikan kakakku dengan baik." jawab Amy pada akhirnya setelah berpikir keras.
"Bukankah Olie dan Tata juga kemungkinan bisa?" tanya Zack lagi.
"Tidak! Maksudku... instingku mengatakan kau yang terbaik,"
"Eh... bagaimana kalau misinya seperti ini saja," Lewis tiba-tiba menyodorkan buku tulisnya pada Zack.
"Meningkatkan kualitas ekskul, keagamaan dan sosial dengan memanfaatkan kegiatan intra dan ekstrakurikuler," Zack mengangguk, "Gimana, Am?"
"Ya, aku setuju denganmu, Lewis," ucap Amy meski ia meragukan soal keagamaan.
"Yup! Besok akan kuserahkan pada Mrs. Larry. Thank's Lewis, Amy."
ยงยงยง
Zack berlari sepanjang koridor kelas, tak peduli kalau dia menabrak beberapa murid yang sedang berada di sana. Dia melihat kiri-kanan saat berada di depan sebuah kelas. Namun orang yang dicarinya tak ada.
"Kau tahu Amy kemana?" tanya Zack pada seorang murid laki-laki berambut cepak yang sedang membersihkan papan tulis.
"Mungkin ke kantin, atau ke kelas kakaknya."
Tanpa mengucapkan terimakasih, Zack berlalu. Ia kembali berlari sepanjang koridor. Sayangnya, ia tak menemukan Amy di kantin. Jadi dia berputar membalik arah kemudian menaiki tangga menuju deretan kelas XI yang berada di lantai dua. Kali ini usahanya tidak sia-sia. Zack melihat Amy sedang berbicara bersama M, Jimmi dan juga cewek yang waktu itu diam di pojokan. Tanpa menurunkan kecepatan Zack menubruk keempat murid itu dan tanpa menghiraukan sekeliling, ia memeluk Amy.
Amy yang dipeluk tiba-tiba di depan kakaknya tentu saja kaget. "Apa-apaan, sih?" Amy melepaskan pelukan Zack yang kencang itu dengan susah payah.
"Ma-maaf... maafkan aku, Jimm," ucap Zack yang baru saja sadar bahwa ada Jimmi di belakangnya.
Jimmi menaikkan alisnya. Tidak tahu dengan maksud ucapan Zack barusan, sementara Amy berpura-pura tidak mendengar apapun.
"Aku lolos, Amy!" teriak Zack. Membuat murid-murid lain menoleh padanya.
Amy menunduk dan memijat keningnya pelan. Diraihnya kertas yang Zack bawa. Senyumnya mengembang.
"Selamat, Zack!" Amy menjabat tangan Zack.
M, Val dan Jimmi hanya memandang Zack heran. M penasaran dan merebut kertas pengumuman itu dari tangan Amy.