He Is Not My Brother

Keita Puspa
Chapter #17

Konsekuensi

Setelah beberapa waktu berusaha keluar dari kumpulan orang yang berusaha memberinya selamat beserta hadiah ini-itu, akhirnya Zack berhasil keluar dengan baju dan rambut acak-acakan. Bahkan topinya raib entah kemana akibat tarikan dan cubitan tadi.

"Ini sih bukan memberi selamat namanya, tapi mencelakakan," ucapnya berusaha membenarkan dasinya yang kedodoran. "Eh... itu Amy, kan? Aku belum berterimakasih padanya."

Zack hendak menghampiri cewek yang berjalan cuek itu. Baru beberapa meter bergerak, ia menghentikan langkah begitu seorang cowok mendekati Amy dan bicara padanya. Ia memutuskan untuk duduk di tepi koridor kelas dan memperhatikan mereka berdua.

Dilihatnya Amy beberapa kali mengembungkan pipi. Sepertinya si cowok memberitahu hal yang gak ingin Amy dengar, atau mungkin lakukan. Sementara cowok itu sendiri terlihat kalem dan senang dengan ekspresi Amy yang sama sekali gak memperlihatkan kebahagiaan sedikitpun. Pacaran yang aneh, pikir Zack.

Si cowok pergi beberapa saat setelah Amy menjulurkan lidah pada cowok keren itu. Zack menghampiri Amy. Wajah Amy masih memperlihatkan ketidaksukaan, bahkan saat Zack mmberinya senyum—yang Zack pikir—paling menawan yang ia miliki.

"Hei, kau kenapa? Bertengkar dengan Jimmi?" tanya Zack begitu sadar senyumnya tidak mengubah sedikitpun ekspresi wajah Amy.

"Tidak," jawab Amy lesu.

"Gak usah bohong, deh! Daritadi aku liat kalian ngobrol, kok." Zack sengaja menyinggung bahu Amy dengan bahunya sendiri.

Amy mengerutkan kening. Ia terlalu malas untuk membahas hal itu sekarang. Ia heran kenapa Zack bisa sesantai ini, padahal ia baru saja kalah pemilihan KM.

"O, iya... Amy, thank's ya udah banyak membantuku dalam pemilihan KM. Biarpun gak menang tapi kalah satu suara dari Olie itu... keren! Amazing! Pokoknya aku puas."

Bukannya memperhatikan pembicaraan Zack, Amy malah memperhatikan tas Zack yang terbuka sedikit. Kepalanya miring demi mengintip apa yang ada di sana. Ada beberapa batang cokelat terlihat, seakan memanggil-manggilnya. Tanpa sadar senyum Amy merekah.

Zack mengira senyum Amy itu adalah jawaban dari rasa terima kasih yang baru saja ia ungkapkan. "Jadi, kalau kau butuh bantuanku bilang saja, ya. Gak usah sungkan padaku," ujar Zack kemudian menepuk bahu Amy pelan.

Amy tersenyum cerah. Sama sekali tidak terlihat sisa-sisa raut wajah kekecewaan. "Zack, boleh aku minta sesuatu?"

"Apa?" tanya Zack bersemangat

"Yang ada di tasmu." Telunjuk Amy dengan gak tahu malu mengarah pada tas Zack yang menganga.

Zack menurunkan tasnya dan membuka resleting utamanya. Terlihat bukan hanya beberapa batang cokelat, tapi juga beberapa kotak yang Amy bisa pastikan isinya adalah cupcake yang manis.

"Kau mau ini?" Zack mengangkat beberapa batang cokelat dan kue mangkok yang dikemas dengan imut.

"Ya!" seru Amy dan dengan gak tahu malu diambilnya cokelat dan kotak itu.

"Ambil saja semua.... Aku heran sama cewek-cewek di sekolah ini. Mereka selalu memberi cokelat atau kue-kue manis padaku. Padahal kalau mereka memberi sesuatu yang aku sukai, aku pasti senang."

"Memang apa yang kau sukai?" tanya Amy yang sedang memasukkan benda-benda manis itu ke tasnya.

"Kau tahulah... yang diinginkan cowok. Figure action super hero, skateboard, sepatu keren...."

"Itu harganya mahal, Zack. Kalo makanan ini kan ga seberapa."

Lihat selengkapnya